• Opini
  • Proyek Strategis Nasional Surabaya Waterfront Land untuk Siapa?

Proyek Strategis Nasional Surabaya Waterfront Land untuk Siapa?

Pemerintah mengumumkan Surabaya Waterfront Land (SWL) menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN). Mengancam kawasan pesisir Surabaya dan menambah kerusakan lingkungan.

Wahyu Eka Styawan

Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur & Anggota FNKSDA

Ilustrasi anak dan penggusuran. (Ilustrasi: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

8 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Pada bulan April 2024, pemerintah pusat mengumumkan 14  Proyek Strategis Nasional (PSN) baru, salah satu yang masuk dalam PSN baru ini adalah Surabaya Waterfront Land (SWL) atau proyek pembangunan kawasan baru di pesisir Kota Surabaya. PSN tersebut nantinya akan dikerjakan oleh pihak swasta, serta katanya tidak sepeser pun akan memakai uang negara. Pihak swasta yang sudah terkonfirmasi ngebet untuk segera memulai proyek ini adalah PT Granting Jaya.

Sebelum melangkah lebih jauh, bahwa Ide dari proyek SWL ini adalah membangun sebuah kawasan waterfront city dengan tajuk Surabaya baru yang di sana akan membuat kawasan urban baru, layaknya Pantai Indah Kapuk di Jakarta atau kawasan pesisir Singapura. Yang mana kawasan tersebut nantinya akan difokuskan untuk membangun sebuah kawasan permukiman elite yang dipadukan dengan kawasan bisnis serta hiburan.

Lalu di sini saya berpikir, kira-kira proyek ini untuk siapa? Rakyat yang setiap hari mencari ikan di laut, atau yang berjualan ikan setiap hari di pasar ikan atau para pengayuh roda tiga legendaris alias tukang becak. Atau rakyat yang setiap hari memikirkan kira-kira berapa angka tukar rupiah atau konsdisi pasar saham?

Baca Juga: Narasi Inkonsisten dalam Film Dokumenter “Barang Panas”
Menyuarakan Pencemaran Lingkungan Dikriminalisasi, Kisah Pilu dari Karimun Jawa
Membaca Pola Pemberian Izin Tambang Pada Ormas Keagamaan Secara Politis

Proyek SWL untuk Siapa?

Maka untuk menjawab pertanyaan tersebut, setidaknya perlu sedikit usaha untuk browsing yang keywordnya berkaitan dengan “PSN Surabaya” dan “Surabaya Waterfront Land ” untuk mendapatkan informasi kunci terkait kira-kira siapa aktor yang berkepentingan dalam proyek tersebut. Jika kita cek di media, maka akan muncul nama-nama seperti PT Granting Jaya, Pemerintah Kota Surabaya dan Dewan Perwakilan Daerah Kota Surabaya. Mereka sangat antusias bahkan bersorak gembira, kala pemerintah pusat menetapkan proyek waterfront city sebagai PSN.

Serta akhir-akhir ini kita akan disuguhkan betapa ngototnya PT Granting Jaya yang juga pengelola Kenjeran Park untuk segera melakukan reklamasi dengan dalih membangun proyek tersebut. PT Granting Jaya semakin gencar mengadakan sosialisasi, salah satunya sosialisasi ke DPRD Kota Surabaya, lalu ke warga pesisir Kenjeran dan LSM-LSM untuk mempercepat proyek pembangunan ini, target mereka sangat ambisius yakni ingin segera melakukan reklamasi pesisir Kenjeran.

PT Granting Jaya ini pun sudah menyiapkan amunisi berupa kajian teknis dengan bantuan akademisi partikelir dari kampus ternama. Ya mereka disewa untuk membuat kajian yang digunakan untuk melegitimasi langkah mereka, terutama dalam ambisinya segera mempercepat reklamasi dan membangun pesisir Kenjeran, tujuannya sederhana agar proyek waterfront city segera berjala.

Para akademisi ini pada dasarnya bertugas untuk mengatakan secara ilmiah otoritatif, jika proyek ini tidak akan berdampak pada lingkungan dan warga sekitar. Mereka pun menawarkan langkah preventif dengan merekrut tenaga kerja sekitar, lalu memberi uang kompensasi. Ada pula akademisi yang mengatakan bahwa warga sekitar akan dibuatkan kawasan khusus, bahkan pulau khusus agar mereka tersentuh pembangunan. Tentu, sampai di sini, kita sudah paham, kira-kira siapa yang berkepentingan.

Sementara untuk Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dan DPRD Kota Surabaya tampaknya juga sangat antusias dengan adanya rencana SWL berwujud waterfront city di Kenjeran ini. Hal ini tampak dari pernyataan Walikota Surabaya Eri Cahyadi yang berharap proyek ini berjalan, dengan catatan dapat mensejahterahkan warga sekitarnya serta memperhatikan ekosistem sekitar. Hal senada juga disampaikan oleh DPRD Kota Surabaya, baik melalui Komisi A maupun Komisi C.

Pihak pemerintah membayangkan jika proyek SWL ini akan menciptakan pembangunan yang keren serupa Pantai Indah Kapuk minimalnya, lalu seperti Singapura maksimalnya. Karena di benak mereka pembangunan fisik masih menjadi indikator kemajuan, modernitas dan berhasilnya suatu peradaban. Meskipun proyek tersebut sebenarnya tidak terlalu berdampak signifikan bagi kesejahteraan warga sekitar.

Karena seperti yang sudah-sudah proyek pembangunan di Surabaya, seperti pembangunan permukiman baru di Surabaya Timur dan Surabaya Barat, yang rata-rata menikmati bukan keseluruhan warga Kota Surabaya, tetapi mereka yang punya modal besar saja alias orang mampu. Malahan warga yang tinggal di sekitar permukiman tersebut sering terkena dampak dari kawasan tersebut, seperti kelimpahan air alias banjir. Karena kawasan permukiman elite tersebut dibangun lebih tinggi dari permukiman warga sekitar. Warga sekitar pun hanya menerima kompensasi yang tidak sebanding dengan kerugian akibat banjir.

Keberadaan proyek SWL tersebut akan serupa dengan yang saya tuliskan di atas. Karena megaproyek yang akan segera dibangun oleh PT Granting Jaya ini memang bukan untuk menampung warga sekitar, tetapi untuk menampung mereka yang punya modal besar saja. Kalau tidak percaya, silahkan berkunjung ke Pantai Indah Kapuk, atau perumahan elite di Surabaya Timur bernama Pakuwon atau ke Surabaya Barat bernama Ciputra.

Proyek SWL Mengancam Kawasan Pesisir

Keberadaan PSN SWL atau Surabaya Waterfront City telah memantik beragam komentar dari warga Kota Surabaya. Salah satunya mengutarakan proyek ini akan menjadi sebuah kemajuan bagi Surabaya. Beberapa respons warga kota mengatakan proyek ini akan menata Surabaya bagian utara menjadi lebih baik, karena selama ini dianggap daerah kumuh dan padat. Ada juga warga kota berharap proyek ini bisa menyelesaikan problem endapan lumpur yang berbau tak sedap dan mengganggu pemandangan. Perlu diketahui, asal usul lumpur ini juga belum teridentifikasi berasal dari mana, tetapi keberadaannya kian hari kian memadati pesisir Surabaya.

Lalu yang menjadi pertanyaan. Apakah benar pembangunan fisik adalah solusi permasalahan Surabaya? Pembangunan tidak selalu harus berbentuk fisik, tetapi juga ada pembangunan berupa penataan dan pemulihan kawasan, seperti ide nature based solution. Di mana penataan dan pemulihan kawasan menjadi kunci dalam membangun ketahanan suatu kawasan, agar kelak dapat berkelanjutan. Tidak hanya itu, pembangunan yang tak kalah penting dan sering dilupakan oleh orang adalah pembangunan sumber daya manusia.

Pesisir Kota Surabaya terutama di sepanjang Pesisir Pantai Timur Surabaya atau PAMURBAYA sudah hancur lebur. Silahkan para pembaca berselancar di google earth, lalu telusuri garis pantai PAMURBAYA dengan titik Kenjeran hingga Rungkut, maka pembaca akan menemukan pesisir yang sudah tergerus habis tidak ada lagi pasir, yang ada adalah batuan, lumpur dan air yang langsung berhadapan dengan tanggul penahan air laut. Artinya pesisir tersebut sudah rusak akibat abrasi, sebagai salah satu dampak krisis iklim.

