• Ruang Terbuka Hijau
  • Film Preserving the Seke: Menggagas Kawasan Gedong Cai Cibadak, Ledeng, sebagai Laboratorium Alam

Film Preserving the Seke: Menggagas Kawasan Gedong Cai Cibadak, Ledeng, sebagai Laboratorium Alam

Film "Preserving the Seke", yang menyuarakan pelestarian kawasan Gedong Cai Cibadak, Ledeng, digarap dalam kolaborasi antara seniman, budayawan, serta komunitas.

Isa Perkasa berkisah tentang ketamakan akan alih fungsi lahan dalam aksi pertunjukannya di peluncuran film Preserving the Séké di Bandung Creative Hub, Bandung, Sabtu (6/11/2021). Film yang menyampaikan pesan pelestarian lingkungan di kawasan Gedong Cai Ledeng ini dikemas dengan pendekatan seni budaya. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Virliya Putricantika7 November 2021


BandungBergerak.idFilm “Preserving the Séké”, yang diluncurkan di Bandung Creative Hub, Kota Bandung, Sabtu (6/11/2021) sore, menandai babak baru upaya mempertahankan kelestarian lingkungan Gedong Cai Cibadak, Ledeng. Lahir gagasan menjadikannya laboratorium alam, meski di saat yang sama malah bergulir juga wacana menjadikan sabuk hijau yang langka di Kota Bandung ini sebagai destinasi wisata.

“Preserving the Séké”, film dokumenter pendek yang menjadi film pertama Indonesia yang diputar di International Film Festival Manhattan (IFFM), menceritakan upaya mempertahankan seke atau mata air di sekitar kawasan Gedong Cai Cibadak. Kolaborasi yang melibatkan seniman, budayawan, serta komunitas-komunitas yang berada di Ledeng tersusun apik di setiap gambar dalam film berdurasi 11 menit ini.

“Saya sempat agak emosi karena di situ ada spanduk yang bertuliskan ‘Di sini akan di bangun pesantren internasional’ dengan tanda Panglima Santri Jawa Barat,” ungkap Poedji Irawan, produser film “Preserving the Séké” yang tergabung dengan komunitas Cinta Alam Indonesia (CAI) di wilayah Ledeng.

Film propaganda yang dikemas dengan pendekatan seni budaya ini diproduksi selama empat hari. Direncanakan, produksinya akan dilanjutkan untuk penayangan di Festival Film Indonesia mendatang.

Rencana alih fungsi lahan merupakan isu yang kencang bertiup di wilayah Kelurahan Ledeng dalam beberapa tahun terakhir. Bentuk kegiatan komersial yang disebut-sebut akan datang bermacam-macam. Mulai dari wahana permainan hingga hotel mewah.

Kelurahan Ledeng, yang selama ini hanya dikenal oleh sebagian besar masyarakat sebagai jalan penghubung menuju kawasan Lembang, melewati Terminal Ledeng dan Jalan Sersan Bajuri, menyimpan kekayaan yang sampai sekarang manfaatnya dinikmati masyarakat Bandung. Keberadaan bangunan cagar budaya Gedong Cai Cibadak yang berdiri sejak tahun 1921 menyimpan potensi untuk dijadikan laboratorium alam.

“Di seiris kecil Kota Bandung ini, kita masih punya hutan yang memiliki binatang dan tumbuhannya, yang buminya bisa bercerita banyak,” tutur T. Bachtiar, seorang geografiwan yang aktif di Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB).

Penamaan Cibadak sendiri muncul karena dahulu terdapat mata air yang sangat besar di kawasan Ledeng, yang hingga saat ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Baca Juga: Gedong Cai Cibadak, Riwayat “Ledeng” Pertama Kota Bandung
Melindungi Gedong Cai Cibadak dan Sabuk Hijau di Sekitarnya dari Kerakusan Pengembang
Warga Galang Pelestarian Gedong Cai Cibadak Bandung, Status Kepemilikan Tanah Belum Jelas

Ada juga cerita tentang kawasan yang hilang dan tidak diketahui oleh masyarakat yaitu Kampung Nagrak. Dalam bahasa Sunda, “nagrak” berarti tanah yang kering dan tandus. Kampung Nagrak, yang terakhir terlihat pada peta tahun 2009, merupakan bagian dari sejarah terbentuknya wilayah Bandung Purba akibat serangkaian kejadian alam yang terjadi ribuan tahun lalu. Letusan material dari Gunung Sunda dalam kurun waktu 128.000-105.000 tahun lalu itu mengendap di kawasan Kampung Nagrak yang menjadikan Ledeng memiki ketinggian di atas wilayah lainnya yang berada di Kota Bandung.

“Mari kita lestarikan surga yang tersisa,” ujar Bachtiar.

Gedong Cai Cibadak, yang tahun ini genap berusia satu abad, berada di Kampung Cidadap Girang, Ledeng, Kota Bandung, Minggu (26/9/2021). Selain masih memasok air baku, kawasan ini merupakan sabuk hijau harus dilindungi dari alih fungsi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Gedong Cai Cibadak, yang tahun ini genap berusia satu abad, berada di Kampung Cidadap Girang, Ledeng, Kota Bandung, Minggu (26/9/2021). Selain masih memasok air baku, kawasan ini merupakan sabuk hijau harus dilindungi dari alih fungsi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Destinasi Wisata

Wacana pelestarian kawasan hijau di sekitar Gedong Cai Cibadak, Ledeng, pernah juga muncul dari Pemerintah Kota Bandung. Pendekatan yang selalu dibawa adalah pengembangan kawasan sebagai salah satu destinasi wisata. Wacana inilah yang berulang kali disampaikan oleh siapa pun pejabat yang datang menengok Gedong Cai Cibadak yang berulang kali digoyang isu kepemilikan aset ini.

Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Bandung Kenny Dewi Kaniasari yang turut hadir dalam peluncuran film “Preserving the Séké” pun menyinggung adanya potensi pariwisata untuk destinasi wisatawan. Menurutnya, di masa pandemi seperti saat ini, masyarakat tidak melulu membutuhkan destinasi seperti urban tourism, melainkan destinasi luar ruangan yang lebih mengeksplorasi alam.

Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk memaksimalkan hutan yang tersisa di Ledeng juga diperlukan. Pengelolaan kawasan yang dapat dijadikan cagar budaya mulai dari bangunan heritage, mata air, hingga flora dan fauna yang ada di hutan Ledeng, bisa dikemas secara lebih baik lagi.

Ditegaskan Kenny, kualitas pariwisata yang dikedepankan oleh Disbudpar Kota Bandung saat ini memperhatikan keberlangsungan dan keberlanjutan lingkungan. Potensi pariwisata di Bandung Utara dapat dijadikan edukasi alam, ecotourism, dan geotourism. Nantinya, tidak hanya warga lokal, para wisatawan pun turut diajak menjaga kawasan hutan yang tersisa.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//