• Berita
  • Peringatan Nakba di Bandung, Menghidupkan Kembali Bandung Spirit lewat Seni

Peringatan Nakba di Bandung, Menghidupkan Kembali Bandung Spirit lewat Seni

Seni itu punya kekuatan mengganggu. Ia mengusik mata, telinga, dan hati.

Aksi memperingati Nakba Day di Kota Bandung, Sabtu, 17 Mei 2025. (Foto: Abdullah Dhienullah/BandungBergerak)

Penulis Olivia A. Margareth21 Mei 2025


BandungBergerak - Sejumlah seniman, aktivis, komunitas, dan warga menggelar aksi solidaritas bertajuk “Bandung Spirit for Palestine”, memperingati 77 Tahun Nakba Day, hari bencana bagi Palestina, di jantung Kota Bandung, Sabtu, 17 Mei 2025 sore. Dari Monumen Prasasti Dasasila Bandung yang menjadi simbol semangat solidaritas Konferensi Asia Afrika 1995, mereka berjalan kaki menyusuri Jalan Asia Afrika menuju Palestina Walk di samping Alun-alun. 

Dalam peringatan itu, seni menjadi bahasa perlawanan. Peserta aksi mengangkat poster, melantangkan orasi, juga menampilkan pantomim. Aksi-aksi tersebut menjadi simbol bahwa Semangat Bandung untuk menolak penjajahan masih hidup. Sekaligus mengingatkan bahwa kolonialisme hari ini bisa menjelma dalam berbagai wajah, baik di Palestina maupun di kota ini sendiri. 

Di Bandung, peringatan Nakba tidak terbatas hanya tentang Palestina. Aksi ini menjadi cermin untuk melihat situasi di dalam negeri. Kasus-kasus penggusuran adalah bentuk kolonialisme gaya baru: perampasan ruang atas nama pembangunan. Dan d tengah represi dan kelelahan sosial, seni menjadi ruang perlawanan yang lembut namun kuat. 

“Seni itu punya kekuatan mengganggu. Ia mengusik mata, telinga, dan hati. Tapi dari gangguan itu akan ada reaksi. Dan reaksi itu bisa membangkitkan empati yang sudah lama terkubur,” ujar Wanggi, seniman pantomim yang juga aktivis. 

Bentuk gangguan yang dimaksud tidak harus besar atau frontal. Bisa sesederhana poster di dinding, pantomim di trotoar, atau unggahan di media sosial. Wanggi mencontohkan bagaimana dia sering dianggap “berisik” di Instagram karena membanjiri story dengan konten Palestina. Namun justru dari kebisingan itu, pesan bisa sampai. 

Seni, menurut Wanggi, juga punya kekuatan sebagai ingatan kolektif. Ia tidak hilang begitu saja. Gerakan seni dapat meninggalkan jejak dalam bentuk visual, suara, atau simbol. Keffiyeh misalnya, kain khas Palestina, dilihat bukan hanya sebagai produk budaya, tetapi juga simbol perlawanan yang kuat karena diproduksi dengan nilai seni. Ketika aktivisme formal kerap terbentur batas legal atau politik, saat itulah seni merobohkan tembok-temboknya. 

“Aktivisme dan seni tidak terpisah,” tegas Wanggi. “Aktivisme seharusnya jadi keseharian. Sama seperti seni.”

Peringatan Nakba merupakan aksi terkini solidaritas terhadap Palestina yang digelar di Bandung. Sebelumnya, beragam aksi sudah dilakukan. Mulai dari pementasan dan pameran seni, diskusi, penggalangan dana, sampai demonstrasi. Berbagai elemen masyarakat ambil bagian. 

Solidaritas tidak harus selalu tampil dalam bentuk demonstrasi besar-besaran. Ia bisa hadir dalam bentuk seni, dalam suara kecil yang terus menyala, dan dalam penolakan terhadap diam. Dalam konteks ini, dukungan terhadap Palestina juga menjadi refleksi terhadap situasi di dalam negeri: bahwa perjuangan melawan ketidakadilan tidak pernah jauh dari keseharian kita sendiri.

Aksi memperingati Nakba Day di Palestine Walk, Kota Bandung, Sabtu, 17 Mei 2025. (Foto: Abdullah Dienullah/BandungBergerak)
Aksi memperingati Nakba Day di Palestine Walk, Kota Bandung, Sabtu, 17 Mei 2025. (Foto: Abdullah Dienullah/BandungBergerak)

Baca Juga: Palestina dalam Dekapan Bandung
Pameran Seni Menolak Genosida Israel di Tanah Palestina

Nakba, Tragedi yang Masih Berlangsung

Nakba Day diperingati setiap tanggal 15 Mei. Nakba, yang berarti “bencana” dalam bahasa Arab, merujuk pada pengusiran massal warga Palestina pada tahun 1948, bersamaan dengan deklarasi berdirinya negara Israel. Namun ini lebih dari ‘sekadar’ sejarah. Pendudukan Israel terus meluas, dan wilayah Palestina yang dulu dijanjikan melalui Resolusi PBB 181 kini tersisa sekitar 15 persen.

“Nyatanya pengusiran masih itu terus berlangsung, wilayah Palestina semakin kecil,” tutur Dina Sulaeman, dosen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad). 

Dina juga menyoroti propaganda besar-besaran yang dilakukan oleh Israel selama puluhan tahun untuk menghapus fakta sejarah tersebut dari kesadaran publik global. Karena itu, peringatan Nakba penting bukan hanya untuk solidaritas simbolik, tapi juga untuk melawan pengaburan sejarah.

Sayangnya, peringatan Nakba Day justru lebih banyak dilakukan di negara Barat seperti Inggris, Kanada, dan Belanda. Di Indonesia, tuan rumah bagi Konferensi Asia Afrika yang secara tegas memberikan pembelaan bagi Palestina, suara publik memperingati Nakba Day belum terlalu menggema. 

“Padahal kita punya utang sejarah terhadap Palestina,” kata Dina, merujuk keaktifan Palestina membantu diplomasi Indonesia di Timur Tengah saat memperjuangkan pengakuan kemerdekaan.

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//