Warga Galang Pelestarian Gedong Cai Cibadak Bandung, Status Kepemilikan Tanah Belum Jelas
Hingga kini, belum ada kelanjutan dari Pemkot Bandung mengenai inventarisir status kepemilikan mata air Cibadak yang terancam pembangunan permukiman elit.
Penulis Iman Herdiana30 September 2021
BandungBergerak.id - Gedong Cai Cibadak adalah satu dari sekian banyak mata air di Kota Bandung yang masih tersisa. Tetapi keberadaan mata air yang dibangun zaman Belanda itu bukan berarti bebas dari ancaman. Untuk menjaga dan melestarikan Gedong Cai Cibadak, warga Bandung menggalang dukungan lewat petisi online Change.org.
Petisi digagas budayawan Sunda sekaligus dosen sastra Unpas, Hawe Setiawan, dan ditujukan kepada Pemerintah Kota Bandung dan Wali Kota Bandung. Saat diakses Kamis (30/9/2021) pukul 14.15 WIB, petisi telah ditandatangani 182 orang.
Mata air Cibadak berada di Jalan Cidadap Girang, RT 3, RW 5, Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung. Disebutkan bahwa mata air ini tengah menunggu ajal, keberadaannya terkepung perumahan elite, kondotel, dan berbagai hunian mewah lainnya.
Gedong Cai Cibadak kini usianya genap berusia 100 tahun. Pada fasad bangunan tertulis, "Tjibadak-1921". Kelestarian Gedong Cai Cibadak semakin terancam seiring menciutnya kawasan ekosistem mata air tersebut. Selain itu, lahan-lahan milik warga di sekitar Gedong Cai sudah banyak yang dijual kepada pengembang.
Warga menyebut dahulu di sana terdapat 7 mata air alami. Namun kini tinggal tiga mata air saja. Debit mata air Cibadak yang dulunya mencapai 50 liter per detik, kini tinggal 19 liter perdetik.
Indikasi terancamnya Gedong Cai semakin kuat karena di sana ada satu kondotel yang menguasai lahan satu hektare di dekat lokasi mata air. Sempat pula ada rencana pembangunan jalan tembus yang memapas kawasan mata air itu, namun rencana ini ditolak warga.
Melalui petisi itu, warga juga menginginkan agar Gedong Cai Cibadak menjadi cagar budaya dan ada jaminan perlindungan terhadap ekosistem lingkungannya.
Hawe Setiawan menyatakan pentingnya menjaga kelestarian mata air Cibadak. Menurutnya, selain sumber mata air di sana juga hidup beragam flora dan fauna, mulai dari lasun, careuh, peusing, meong congkok, hahayaman, landak, heulang, beo, manuk haur, cangkurileung, jogjog, cikblek, kacamata, saeran gunting, cikakeh, manuk madu, tikukur, puter, kalajengking hejo, sero, bayawak, beunteur, lauk sapu (warna pink), udang walungan, torop, monyet ekor panjang, bajing kelemes.
Kawasan itu juga tempat tumbuhnya beragam vegetasi tumbuhan seperti awi/bambu dengan 32 jenis, dadap (3 jenis), asret (4), somsi (5), jati bodas, mahoni (7), loa (8), cangkring (9), caringin (10), patrakomala (11), tarum (12), katapang (13), kopi (14), rambutan (15), lengkeng (16), peuteuy/petai (17), jengkol (18), huni (19) cereme (20), sawo (21), harendong.
Toponimi Ledeng
Nama kawasan Ledeng di Bandung bagian utara tak bisa dilepaskan dari kehadiran Gedong Cai Cibadak. Hawe mengatakan 'Ledeng' berasal dari istilah waterleiding yang dalam bahasa Belanda secara harfiah berarti saluran air atau pemasok air.
Hawe Setiawan juga mengacu peresmian instalasi air Cibadak yang diberitakan Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indié edisi 31 Desember 1921, yang bersumber dari Kantor Berita Aneta. Berita ini mengungkapkan sumbangan sumber air Cibadak bagi Bandung:
"Kemarin pagi mata air Cibadak yang terletak di atas Bandung resmi digunakan untuk suplai air, dan sehubungan dengan itu dilakukan kunjungan pejabat kota ke sana. Walikota dan direktur lembaga pemasok air menyampaikan kata sambutan. Bandung saat ini memiliki surplus air 80 persen," demikian bunyi berita itu.
