Mengupas Sejarah Lewat Laut Bercerita di Klub Buku Laswi Bandung
Buku Laut Bercerita karya Leila S. Chudori mengungkap sejarah kelam Reformasi 1998, ketika rezim Orde Baru yang berkuasa 32 tahun tumbang.
Penulis Vallencya Susanto 25 Mei 2025
BandungBergerak.id - Dalam rangka merawat ingatan 27 tahun reformasi, Klub Buku Laswi mengadakan kupas buku “Laut Bercerita” karya Leila S. Chudori di Toko Buku Bandung, Rabu, 21 Mei 2025. Buku ini menceritakan tentang situasi reformasi 1998 yang dikemas dengan gaya fiksi, namun tetap terdapat kejelasan nama tokoh dan juga tempat.
Kupas buku oleh klub buku Laswi membagi diskusi buku “Laut Bercerita” ke dalam dua fragmen, dengan Deni Rachman sebagai pemantik. Fragmen 1 menceritakan kembali tentang Biru Laut ; suratnya kepada Anjani, sang kekasih. Biru Laut yang mengandaikan dirinya dan sang kekasih bisa keluar dari dunia yang mereka kenal saat ini dan bisa masuk ke dimensi lain di mana Indonesia adalah dunia yang (lebih) demokratis daripada sekarang.
Fragmen 2 menceritakan kisah Asmara Jati, adik Biru Laut. Asmara Jati merupakan salah satu tokoh perempuan yang catchy. Survivor’s guilt, bisa menjadi kondisi yang tepat jika membayangkan posisi Asmara yang pada saat itu. Ia menjadi salah satu orang yang selamat di antara yang lainnya. Asmara Jati digambarkan sebagai perempuan yang tangguh dan realistis di saat anggota keluarganya masih mengharapkan Biru Laut kembali ke rumah.
“Sepertinya banyak orang hanya memaknai kejadian 98 melalui angka dan korban. Namun untungnya sastra berbicara melalui buku karya Leila,” ujar Akmal (24 tahun), jurnalis dan partisipan yang mengungkapkan pendapatnya pada sesi diskusi kupas buku “Laut Bercerita”.
Baca Juga: RESENSI BUKU: Para Perempuan tak Bersalah di Balik Kisah Kembang-Kembang Genjer
RESENSI BUKU: Kisah Gordon Comstock yang Menghindari Kemapanan

Reformasi 1998
Buku karya jurnalis tempo yang diterbikan tahun 2017 sampai saat ini masih banyak dicari dan dibaca. Buku ini bisa menjadi pintu gerbang untuk para pembaca terkait situasi reformasi 1998. Melalui buku berisi sejarah namun yang diberi bumbu sedikit fiksi menjadikan buku ini mudah dibaca, yang akhirnya dapat menyampaikan suasana situasi 98 kepada sang pembaca. “Laut Bercerita” juga membuat para pembacanya menghargai ricuhnya situasi reformaso 1998, sekalipun pembaca tidak pernah mengalami bahkan melihat langsung kejadian 98.
Dari tahun ke tahun pembelajaran mengenai sejarah cenderung kering. Isinya itu-itu saja. Pelajaran sejarah jarang membahas mengenai kejamnya penyiksaan pada aktivis di masa itu. Begitu juga dengan sejarah reformasi, masih banyak pelajat yang tidak bisa menangkap maknanya.
Aqeela (21 tahun), salah satu partisipan kupas buku Klub Buku Laswi menabahkan, dirinya dulu tidak menyukai sejarah karena menurutnya pelajaran sejarah bisa dibilang hanyalah sebuah pengantar saja. Stigma tersebut terpatahkan saat membaca buku “Laut Bercerita” yang ternyata berisi sejarah kelam kejadian 98. Peristiwa ini dikemas dengan alur yang dapat membuat dirinya terbawa masuk ke dalam kejadian tersebut dan membuat dirinya paham akan situasi Indonesia kelam 98, seperti kekerasan terhadap aktivis dan banyak korban jiwa tak bersalah.
Deni, sang pemantik diksusi, menambahkan sejarah akan lebih mengena jika disampaikan lewat novel. Deni berharap, kejadian setiap satu dekade dapat dituangkan ke sebuah novel atau karya sastra, di mana harus ada 1 karya sastra yang mengenang fenomena selama 10 tahun tersebut.
Harapan yang ingin disampaikan melalui buku ini adalah tidak ada lagi mahasiswa yang turun di jalan dan Indonesia tidak mengulang peristiwa 98 lagi. Sekalipun saat ini label yang diberikan kepada Indonesia yaitu, “Indonesia Gelap” tapi jangan sampai label tersebut menjadi “Indonesia Kelam.”
*Kawan-kawan silakan membaca artikel dari Vallencya Susanto, atau tulisan lain tentang Reformasi 1998