• Lingkungan Hidup
  • Mempertanyakan Sejauh Mana Ketaatan Pengelola PLTU dalam Menjalankan Perlindungan Lingkungan Hidup

Mempertanyakan Sejauh Mana Ketaatan Pengelola PLTU dalam Menjalankan Perlindungan Lingkungan Hidup

Kementrian LHK diminta membuka dokumen lingkungan serta tingkat kepatuhan PLTU terhadap pemantauan emisi gas rumah kaca dan pengelolaan limbah B3.

Perahu nelayan melewati PLTU Cirebon 1 di perairan pantai utara Cirebon, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, 4 Januari 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Iman Herdiana6 Mei 2025


BandungBergerak.idPengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Pulau Jawa menjadi sorotan publik. Senin, 28 April 2025, dosen Hukum Lingkungan dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, I Gusti Agung Made Wardana, bersama jaringan LBH-YLBHI se-Jawa, mengajukan permohonan informasi publik kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Permohonan tersebut menyoroti 16 PLTU yang dinilai berdampak besar terhadap lingkungan.

Informasi yang diminta mencakup dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Izin Lingkungan, laporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup, serta dokumen kelayakan lingkungan. Tak hanya itu, pemohon juga menuntut hasil pengukuran emisi melalui sistem pemantauan emisi berkelanjutan (CEMS), serta laporan pengelolaan limbah B3.

Tujuan permintaan informasi ini untuk mengungkap sejauh mana ketaatan pengelola PLTU terhadap kewajiban hukum dan prinsip perlindungan lingkungan hidup. Permintaan informasi ini mencakup 16 PLTU besar di Jawa, mulai dari PLTU Kendal, PLTU Suralaya, PLTU Paiton unit 1 sampai dengan unit 9, PLTU Cirebon, PLTU Tanjung Jati B, PLTU Cilacap, PLTU Pacitan, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Adipala, PLTU Indramayu, PLTU Labuan, PLTU Jawa Tengah, PLTU Jawa-7, PLTU Tanjung Awar-Awar, PLTU Rembang, dan PLTU Banten.

I Gusti Agung Made Wardana, akrab disapa Igam, menekankan bahwa permohonan ini bertujuan untuk mengkaji secara komprehensif proses penyusunan dokumen lingkungan serta tingkat kepatuhan PLTU terhadap pemantauan emisi gas rumah kaca dan pengelolaan limbah B3. Ia menggarisbawahi pentingnya dokumen AMDAL dalam menghadirkan analisis perubahan iklim yang memadai.

"Perkembangan pengetahuan terbaru menyebutkan bahwa analisis perubahan iklim harus dimasukkan ke dalam AMDAL," jelas Igam, dalam keterangan resmi.

Menurutnya, proyek PLTU harus menunjukkan dampaknya terhadap perubahan iklim dan memiliki bukti teknis atas kepatuhan terhadap pengendalian emisi dan limbah berbahaya. Igam juga menggarisbawahi urgensi permohonan ini dengan merujuk pada sejumlah putusan pengadilan yang seharusnya menjadi rujukan pemerintah.

Ia menyebut Putusan Citizen Lawsuit soal polusi udara Jakarta, perkara Edy Kusworo di Papua yang mempermasalahkan tidak diintegrasikannya analisis perubahan iklim ke dalam AMDAL, serta putusan terkait PLTU Tanjung Jati di Bandung. Dalam putusan terakhir, hakim menyatakan bahwa ketiadaan analisis perubahan iklim dalam AMDAL merupakan cacat substansi yang menyebabkan izin lingkungan yang dihasilkan menjadi cacat dan layak dicabut.

Sorotan terhadap KLHK juga datang dari Alif Fauzi Nurwidiastomo, Pengacara Publik dari LBH Jakarta. Ia menyoroti rendahnya kualitas pelayanan publik KLHK dalam merespons surat permohonan.

"Kami sangat prihatin terhadap kualitas pelayanan publik Kemen LH karena ketidakjelasan tata persuratan yang ditujukan kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Lingkungan Hidup,” kata Alif.

Alif menilai permohonan ini sebagai bentuk uji kepatuhan terhadap PLTU, khususnya terkait pelaporan emisi dan pengelolaan dampak lingkungan. Ia juga mengaitkan permohonan ini dengan putusan Mahkamah Agung terkait polusi udara Jakarta, di mana Menteri Lingkungan Hidup sebagai Tergugat II diwajibkan menginventarisasi emisi lintas batas provinsi.

Danang Kurnia Awami, Pengacara Publik dari LBH Yogyakarta dan kuasa hukum para pemohon, menyoroti dampak langsung PLTU terhadap masyarakat di sekitar tapak proyek. Menurutnya, warga sering kali tidak memahami bagaimana PLTU dibangun, beroperasi, dan apa saja kewajiban pengelolanya terhadap lingkungan dan masyarakat.

"Warga selalu punya pendirian yang kokoh tentang pentingnya hak atas lingkungan hidup," ujar Danang.

Ia menekankan bahwa dua aspek penting dalam hak atas lingkungan hidup adalah hak atas informasi dan hak atas partisipasi. Tanpa akses informasi, partisipasi publik tidak akan bermakna.

Baca Juga: Bagaimana Dampak Negatif PLTU Cirebon terhadap Perekonomian Warga Sekitar?
Memastikan Masa Depan Pekerja Ketika PLTU Cirebon Dipensiunkan

Danang juga menyoroti pentingnya keterlibatan akademisi seperti Wardana dalam membaca dokumen-dokumen teknis secara menyeluruh dan menyederhanakannya untuk publik.

Permohonan informasi tersebut adalah langkah awal untuk membaca bagaimana dokumen lingkungan bekerja. Harapannya, informasi ini bisa menunjukkan kesesuaian antara dokumen dan kenyataan.

Menurut Danang, partisipasi publik yang bermakna hanya mungkin terwujud jika akses informasi dibuka seluas-luasnya, terlebih dalam isu polusi udara yang menyangkut masa depan generasi mendatang.

Di tengah ancaman serius polusi udara yang ditimbulkan oleh PLTU, permintaan keterbukaan informasi ini menjadi langkah strategis dalam mendorong akuntabilitas pengelolaan lingkungan. Negara berkewajiban menjamin hak warga atas lingkungan hidup yang sehat, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (7) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 dan Pasal 34 ayat (3) Peraturan Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2021, yang mengharuskan pemberian informasi publik dalam jangka waktu maksimal sepuluh hari kerja.

Menurut Alif dari LBH Jakarta, tidak ada alasan hukum yang sah bagi KLHK untuk menolak permohonan ini. Ia merujuk pada putusan Mahkamah Agung Nomor 985K/Pdt.Sus-KIP/2024 yang menyatakan bahwa informasi lingkungan hidup bukanlah informasi yang dikecualikan.

"Informasi yang diminta penting untuk menjamin hak-hak publik dalam konteks lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pemenuhan hak asasi manusia," tegasnya.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain tentang Proyek Strategis Nasional

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//