Disebutkan, instalasi pemasok air Cibadak dibangun pada zaman Bandung dipimpin wali kota SA Reitsma. Pembangunan instalasi itu dilakukan di bawah arahan Ir Heetjans.
Keberadaan seke (mata air) di Cibadak juga punya nilai penting untuk dijaga kelestariannya. Istilahnya seke yang dalam bahasa Sunda mengandung sedikitnya dua arti. Pertama, mata air. Kedua, anak cucu atau keturunan. Dalam arti yang pertama, istilah itu terabadikan dalam banyak toponimi di Bandung seperti Sekeloa, Sekejati, Sekejolang, Sekelimus, Sekepanjang.
Sementara arti kedua, istilah yang sama terungkapkan dalam sebutan, misalnya, seke seler Prabu Siliwangi. Oleh karena itu, telah menjadi kearifan tersendiri dalam kehidupan di Tatar Sunda mengaitkan pemeliharaan dan perlindungan seke dengan tanggung jawab menjamin hari depan bagi generasi mendatang.
Baca Juga: Melindungi Gedong Cai Cibadak dan Sabuk Hijau di Sekitarnya dari Kerakusan Pengembang
Spesies Liar: Kampanye Lingkungan di Tengah Maraknya Eksploitasi Hewan Dilindungi di Media Sosial
Akar Masalah DAS Citepus Bukanlah Sampah melainkan Tata Ruang
Status Kepemilikan Belum Jelas
Mata air ini merupakan pemasok air PDAM Tirtawening Kota Bandung. Namun status kepemilikan lahan mata air Cibadak masih belum jelas. Hal ini terungkap saat Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, meninjau langsung kawasan Gedong Cai Tjibadak, Rabu, 23 September 2020 tahun lalu.
“Kita ingin memastikan dulu status tanahnya. Kalau status tanahnya sudah jelas, dan milik Pemkot Bandung, Insyaallah secepatnya (dibangun). Karena ini pemberdayaan masyarakat jadi tidak akan lama,” kata Yana Mulyana, dalam siaran persnya.
Waktu itu Yana menjanjikan akan melakukan inventarisasi lahan/tanah di sekitar kawasan Gedong Cai. Dalam kunjungan itu, Yana disertai Wakil Ketua III DPRD Kota Bandung, Edwin Sanjaya, yang juga berjanji akan mendukung Pemkot dari sisi anggaran.
Kunjungan rombongan Pemkot Bandung ke Gedong Cai pada tahun 2020 tidak hanya sekali. Sebelumnya, pada 24 Agustus 2020, Yana Mulyana juga mendatangi Gedong Cai dan menyatakan pihaknya akan membuat ruang publik di sana.
PDAM Tirtawening memang memanfaatkan air dari Gedong Cai sebagai salah satu sumber air baku yang kemudian dialirkan ke para pelanggan ledeng Kota Bandung. Pada sebuah penelitian yang mengacu data Annual Report PDAM Titrawening Kota Bandung 2015, mata air Cibadak ternasuk ke dalam mata air yang menjadi sumber air baku PDAM.
Pada penelitian lain, mata air Cibadak bahkan menjadi sumber produk air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproduksi PDAM Tirtawening. Disebutkan PDAM Kota Bandung menawarkan produk AMDK tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kemasan gelas (cup 220 ml) dan kemasan gallon (19 liter) dengan merk dagang yaitu WaterMed dan Hanaang. Air baku yang digunakan berasal dari Mata Air Ciwangun dan Cibadak yang berada di kawasan Lembang Jawa Barat.
Hingga kini, belum ada kelanjutan mengenai status kepemilikan mata air Cibadak. Direktur Utama PDAM Tirtawening Kota Bandung, Sony Salimi, belum bisa dimintai keterangan terkait adanya petisi online yang mendesak penyelamatan Gedong Cai Cibadak. Sony Salimi tidak merspons pesan singkat maupun panggilan telepon BandungBergerak.id, Kamis (30/9/2021).