Bahkan kalau kita jeli, hutan mangrove di Surabaya sudah mengalami penurunan signifikan, kalau dulu mungkin 3.000 hektare lebih, mungkin saat ini tersisa 1.500 hektare saja. Faktanya, kawasan Mangrove di Surabaya mengalami alih fungsi cukup serius. Praktiknya ialah mangrove dibabat habis untuk dijadikan tambak lalu diubah untuk menjadi kawasan permukiman baru atau dua-duanya dapat berjalan beriringan.

Jadi kita akan sulit menjumpai mangrove di sepanjang Kenjeran atau Pesisir Utara arah ke Pesisir Timur Kota Surabaya. Satu-satunya yang masih lebat ada di wilayah Wonorejo, Rungkut, itupun karena dijadikan sebagai kawasan konservasi dan wisata. Meski kawasan pesisir atau lebih tepatnya mangrove masuk sebagai kawasan yang dilindungi. Tetapi dalam kebijakan tata ruang sering kali bertentangan dalam implementasi, satu sisi dilindungi, namun di sisi lainnya dibuka untuk kepentingan bisnis.

Proyek PSN SWL akan Menambah Kerusakan Lingkungan

Dengan hadirnya megaproyek PSN SWL ini akan semakin menunjukkan bagaimana kontradiksi pengaturan tata ruang di Kota Surabaya terjadi. Satu sisi Pemerintah Kota Surabaya menggencarkan pemulihan kawasan pesisir melalui penyelamatan mangrove, tapi di satu sisi juga mendukung keberadaan proyek SWL. Kehadiran proyek ini dikhawatirkan akan mengubah landscape pesisir, salah satunya diakibatkan oleh kegiatan reklamasi pantai.

Reklamasi pantai selain berbahaya bagi landscape pesisir, juga akan berdampak pada ekosistem. Perlu diketahui, jika aktivitas reklamasi ini akan membutuhkan pasir atau material tanah, yang kemungkinan akan diambil dari tambang pasir laut atau tambang batuan di luar Surabaya. Jika diambil dari tambang pasir laut, maka akan ada ancaman kerusakan ekosistem laut, kalau di darat juga akan merusak kawasan ekosistem darat, apalagi tambang batuan terdekat di Mojokerto dan Pasuruan. Lokasi tambang yang menyediakan material di dua wilayah tersebut dekat dengan kawasan gunung, hutan, sumber mata air dan lahan pertanian.

Jadi melakukan reklamasi di pesisir sama saja dengan merusak kawasan hutan, gunung dan mata air. Ditambah daya rusak setelah reklamasi, seperti arus laut yang berubah, seperti yang terjadi di Jakarta Utara, akibat reklamasi pulau buatan seperti Pulau G dan teman-temanya, telah menyebabkan kawasan kampung di sana sering disapa banjir rob, serta mengalami abrasi cukup parah. Nelayan pun kesulitan untuk menyandarkan kapal, karena air semakin naik hingga menuju batas tanggul, ditambah dengan semakin merajalelanya endapan lumpur dekat dermaga.

Setelah reklamasi dan proyek waterfront city jadi, dapat diprediksi jika mereka para pengembang seperti PT Granting Jaya akan mengembangkan kawasan dengan melebarkan ekspansi ruangnya. Reklamasi serupa akan dilakukan, bahkan beberapa mangrove tersisa di pesisir PAMURBAYA juga akan turut dihabisi segera. Otomatis, tambang pasir laut akan semakin diperluas, lalu tambang di wilayah lain seperti Mojokerto atau Pasuruan akan semakin luas juga, hukumnya jelas ada permintaan maka akan ada pasokan. Semakin banyak permintaannya maka akan semakin banyak pula pasokan bahan tambang.

Lalu jika terjadi bencana nantinya siapa yang merugi? Jelasnya warga sekitar yang rata-rata adalah nelayan, dan beberapa kelompok rentan. Sampai di sini apakah sudah paham, kira-kira untuk siapa PSN SWL ini? Dan kira-kira apa yang akan terjadi jika PSN SWL tersebut tetap dilanjutkan?

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Wahyu Eka Setyawan, atau tulisan-tulisan lain tentang lingkungan

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//