• Berita
  • Memastikan Masa Depan Pekerja Ketika PLTU Cirebon Dipensiunkan

Memastikan Masa Depan Pekerja Ketika PLTU Cirebon Dipensiunkan

PLTU Cirebon akan pensiun dini sebagai keharusan mengurangi pencemaran dan pemanasan global. Nasib para pekerja mesti dijamin.

Gundukan butiran garam siap panen di atas lahan tambak garam berjarak 100 meter dari PLTU II Cirebon, Desember 2023. (Foto: Siti Hannah Alaydrus)

Penulis Awla Rajul5 Mei 2024


BandungBergerak.id - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon, Jawa Barat akan pensiun dini pada 2035 mendatang, tujuh tahun lebih cepat dari perencanaan awal. Pembangkit listrik tenaga fosil ini disuntik mati bersamaan dengan pendanaan internasional dari Asian Development Bank (ADB) melalui Energy Transition Mechanism (ETM) maupun Just Energy Transition Mechanism (JETP). Pensiun dini PLTU memang menjadi kabar baik, namun para pekerja PLTU yang akan terdampak pascapensiun dini tidak boleh luput dari perhatian.

Peneliti dari Center for Economic and Development studies (CEDs) FEB Unpad Viktor Pirnama menyebutkan, pensiun dini PLTU Cirebon harus memitigasi segera perihal dampak ketenagakerjaan. Jika tidak dimitigasi secara bersamaan, pasti akan ada dampak yang dirasakan baik secara mendalam maupun jangka panjang.

“Kalau tadi ada mitigasi perencanaan ketika pensiun dini ini, masyarakat yang bekerja di PLTU langsung itu diinventarisir, yang terkait dengan PLTU, kerja di PLTU, maupun nelayan, petani, itu harus diiventarisir secara aturan. Lalu di-tracer study, dilihat potensi mereka itu ada di mana,” ungkap Viktor pada diskusi terpumpun mengenai Transisi Energi yang dilakukan LBH Bandung, Senin, 29 April 2024.

Proyek Strategis Nasional PLTU Cirebon berada di pesisir, pascapensiun dini masyarakat sekitar bisa saja memajukan potensi wisata bahari. Selain itu, kekayaan alam yang dimiliki perlu dipulihkan pascapensiun dini oleh perusahaan, sebagai tanggung jawabnya pada kerusakan alam. Viktor optimis terkait ini.

Viktor memberi kisah sukses kota Kitakyushu, Jepang yang berhasil memulihkan kondisi lingkungannya. Pada tahun 60an, udara di kota buruk sekali akibat industri yang polutif. Pemerintah kota itu kemudian memajukan industri daur ulang dan memukul mundur industri yang polutif secara aturan dengan sendirinya.

“Mengusahakan pertumbuhan ekonomi itu bisa seiring dengan peningkatan kualitas lingkungan. Setelah PLTU pensiun, apakah bisa direstore lagi? Saya rasa dengan komitmen kelembagaan bisa. Dan akan memunculkan potensi lainnya, seperti potensi wisata bahari. Masyarakat juga punya kearifan lokal dan potensi yang bisa dikembangkan,” ungkap Viktor, percaya.

Di samping itu, Viktor menyebutkan bahwa industri energi, seperti PLTU bukanlah industri yang padat karya, melainkan padat modal. Pembangunan dan operasional PLTU membutuhkan investasi besar dalam bentuk peralatan, teknologi, dan infrastruktur yang mahal. Meskipun memerlukan tenaga kerja untuk operasi dan pemeliharaan, jumlah tenaga kerja yang diperlukan tidak sebesar investasi modal yang dikeluarkan. Lantaran industri ini lebih banyak banyak berinvestasi ke teknologi dan otomatisasi dibanding tenaga kerja.

Namun begitu, wacana transisi energi yang tengah digaungkan oleh pemerintah dan global, penting untuk ditelaah. Selain untuk keberlanjutan dan pengurangan dampak lingkungan, transisi dari PLTU batubara ke energi terbarukan akan membuka potensi ekonomi baru melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT).

Viktor memberi catatan, batubara memanglah komoditas yang murah. Namun, ada biaya lain yang perlu dihitung dan membutuhkan biaya tinggi. Sebab, sektor listrik merupakan sektor dengan biaya lingkungan dari polusi udara tertinggi, yaitu sekitar 47,86 trilliun rupiah atau 13,74 persen dari total nilai biaya degradasi lingkungan.

