Dari Gunung Salak hingga Halmahera, Investigasi Kolaboratif Menggugat Dampak PSN
Diseminasi Karya Liputan Investigasi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diselenggarakan AJI membeberkan dampak pembangunan terhadap hak asasi manusia (HAM).
Penulis Awla Rajul30 Mei 2025
BandungBergerak.id - Masyarakat di wilayah Proyek Strategis Nasional (PSN) di Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara telah merasakan dampak kerusakan lingkungan, perampasan ruang hidup, dan pelanggaran hak asasi manusia dari megaproyek yang disebut-sebut mampu menumbuhkan ekonomi. Suara-suara mereka terekam melalui kolaborasi jurnalisme kritis yang melahirkan 105 laporan mendalam dan tiga laporan investigasi yang tersebar di berbagai media.
Kolaborasi bernama Jokotopia itu merupakan inisiatif antara jurnalis professional dan jurnalis warga, bersama AJI Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan Tempo Witness yang didukung oleh Yayasan Kurawal.
AJI Indonesia lantas menyelenggarakan Diseminasi Karya Liputan Investigasi Proyek Strategis Nasional yang diselenggarakan AJI Indonesia secara hybrid, Rabu, 28 Mei 2025. Jurnalis Jawa Barat melakukan investigasi mengenai Proyek Geotermal di Gunung Salak, Kabupaten Sukabumi. Jurnalis di Kalimantan Timur meliput mengenai dampak yang dirasakan masyarakat atas pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Sementara di Maluku Utara, jurnalis menghasilkan laporan investigasi mengenai PSN tambang Nikel di Halmahera Tengah.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) AJI Indonesia Bayu Wardhana menyampaikan, dari total seluruh laporan jurnalistik yang dihasilkan, 14 tulisan terbaik dari proyek ini lantas dibukukan dengan judul “Tangis dari Tepi Proyek Strategis Nasional”.
Menurutnya, karya jurnalistik yang dihasilkan merefleksikan bahwa sebenarnya jurnalis tidak bisa berjalan sendirian. Tetapi perlu mendapatkan bantuan dari teman-teman Civil Society Organization (CSO) maupun jurnalis warga. Itulah mengapa ia menekankan perlunya kolaborasi dan kerja sama.
“Ke depannya perlu ada kolaborasi dan kerja sama. Baik dengan teman-teman masyarakat maupun CSO, yang punya informasi sampaikan kepada jurnalis untuk disampaikan informasinya, faktanya. Berita itu kan nanti bisa dijadikan advokasi,” ungkap Bayu dalam Diseminasi Karya Investigasi.
“Karena kalau berhenti di berita saja gak ada dampaknya. Harus didorong. Contohnya tadi indikasi korupsi di Jawa Barat kan korupsinya besar sekali, tinggal kita tagih ke KPK atau polisi, ini gimana nih dana bagi hasilnya.”
Bayu membeberkan, persoalan di PLTP Gunung Salak sama halnya seperti di tambang, yaitu proyek panas bumi tidak berdampak bagi kesejahteraan rakyat yang ada di sekitarnya. Dana bagi hasil PLTP Gunung Salak justru terdapat selisih angka ratusan miliar rupiah antara laporan perusahaan dan pemerintah daerah pada rentang tahun 2020-2022. Melalui investigasi jurnalis Jawa Barat, indikasi korupsi ini sayangnya hanya direspons sebagai kesalahan pencatatan.
Erasmus Cahyadi, perwakilan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menanggapi, informasi-informasi dari karya jurnalistik yang dihasilkan dari kolaborasi ini membantu menggerakkan masyarakat untuk merancang strategi advokasi baru menghadapi pembangunan yang tidak menghargai hak asasi manusia. Ia juga mengamini Bayu, pentingnya kolaborasi. Sebab, sama seperti jurnalis, teman-teman CSO juga tidak bisa bergerak sendiri tanpa adanya liputan media yang berkualitas.
“Jadi kolaborasi itu sangat perlu, akan jauh lebih bagus. Saya berharap ini menjadi liputan yang berdampak. Mudah-mudahan banyak masyarakat yang membaca. Karena ketika dia tidak membaca dia tidak menyadari keadaannya. Ketika dia tau dan sadar, dia jadi punya keinginan untuk memperkuat diri dan melawan,” terang Erasmus.
Baca Juga: Proyek Strategis Nasional Surabaya Waterfront Land untuk Siapa?
Kritik Walhi pada Proyek Strategis Nasional di Jawa Barat
Menggemakan Persoalan ke Media Sosial
Perwakilan Auriga Nusantara Dicky Anandya menyampaikan, isu PSN sebenarnya bukan hal baru. Melainkan isu aktual yang perlu terus dibahas. Hasil investigasi itu akan menjadi bekal untuk menyusun ulang advokasi.
“Peran CSO mensimplifikasi bahasa-bahasa (istilah) menjadi populer dan mudah dipahami masyarakat. Simplifikasi itu yang akan menarik masyarakat untuk tau, oh jangan-jangan hak saya sama dilanggarnya sama orang-orang yang tinggal di seputar wilayah PSN. Jangan-jangan seperti itu,” terangnya.
Lebih dari itu, Dicky berharap hasil liputan bisa diolah menjadi laporan yang dapat disampaikan kepada aparat penegak hukum. Sebab, hasil liputan investigasi ini menguatkan dugaan bahwa cara-cara yang digunakan berkontribusi terjadap carut-marut pengelolaan PSN. Misalnya, dugaan korupsi kecil yang dilakukan oleh perangkat desa terhadap pengurusan SKT dalam proses penjualan lahan warga ke perusahaan nikel di Halamahera Tengah.
Atau dugaan manipulasi laporan dana bagi hasil yang diduga dilakukan oleh pemerintah daerah di seputar PLTP Gunung Salak. Maupun perdagangan pengaruh untuk percepatan proses izin perpanjangan HGB terkait IKN untuk perusahaan di Kabupaten Penajem Pasar Utara, Kalimantaran Utara.
“Laporan itu selemah-lemahnya bisa mengusik pemerintah ya. Yang barangkali mereka bisa memberi respons yang baik,” katanya.
Sementara perwakilan Tempo Witness, Yosep Suprayogi menyebutkan, setelah laporan investigasi keluar, media memiliki pekerjaan rumah besar untuk menjawab harapan agar investigasi itu bisa dibaca oleh masyarakat secara luas. Menurutnya, media perlu merumuskan bagaimana memindahkan hasil liputan jurnalistik menjadi konten media sosial.
“Sebab hanya dengan cara itu informasi ini bisa menjumpai publik yang lagi ada di kamar mandi bahkan kamar tidur. Ini diharapkan betul jadi kolaborasi yang tidak hanya di kerja-kerja jurnalistik saja, tapi di media sosial juga. Karena kita tahu pertarungan narasi di medsos itu sangat kuat. Jadi kolaborasinya diharapkan bahkan sampai ke medsos antara jurnalis dengan NGO,” ungkapnya.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Proyek Strategis Nasional