Pertanian di Mekarsari, Benteng Terakhir dari Ancaman Asap Batu Bara
Masyarakat Desa Mekarsari, mayoritas buruh tani dan penggarap sawah, terus menggarap tanah meskipun status lahan sudah berubah dan sebagian telah dibebaskan untuk pr
Penulis Tim Redaksi20 Mei 2025
BandungBergerak.id - Di tengah tekanan paparan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara, warga Desa Mekarsari, Indramayu mempertahankan pertanian sebagai bentuk perlawanan ekologis yang nyata. Menanam padi, bawang, dan sayuran tidak sekadar aktivitas ekonomi, tetapi juga simbol hidup yang menolak dikalahkan oleh proyek yang mengancam ruang hidup mereka.
Dokumen "Memadamkan Bara: Kepak JATAYU Menghalau PLTU di Desa Mekarsari, Indramayu" yang diterbitkan WALHI Jawa Barat mengungkap bahwa sejak awal warga tidak rela kehilangan lahan produktif yang telah menjadi sumber penghidupan selama puluhan tahun. Lahan pertanian seluas 327 hektare yang menjadi lokasi proyek PLTU juga merupakan ruang hidup ribuan jiwa yang bergantung pada hasil bumi.
Masyarakat Desa Mekarsari, mayoritas buruh tani dan penggarap sawah, terus menggarap tanah meskipun status lahan sudah berubah dan sebagian telah dibebaskan untuk proyek. Mereka tergabung dalam Mereka tergerak membentuk Jaringan Tanpa Asap Batu Bara
Indramayu (JATAYU), komunitas perjuangan untuk lingkungan bebas batu bara.
Pertanian di sini lebih dari sekadar mata pencaharian. Ia merupakan identitas budaya dan warisan yang terjaga secara turun-temurun. Sistem tanam dua kali setahun dengan padi, diselingi dengan tanaman musiman lain seperti bawang merah dan kacang panjang, menjadi pola hidup yang menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dan ekologi desa.
Upaya warga ini juga menjadi penolakan nyata terhadap pembangunan yang mengabaikan kelestarian lingkungan. Dengan menanam di lahan sengketa, warga menunjukkan bahwa tanah itu masih subur, dapat menghasilkan pangan, dan seharusnya dipertahankan. Aksi ini melawan narasi bahwa lahan tersebut sudah tidak produktif dan siap dialihfungsikan.
Dalam berbagai pertemuan dan aksi, warga menegaskan bahwa pembangunan energi kotor tidak boleh mengorbankan pertanian dan sumber pangan lokal.
Baca Juga: Mempertanyakan Sejauh Mana Ketaatan Pengelola PLTU dalam Menjalankan Perlindungan Lingkungan Hidup
Bagaimana Dampak Negatif PLTU Cirebon terhadap Perekonomian Warga Sekitar?
"Bagi warga Desa Mekrasari, mengolah lahan sudah menjadi budaya turun temurun. Proses
menanam dan merawat yang dilakukan sepanjang tahun secara berulang. Hal ini menjadi bagian
penting dari sumber kehidupan yang mesti dilindungi secara terus menerus, bukan malah dirubah fungsinya menjadi lahan yang ditanami beton dan besi. Bertani adalah urat nadi kehidupan mereka dalam menggantungkan harapan
dan masa depan," demikian dikutip dari dokumen WALHI Jabar, diakses Jumat, 16 Mei 2025.
WALHI Jawa Barat menyoroti pertanian sebagai strategi perlawanan yang efektif. Bertani adalah tindakan ekologis sekaligus politik yang menolak dominasi proyek industri energi kotor batu bara. Pertanian di Mekarsari bukan sekadar aktivitas ekonomi, tetapi pernyataan keras atas hak hidup dan lingkungan sehat.
Para petani di Desa Mekarwangi bukan memperjuangkan lahan saja, tetapi juga soal keberlanjutan. PLTU batu bara berpotensi mencemari udara, air, dan tanah dengan limbah berbahaya, yang pada gilirannya mengancam sistem pertanian lokal dan kesehatan masyarakat. Dengan mempertahankan pertanian, warga menolak dampak negatif.
Dalam konteks perubahan iklim global, aksi warga yang tergabung dalam Jatayu semakin penting. PLTU yang memproduksi jutaan ton karbon setiap tahun menjadi penyebab utama pemanasan global. Dengan terus bertani secara berkelanjutan, warga Mekarsari mengirim pesan bahwa energi bersih dan kelestarian lingkungan harus menjadi pilihan utama pembangunan.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain tentang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara