• Ruang Terbuka Hijau
  • Melindungi Gedong Cai Cibadak dan Sabuk Hijau di Sekitarnya dari Kerakusan Pengembang

Melindungi Gedong Cai Cibadak dan Sabuk Hijau di Sekitarnya dari Kerakusan Pengembang

Kawasan Gedong Cai Cibadak bukan hanya berfungsi sebagai pemasok air bersih bagi ratusan rumah warga. Lingkungannya yang asri menjadi sabuk hijau di Bandung utara.

Gedong Cai Cibadak, yang tahun ini genap berusia satu abad, berada di Kampung Cidadap Girang, Ledeng, Kota Bandung, Minggu (26/9/2021). Selain masih memasok air baku, kawasan ini merupakan sabuk hijau harus dilindungi dari alih fungsi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Putra Wahyu Purnomo27 September 2021


BandungBergerak.id - Kawasan Gedong Cai Cibadak, yang tahun ini genap berusia satu abad, harus dilindungi dari kerakusan pengembang. Bukan hanya berfungsi sebagai pemasok air bersih bagi ratusan rumah, kawasan di Cidadap Girang, Ledeng, Kota Bandung ini juga memiliki ekosistem alami yang menjadi sabuk hijau yang kian langka keberadaannya di Bandung utara.

Kawasan Gedong Cai Cibadak tidak pernah sepi dari sengketa. Salah satu pangkal persoalan adalah ketidakjelasan status kepemilikan lahan. Lima tahun lalu, misalnya, Gedong Cai Cibadak ikut terseret dalam kedatangan investasi pembangunan hotel megah di seberangnya. Pada kurun waktu yang sama, berseliweran juga rencana pembangunan taman kota yang tak jelas pelaksanaannya.  

Yang makin jelas dirasakan oleh warga adalah pembangunan di sekitar kawasan yang kian massif. Tren inilah yang dikhawatirkan bakal berdampak buruk pada kawasan Gedong Cai Cibadak dan ekosistem alam di sekitarnya yang mencakup 50-an jenis bambu, beberapa jenis pohon langka, dan beberapa hewan seperti landak, burung rajaudang, dan elang.

"Nah, masalahnya kan ini sudah dikuasai korporasi swasta. Kalau (lahan) di atas sini mungkin masih (dimiliki) PDAM (Tirtawening Bandung), tapi yang di bawah (hutan) itu masalahnya," tutur Hawe Setiawan saat ditemui di kawasan Gedong Cai Cibadak, Minggu (26/9/2021).

Siang itu Hawe melakukan ekspedisi di sekitar kawasan Gedong Cai Cibadak bersama para pemuda Cidadap Girang dan pecinta lingkungan. Turut dalam rombongan itu, T. Bachtiar, penulis dan geografiwan yang aktif berkegiatan di Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB).

Hawe Setiawan, penulis sekaligus dosen peneliti, saat ini terlibat aktif dalam usaha bersama warga Cidadap Girang untuk mempertahankan kawasan Gedong Cai Cibadak dari perusakan akibat pembangunan. Salah satu langkah awalnya adalah mengumpulkan data tentang kekayaan alam di kawasan ini. Yang tak kalah penting, pemerintah diharapkan mau untuk menetapkan kawasan tersebut sebagai cagar budaya agar ekosistem dan keberagaman flora dan faunanya terjaga.

"Sebagai bagian dari sabuk hijau Bandung Utara, tinggal (kawasan Gedong Cai Bandung) ini saya kira yang bersisa," ujar Hawe yang menulis buku Tanah Air Sunda.

Gedong Cai Cibadak, di era kolonial, mampu memasok air bersih hingga ke instalasi Badak Singa yang ada di wilayah Lebak Siliwangi, Coblong, Kota Bandung. Ketika itu sumber air baku masih melimpah ruah. Saat ini, aliran air bersih dari Gedong Cai Cibadak hanya bisa menjangkau kawasan Cipaganti. Penyusutan ini banyak dipengaruhi oleh alih fungsi lahan menjadi kompleks komersial dan permukiman.

"Sudah banyak bangunan di atas. Yang harusnya dulu tuh jadi taman kota, cuman yang namanya oknum-oknum pengusaha, jadilah sekarang pembangunan pemukiman," kata Budi Nugraha, salah satu tokoh pemuda di Cidadap Girang.

Pembangunan yang kian marak di Cidadap Girang akhirnya membenturkan pihak pengembang swasta dengan warga. Mempertahankan kelestarian kawasan Gedong Cai Cibadak diyakini warga sebagai pilihan terbaik.

T Bachtiar dan Hawe Setiawan, bersama pemuda Cidadap Girang dan aktivis lingkungan, menyusuri kawasan sekitar Gedong Cai Cibadak yang berfungsi sebagai sabuk hijau di Bandung utara. (Foto: Putra Wahyu Purnomo/BandungBergerak.id)
T Bachtiar dan Hawe Setiawan, bersama pemuda Cidadap Girang dan aktivis lingkungan, menyusuri kawasan sekitar Gedong Cai Cibadak yang berfungsi sebagai sabuk hijau di Bandung utara. (Foto: Putra Wahyu Purnomo/BandungBergerak.id)

Sumbangan bagi Dunia

Di sepanjang perjalanan Minggu siang itu, T. Bachtiar menyampaikan banyak informasi kebumian tentang kawasan di sekitar Gedong Cai Cibadak. Lapis-lapis batuan di pinggir sungai yang mengalir di dasar lembah curam, tersingkap riwayat pembentukan kawasan tersebut. Ada batuan yang terbentuk oleh letusan gunung api pada 500 ribu tahun lalu, dan disusul letusan 105 ribu tahun lalu.  Di atas keduanya, ditemukan lapisan abu letusan Tangkuban Parahu. 

T. Bachtiar juga menekankan pentingnya usaha menjaga sebuah ekosistem demi kepentingan bersama. Apalagi, selain bisa menjadi laboratorium alam yang banyak manfaatnya, kawasan Gedong Cai Cibadak ini merupakan satu dari sedikit sabuk hijau alami yang masih tersisa di Bandung. Sumbangan kawasan ini tidak saja dirasakan oleh warga sekitar, tapi juga warga dunia secara luas.

"Ini sabuk hijau yang luar biasa, dan perannya bukan hanya untuk Babakan atau Cidadap. Kecil-lah Babakan, Cidadap mah, dunia ieu," ungkapnya.

Menurut Bachtiar, upaya menjaga kawasan Gedong Cai Cibadak tetap asli ekosistemnya, sedikit banyak akan membawa dampak baik dalam menghadapi perubahan iklim yang sedang terjadi.

Baca Juga: Selain Penanaman Pohon, Pemkot Bandung Disarankan Menambah Luas RTH
Sidak Penegakan Aturan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung Minim
Akar Masalah DAS Citepus Bukanlah Sampah melainkan Tata Ruang

Janji-janji Pemkot Bandung

Pada 24 Agustus 2020, Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana meninjau Gedong Cai Cibadak. Ia menyebut bahwa Pemkot Bandung memiliki rencana membangun ruang publik di sekitar kompleks bersejarah tersebut.

"Saya berharap PDAM sebagai perusahaan daerahnya Pemkot Bandung bisa mengaktivasi lagi dan memelihara tempat ini. Di sekitar sini pun bagus juga untuk wisata alam," kata Yana dalam siaran persnya.

Sebulan kemudian, tepatnya 23 September 2020, Yana kembali mendatangi Gedong Cai Cibadak. Lagi-lagi ia mengobral janji. Kali ini, membuat akses jalan agar “mempermudah masyarakat untuk berkunjung ke tempat tersebut”. Namun, di hari itu, Yana menyebut juga permasalahan serius yang telah lama membelit pengelolaan kawasan tersebut, yakni status kepemilikan lahan.

“Kita ingin memastikan dulu status tanahnya. Kalau status tanahnya sudah jelas, dan milik Pemkot Bandung, Insyaallah secepatnya (dibangun),” tuturnya. 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//