• Berita
  • Setelah Diterjang Longsor, Pengurus PAUD Al Hadi Kesulitan Dana untuk Mendapatkan Kontrakan

Setelah Diterjang Longsor, Pengurus PAUD Al Hadi Kesulitan Dana untuk Mendapatkan Kontrakan

PAUD Al Hadi di bantaran Sungai Cipaganti, Bandung, ambruk. Pihak sekolah terpaksa meliburkan sekolah. Kebutuhan kelas baru mendesak bagi mereka.

Bangunan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Al Hadi di area bantaran Sungai Cipaganti, RW 10, Kelurahan Hegarmanah, Cidadap, Kota Bandung, Jumat, 23 Mei 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam30 Mei 2025


BandungBergerak.idNahas menimpa bangunan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di area bantaran Sungai Cipaganti, RW 10, Kelurahan Hegarmanah, Cidadap, Kota Bandung, yang ambruk akibat luapan air sungai, Jumat, 23 Mei 2025. Bangunan yang berada tepat di samping masjid Al-Hadi itu rata dengan tanah, setelah hujan tak kunjung berhenti sejak siang.

Longsor terjadi sekitar pukul 14.00 atau dua jam setelah siswa selesai melaksanakan kelas pembelajaran. Detik-detik ambruknya bangunan terdengar keras hingga radius puluhan meter. Akibatnya puing-puing bangunan menutup sebagian besar akses sungai, hingga menyebabkan air meluap membanjiri rumah warga.

Teti Kurniati, pengelola sekaligus kepala PAUD Al Hadi menyebutkan bangunan tersebut sudah berdiri sejak tahun 60an. Gedung PAUD dibangun sejak 2011. Bangunan dibagi dua kelas untuk kegiatan belajar-mengajar.

Sebelumnya, PAUD Al Hadi pernah mengalami longsor selama dua kali. Tahun 2024, longsor tidak terlalu parah, hanya menyisakan retakan di sisi bangunan. Longsor kedua terjadi 23 Mei kemarin yang dampaknya lebih parah.

“Beruntungnya ketika melihat retakan, barang-barang udah ibu amankan,” ujarnya saat ditemui BandungBergerak di kediamannya, Selasa, 27 Mei 2025.

Teti terpaksa meliburkan sekolah. Hingga detik ini, dia bersama sang suami dan pengurus PAUD masih sibuk mencari bangunan pengganti untuk menampung siswa belajar. Saat ini, ada 29 peserta didik yang masih menempuh pelajaran.

Hal yang menjadi kekhawatinnya sekarang adalah, siswa sedang berada di akhir masa pendidikan. Artinya bakal ada penerimaan peserta didik baru di tahun sekarang. Dia tak ingin siswanya terhambat karena tak punya ruang kelas untuk belajar.“Ibu juga di sini sudah cari tempat di mana? Kan di sini padat penduduk,” keluhnya.

Satu hari setelah PAUD ambruk, Wali Kota Bandung Muhamad Farhan mendatangi lokasi. Pemkot Bandung memberikan uang sebesar 5 juta rupiah sebagai uang relokasi. Teti menyebut uang itu diperuntukkan untuk mencari bangunan baru.

Pemkot juga meminta agar PAUD tidak diselenggerakan di dalam masjid karena khawatir longsor susulan. Adanya  larangan dari Pemkot, Teti justru tambah bingung. Selain sulit mencari kontrakan untuk kelas, dengan uang 5 juta rupiah menurutnya sulit menemukan kontrakan selama satu tahun.

“Karena di sini kan enggak ada kontrakan yang satu tahun 5 juta (rupiah),” terang perempuan berumur 46 tahun itu.

Untuk menemukan kontrakan, ungkapnya, minimal ia punya dana 15-20 juta rupiah. Dia juga tak ingin memindahkan ruang belajar di luar RW 10. Sebab kebanyakan siswanya merupakan warga sekitar sana. “Kalau jauh kan kasihan. Karena di sini pada jalan kaki. Enggak ada yang diantar pake kendaraan,” lanjutnya.

Sebetulnya, dia berharap, pemerintah bisa langsung mengakomodir bangunan untuk kegiatan belajar. Jika bangunan yang rubuh itu tak boleh dibangun kembali karena untuk keamanan, setidaknya pemerintah memberikan solusi agar anak-anak bisa bersekolah dengan tenang.

Mengutip dari laman Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, Kelurahan Hergamanah memiliki luas wilayah 6,12 kilometer persegi. Sedangkan penduduknya sebanyak 20.091 orang. Hal tersebut menyebabkan kelurahan tersebut termasuk ke dalam lingkungnan padat penduduk.

