• Berita
  • Jawa Barat Kembali Memuncak di Daftar Provinsi dengan Jumlah Pelanggaran Kebebasan Beragama Berkeyaninan Terbanyak di Indonesia

Jawa Barat Kembali Memuncak di Daftar Provinsi dengan Jumlah Pelanggaran Kebebasan Beragama Berkeyaninan Terbanyak di Indonesia

Pelanggaran terhadap Kebebasan Beragama Berkeyaninan menunjukkan lemahnya komitmen negara dalam melindungi hak konstitusional warga negara.

Ilustrasi intoleransi dan diskriminasi. Indonesia sebagai negara bhineka (beragam) belum terhindar dari praktik-praktik intoleransi dan diskriminasi terkait kebebasan beragama berkeyakinan. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak)

Penulis Ryan D.Afriliyana 30 Mei 2025


BandungBergerak.id - Jawa Barat masih memuncaki daftar pelanggaran Kebebasan Berkeyakinan Beragama (KBB), berdasarkan penelitian terbaru SETARA Insitute tahun 2024. Ada 38 peristiwa pelanggaran KBB sepanjang tahun 2024, meski dibandingkan tahun sebelumnya angka tersebut menurun, yakni 47 kasus.

Provinsi lainnya yang membukukan kasus pelanggaran KBB terbanyak adalah Jawa Timur 34 peristiwa, DKI Jakarta 31 peristiwa, Sumatera Utara 29 peristiwa, Sulawesi Selatan dengan 18 peristiwa, dan Banten 17 peristiwa.

Secara nasional, sepanjang tahun 2024 di Indonesia tercatat ada 260 peristiwa dan 402 tindakan pelanggaran KBB. Setiap provinsi mengalami fluktuasi dalam jumlah pelanggaran KBB. “Jawa Barat menjadi salah satu provinsi paling sering muncul dalam deretan 5 besar dengan jumlah kasus pelanggaran KBB terbanyak di Indonesia selama 18 tahun terakhir,” demikian dikutip dari laporan SETARA Institute, diakses Jumat, 30 Mei 2025.

Selain itu, SETARA membeberkan, sepanjang tahun 2024 dari 402 tindakan pelanggaran tercatat 159 tindak pelanggaran dilakukan oleh aktor negara dan 243 oleh aktor nonnegara. Data tersebut mengindikasikan adanya tren kenaikan yang perlu diperhatikan dengan serius, baik oleh pemerintah maupun masyarakat sipil.

Sebagian besar dari tindakan pelanggaran oleh aktor negara dilakukan oleh institusi pemerintah daerah (50 tindakan), kepolisian (30 tindakan), Satpol PP (21 tindakan), dan masing-masing 10 tindakan oleh TNI dan kejaksaan, serta Forkopimda (6 tindakan).

Pelanggaran oleh aktor nonnegara cukup miris dan mengkhawatirkan. Tindakan pelanggaran terbanyak dilakukan ormas keagamaan (49 tindakan), disusul kelompok warga (40 tindakan), individu warga (28 tindakan), Majelis Ulama Indonesia (21 tindakan), ormas umum (11 tindakan), individu (11 tindakan), dan tokoh masyarakat (10 tindakan). Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan yang melambung tinggi dibanding tahun sebelumnya yaitu, 217 peristiwa dengan 329 tindakan.

"Salah satu faktor yang diduga turut mendorong peningkatan jumlah pelanggaran KBB di tahun 2024 adalah dinamika politik nasional, khususnya pelaksanaan Pemilihan Presiden dan anggota legislatif  pada 14 Februari, serta Pilkada serentak pada 27 November," ungkap SETARA Institute.

SETARA Institute menilai, perhatian pemerintah terhadap isu KBB cenderung menurun. Di akhir pemerintahan Jokowi beberapa waktu lalu, fokus pemerintah dinilai lebih tertuju pada agenda transisi kekuasaan. “Menyebabkan isu pemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan menjadi kurang mendapat perhatian," kata SETARA Institue.

Kasus Pelanggaran KBB di Jawa Barat

Jawa Barat merupakan provinsi dengan populasi terbanyak di Indonesia. Gesekan antarkelompok yang majemuk rentan terjadi jika tidak dikelola dengan baik, khususnya dalam hal merawat toleransi antarperbedaan.

Salah satu isu KBB yang mencuat di Jawa Barat terjadi di Bandung, yaitu terkait penggunaan GSG Arcamanik, Bandung sebagai tempat ibadah umat Katolik yang diprotes massa karena dianggap menyalahi fungsi gedung. Aksi protes dan penolakan massa terhadap pemanfaatan GSG Arcamanik ini bukan kali pertama mengingat konflik ini terjadi sejak dua tahun lalu. Dialog dan mediasi sudah ditempuh dengan melibatkan Pemerintah dan DPRD Kota Bandung, tapi tak kunjung membuahkan kata sepakat.

Secara umum, SETARA Institute menyoroti tiga hal dalam laporan KBB 2024. Pertama, tingginya tindakan intoleransi (73) oleh masyarakat dan tindakan diskriminatif (50) oleh negara. Kedua, maraknya penggunaan pasal penodaan agama dari 15 kasus pada 2023, angka ini melonjak dua kali lipat menjadi 42 kasus di tahun 2024. Di antaranya, kasus pendakwaan (7) dan penetapan tersangka penodaan agama (7) dilakukan oleh aparat negara, dan 29 kasus pelaporan penodaan agama oleh masyarakat.

Ketiga, gangguan terhadap pendirian dan operasionalisasi tempat ibadah. Meskipun jumlah gangguan menurun dari 65 kasus pada 2023 menjadi 42 kasus pada 2024, angka ini masih menjadi bukti bahwa permasalahan pendirian tempat ibadah belum terselesaikan secara sistemik.

Baca Juga: Mempertanyakan Kehadiran dan Keberpihakan Negara dalam Kasus-kasus Pelanggaran Kebebasan Beragama Berkeyakinan di Jawa Barat
Diskusi Lintas Agama, Mendorong Negara untuk Tidak Melakukan Pelanggaran Kebebasan Beragama Berkeyakinan

Khawatir Kondisi KBB Makin Parah

Pada tahun 2024 ditandai dengan meningkatnya pelanggaran KBB yang menunjukkan lemahnya komitmen negara dalam melindungi hak konstitusional warga negara di tengah transisi kekuasaan. Praktik intoleransi dan diskriminasi baik oleh masyarakat maupun aparat negara masih marak terjadi, memperlihatkan jarak antara komitmen politik dan implementasi nyata di lapangan.

Hal tersebut tidak sesuai dengan konteks Hak Asasi Manusia (HAM) bahwa Kebebasan Beragama Berkeyakinan adalah hak fundamental yang diakui oleh Undang Undang Dasar 1945 dan harus dijamin oleh negara. Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, sementara Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 memastikan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

SETARA menegaskan, tingginya kasus pelanggaran KBB selama 10 (sepuluh) tahun terakhir menjadi bukti kegagalan negara dalam memastikan terbentuknya ekosistem toleransi. Bahkan, transisi pemerintahan menuju Presiden Prabowo belum terlihat adanya komitmen kuat dalam pemajuan KBB. Pemerintah, lanjut SETARA Institute, sebenarnya memiliki kesempatan strategis untuk mengubah tren negatif pelanggaran KBB.

*Kawan-kawan dapat menyimak karya-karya lain Ryan D.Afriliyana, atau artikel-artikel lain tentang Kebebasan Beragama Berkeyakinan 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//