Viktor memberi penekanan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab tidak hanya pada mitigasi jangka pendek, tetapi juga mempersiapkan masyarakat dan ekonomi lokal untuk keberlanjutan jangka panjang setelah penutupan PLTU. Transisi energi yang adil, kesetaraan dan inklusi, mitigasi dampak negatif, hingga transformasi sistemik menjadi kebutuhan dalam transisi energi yang berkeadilan.

“Transisi energi yang adil di Jawa Barat merupakan proses yang kompleks, namun juga penting untuk menjamin kesinambungan lingkungan dan ekonomi. Stakeholders seluruh kepentingan, baik itu masyarakat, pengusaha, dan pemerintah itu mau duduk bareng untuk merencanakan dan membuat satu platform yang berkomitmen bergerak ke arah yang berwawasan lingkungan,” ungkap Viktor.

Baca Juga: Pegiat Lingkungan Jawa Barat Menagih Hutan yang Hilang di Cisokan
Mempertanyakan Hak-hak Publik dalam Operasional Kereta Cepat Whoosh dan Proyek Infrastruktur Lainnya
Bandara Kertajati masih Dihinggapi Sepi, Warga Berharap ada Banyak Moda Transportasi

Pensiun Dini Menguntungkan Perekonomian

Yayasan Indonesia CERAH dengan Center of Economic and Law Studies (CELIOS) melakukan sebuah studi yang berjudul Dampak Pensiun Dini PLTU terhadap Perekonomian. Penelitian tersebut menemukan bahwa pensiun dini PLTU batu bara yang secara bersamaan digantikan dengan pembangkit listrik energi terbarukan lebih menguntungkan secara ekonomi. Studi pemodelan dengan dua skenario dilakukan pada PLTU Cirebon 1, PLTU Pelabuhan Ratu, dan PLTU Suralaya.

Ekonom dan Direktur CELIOS Bhima Yudhistira menyebukan, dampak ekonomi dari penutupan PLTU sangat bergantung dengan upaya mitigasi, kesiapan regulasi, dan komitmen percepatan pembangkit energi terbarukan. Isu pensiun dini sering terhambat sebab dinilai akan berdampak negatif pada perekonomian, tenaga kerja, hingga hilangnya pekerjaan masyarakat lokal dan pengusaha.

Dalam studi tersebut, skenario pertama saat pensiun dini PLTU berjalan tanpa diiringi percepatan pembangunan pembangkit energi terbarukan akan berisiko menurunkan PDB sebesar 3,96 triliun rupiah, menciptakan risiko pengurangan tenaga kerja hingga 14.022 orang, dan meningkatkan jumlah penduduk miskin 3.373 orang.

“Sementara skenario ke-2 di mana penutupan PLTU batu bara dibarengi dengan pembangunan pembangkit energi terbarukan justru mampu menyumbang ekonomi 82,6 triliun (rupiah), menyerap 639 ribu tenaga kerja hingga menurunkan kemiskinan 153.755 orang secara nasional,” kata Bhima dikutip dari siaran pers CELIOS.

Pegiat ketenagakerjaan dan keselatam kerja dari Local Initiative for OSH Network (LION) Indonesia Ajat Sudrajat menerangkan, untuk mencapai transisi energi yang ideal, berkelanjutan, dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi pekerja terdapat beberapa pendekatan. Beberapa pendakatannya di antaranya, penghormatan hak pekerja, jaminan bekerja kembali, pelibatan pekerja dan serikat dalam mengantisipasi peralihan pekerjaan, pengembangan keahlian melalui pelatihan kerja untuk kebutuhan industri greenjob, perlidungan K3, dan perlindungan sosial.

“Pemerintah memiliki peran dan harus mulai melakukan langkah untuk memastikan masa depan para pekerja di tempat-tempat PLTU yang akan pensiun dini,” kata Ajat.

Ia juga sependapat dengan Viktor Pirnama, bahwa PLTU merupakan industri padat modal. Dampak lingkungan yang timbul dari industri sangat tinggi. Sehingga, wacana pensiun dini bisa disegerakan. Para pekerja yang akan terdampak pensiun dini dinilai harus mendapatkan pelatihan greenjob sebagai nilai tukar pada industri energi terbarukan yang akan datang.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Proyek Strategis Nasional

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//