Terendam Banjir

Dampak dari longsornya bangunan PAUD membuat air naik lebih cepat ke permukaan jalan. Tingginya debit air, membuat sejumlah rumah di sempadan sungai terendam banjir. Hal itu dirasakan oleh keluarga Eli yang tinggal di bibir Sungai Cipaganti. Sebagian rumahnya rumahnya roboh akibat banjir besar yang melanda, Kamis, 22 Mei 2025 lalu.

Rumah yang sudah ditempati keluarganya selama lebih dari 30 tahun itu sebenarnya merupakan bangunan yang disekat menjadi dua—satu dihuni Eli dan satunya lagi oleh anaknya. Ketika air sungai meluap malam itu, tekanan arus banjir membuat dinding rumah runtuh.

“Biasanya banjir memang sering, tapi enggak pernah separah ini. Kali ini besar banget, barang juga banyak yang kebawa,” ujar perempuan berusia 55 tahun kepada BandungBergerak.

Meski kerusakan PAUD di RW 10 juga memprihatinkan, warga RW 3 merasa luput dari perhatian. Padahal, lokasi RW 3 dan RW 10 berseberangan, hanya dipisahkan oleh aliran sungai.

Namun, ketika Wali Kota Bandung, Farhan mengunjungi lokasi terdampak, fokus kunjungan hanya tertuju pada bangunan PAUD di RW 10. Bantuan pun diberikan kepada warga RW 10, sementara warga RW 3 yang kehilangan tempat tinggal tidak mendapatkan penanganan serupa.

“Pak Wali cuma datang lihat PAUD. Ke sini (RW 3) enggak ada. Bantuan juga belum,” kata Eli.

Sementara itu, Sri, warga RW 3 lainnya, terdampak dalam bentuk yang berbeda. Usaha kecil yang biasa dijalankan di meja depan rumahnya terjeda akibat banjir. “Minyak, bumbu-bumbu, semuanya basah. Mau jualan juga enggak bisa,” ujarnya.

Perempuan berusia 59 tahun itu tinggal di rumah kontrakan dua lantai bersama anggota keluarga besarnya. Pada malam banjir, sebagian barang elektronik sempat diselamatkan ke lantai atas, namun sebagian besar kebutuhan dagangnya terendam.

Biasanya, banjir hanya membuat air rembes ke dalam rumah. Namun, banjir kali ini datang dua kali—Kamis malam dan Jumat subuh (22-23 Mei)—dengan ketinggian yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Kini, kondisi warga RW 3 sudah lebih membaik. Mereka berharap perhatian dari perangkat desa dan pemerintah benar-benar merata. “Dulu-dulu mah masih ada nasi bungkus, mie, sarden. Sekarang mah enggak ada apa-apa,” keluh Sri.

Baca Juga: Mengenal Titik-titik Longsor Kota Bandung Selain di Wilayah TPU Cikutra
Korban Longsor Kampung Gintung Menanti Relokasi

Kerja Bakti dan Honor 300 Ribu Rupiah

Mamat, warga RW 10 Cipaganti, Kelurahan Hegarmanah, Cidadap, Kota Bandung, tengah sibuk memplester tembok rumahnya yang ambles akibat luapan air sungai Cipaganti. Selama satu minggu berutur-turut, daerah rumahnya yang berada di bantaran sungai dihantam dengan aliran sungai yang deras.

Lokasi bangunan yang sedang diperkuat itu tak jauh dari bangunan PAUD Al-Hadi yang roboh akibat longsor. Sudah lima hari dirinya dan Tim Gorong-gorong dan Kebersihan (Gober) membersihkan sungai dan memperkuat bangunan yang retak.

Mamat mengeluhkan terkait bantuan Pemkot Bandung kepada para relawan yang membersihkan dan memperkuat bangunan di sempadan sungai. Dia dan relawan lainnya yang membantu membersihkan sisa-sisa banjir di bantaran Sungai Cipaganti hanya diberi honor 300 ribu oleh Walikota Bandung.

Honor tersebut digunakan untuk membeli semen dan keperluan lain untuk menambal dinding rumahnya. Padahal yang dibutuhkan bagi Mamat dan warga ialah bantuan logistik bangunan, seperti; semen, pasir, ember, atau cangkul. Sebab logistik yang dipergunakan seadanya.

“Jadi enggak dikasih alat [logistik bangunan], cuman honor aja,” terangnya. Honor yang diberikan berasal dari RW yang dikirim melalui RT setempat. Dia menambahkan, Pemkot Bandung berencana akan mengeruk sungai supaya lebih dalam. Namun diurungkan, ditakutkan akan membuat bangunan sekitar terdampak, bahkan tidak ada akses jalan untuk menuju ke sungai tersebut.

“Jadi saya inginnya, jika Farhan ke sini buat benerin tanggul, harusnya dikasih logistik kaya pacul, semen,” ungkapnya.  

*Reportase ini mendapatkan dukungan data dari reporter BandungBergerak Olivia A. Margareth dan Shakila Azzahra M

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//