• Kampus
  • Montaj 2025: Mengenal Cinta dalam Ragam Cerita

Montaj 2025: Mengenal Cinta dalam Ragam Cerita

Layar Mipir Bandung atau Montaj 2025 hanya menjadi ruang refleksi. Film-film tak hanya menghibur, tapi juga menyentuh dan menyadarkan.

Diskusi Movie Event Padjadjaran (Montaj) 2025 yang diselenggarakan Program Studi Televisi dan Film Universitas Padjadjaran (Unpad), 17 Mei 2025. (Foto: Wilda Nabila/BandungBergerak)

Penulis Wilda Nabila Yoga 23 Mei 2025


BandungBergerak.idIndustri film pendek di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dan perkembangan pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya komunitas film independen serta maraknya festival-festival film yang menayangkan karya-karya film pendek.

Salah satu ajang yang mendukung pertumbuhan ini adalah Movie Event Padjadjaran (Montaj). Acara tahunan ini diselenggarakan oleh Program Studi Televisi dan Film Universitas Padjadjaran (Unpad) sebagai bagian dari Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Bisnis Film untuk mahasiswa semester 6. Seluruh angkatan turut terlibat dalam pelaksanaan festival ini.

Seperti festival film lainnya, Montaj bertujuan untuk mengapresiasi karya-karya film pendek. Tahun ini menjadi tahun keempat penyelenggaraan Montaj, yang terdiri dari berbagai rangkaian kegiatan mulai dari pre-event hingga main event.

Kimi (20 tahun), selaku Festival Director Montaj, menjelaskan bahwa tahun ini Montaj mengusung tema “Hierarchy of Needs”, yang dibingkai dalam tajuk “Frame of Mind.”

“Jadi, Hierarchy of Needs itu adalah lima tingkat kebutuhan manusia dari ada fisiologis, kebutuhan love and belongings, self-esteem, safety needs, yang paling atas itu di mana dia bisa mengaktualisasi diri,” jelas Kimi.

Baca Juga: Dilema Adegan Film yang Lewat di TikTok, Nonton
Film Preserving the Seke: Menggagas Kawasan Gedong Cai Cibadak, Ledeng, sebagai Laboratorium Alam

Layar Mipir Bandung

Salah satu rangkaian pre-event Montaj tahun ini adalah Layar Mipir Bandung. Acara ini berfokus pada pemutaran dan diskusi lima film pendek terbaik dari berbagai komunitas film di Bandung. Kelima film tersebut memiliki benang merah yang sama, yaitu menggambarkan salah satu tingkat kebutuhan manusia dalam teori Hierarchy of Needs: “Love and Belongings”.

Film-film yang diputar dalam acara ini adalah: A Silent of Symphony (2024), disutradarai oleh Kim Sendy; Tepat Tiga Tahun (2024), disutradarai oleh Rendy Al Farizki; Romansa di Balik Pagar Akal (2023), disutradarai oleh Rifqi Asha; Ai Kamu A.I. Aku (2022), disutradarai oleh Yudha Aji Wiratama Sukijo; dan Sasak Pengiriman (2022), disutradarai oleh Muhammad Thoriqul Ihsan.

Kelima film tersebut menyajikan ragam interpretasi cinta—baik dalam hubungan pasangan, pertemanan, keluarga, maupun bentuk cinta lainnya. Pemutaran film diawali dengan sesi nonton bersama, kemudian dilanjutkan dengan talkshow dan tanya jawab dengan para sutradara. Setiap film memiliki latar belakang cerita yang berbeda-beda. Salah satunya, Sasak Pengiriman, mengisahkan pergulatan seorang ibu tunggal yang bekerja sebagai kurir, sekaligus harus mengurus anak dan ibunya.

“Sebetulnya film itu ditulis waktu banyak banget isu tentang orang tua yang membuang anaknya, membunuh anaknya. Nah di situ, aku mencari tau kalau sebetulnya tugas dan fungsi seorang ibu tuh apa ya? Tapi ternyata tugas seorang ibu tuh mengantarkan. Nah, mengantarkan anak-anaknya menjadi anak yang pinter, soleh, berbakti. Jadi, dari kata mengantarkan itu, aku nyari objek yang paling mendekati dengan kata mengantarkan, yaitu kurir,” jelas sang sutradara pada sesi talkshow.

Berbeda dari Sasak Pengiriman, film A Silent of Symphony menggambarkan sisi pahit cinta, tentang kehilangan dan duka mendalam. Film ini bercerita tentang seorang pria yang mengalami fase depresi setelah kehilangan istrinya.

Meskipun kelima film tersebut bertema besar cinta, tiap film hadir dengan cerita dan kemasan yang unik. Hal inilah yang membuatnya berkesan bagi para penonton.

Jihan (21 tahun), salah satu pengunjung, mengaku paling terkesan dengan film Romansa di Balik Pagar Akal. “Romansa Di Balik Pagar Akal deh kayaknya. Soalnya menarik aja sih ngangkat cinta dari pandangan ODGJ jadi something new aja buat aku,” ucap Jihan.

Jihan juga menambahkan bahwa film bisa menjadi medium untuk membuka perspektif baru—menghadirkan pengalaman dan perasaan yang belum pernah dirasakan, bahkan tak pernah terpikirkan sebelumnya.

“Kalau dari film itu (Romansa Di Balik Pagar Akal) sih aku mikirnya sebesar apa sih probabilitas aku untuk tau ada kisah cinta Adul dan Pia di penampungan ODGJ? Tapi dengan adanya filmmaker, aku jadi bisa tau itu semua,” tambahnya.

Melalui Layar Mipir Bandung, Montaj 2025 tidak hanya menjadi ajang apresiasi, tetapi juga ruang refleksi. Film-film yang ditampilkan mampu membuka ruang diskusi tentang cinta dalam berbagai bentuk, latar belakang, dan kondisi. Ini menunjukkan bahwa film pendek tak hanya mampu menghibur, tapi juga menyentuh dan menyadarkan.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Wilda Nabila Yogaatau artikel-artikel lain tentang Nonton Film

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//