Naskah Anton Chekov Dipentaskan Kelompok Teater Stuba, Mengambil Latar Jawa Era Hindia Belanda
Lakon teater Orang Kasar yang dimainkan kelompok teater Stuba, Bandung mengingatkan kita bahwa luka akan sembuh seiring berjalannya waktu.
Penulis Vallencya Alberta Susanto 3 Juni 2025
BandungBergerak.id - Bercerita tentang nyonya Martopo, perempuan yang dulunya gundik lalu menikahi seorang blasteran Jawa dan Eropa kaya raya bernama Martopo. Setelah ditinggal mati suaminya, nyonya Martopo tetap menunjukkan kesetiannya dengan berkabung selama berbulan-bulan di dinding-dinding rapat rumahnya. Sampai suatu ketika, datang seseorang menagih utang suaminya dengan cara kasar.
Naskah asli “Orang Kasar” merupakan karya Anton Chekhov, sastrawan Rusia, dan disadur W. S. Rendra. Lakon ini diadaptasi oleh Studi Teater Universitas Islam Bandung (Stuba), Bandung, Rabu, 28 Mei 2025. Jawa era Hindia Belanda dipilih menjadi latar belakang teater ini.
Dipersiapan sekitar 5 bulan dan melibatkan mahasiswa dalam seluruh prosesnya, baik produksi, hingga pemeran, teater lakon “Orang Kasar” menyajikan pertunjukan apik dengan durasi kurang lebih 60 menit.
Cinta Nyonya Martopo
Sebagai manusia yang ditinggal pergi orang terkasih pasti akan mengalami duka. Bahkan duka itu berlangsung berlarut-larut. Sama halnya seperti nyonya Martopo yang keras pada dirinya sendiri semenjak kepergian suaminya dan dia memutuskan untuk mengurung dirinya di dalam rumahnya selama berbulan-bulan.
Kematian tuan Martopo menjadi luka yang dalam bagi nyonya Martopo, ditambah dengan terungkapnya perselingkuhan tuan Martopo dengan banyak wanita lain yang makin mendukakan hati nyonya Martopo. Hal itulah yang menjadikan Nyonya Martopo makin meratap dan ingin membuktikan kepada dunia, sekalipun suaminya jahat, ia akan tetap setia dan mencintainya sampai akhir hayat hidupnya.
“Aku telah memalu, aku adalah istri yang mengurung diriku sendiri dan aku akan tetap tinggal sampai mati,” ratap nyonya Martopo.
Datanglah Bilal, si penagih utang. Walaupun awalnya Bilal sangat kasar, namun akhirnya ia jatuh cinta kepada nyonya Martopo.
Dari situlah awal bangkitnya nyonya Martopo dari terpuruk menjadi bisa merasakan cinta lagi dan dapat melanjutkan hidupnya. Penggambaran orang kasar dalam lakon ini ditunjukkan dari dua sudut pandang. Sudut pandang pertama dilihat dari Bilal yang menagih hutang, dan yang kedua adalah karakter Nyonya Martopo yang kasar dalam hal cinta, di mana awalnya sang nyonya bersikukuh untuk setia pada suaminya, tetapi ia jatuh cinta kembali pada Bilal.
Sang sutradara, Arsyad (21 tahun) menekankan bahwa lakon ini mengingatkan agar kita jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan. Kita juga diingatkan untuk tidak dan memaksakan diri karena semua hal ada batasnya.
“Jangan terlalu meratap akan duka, karena bisa menghambat hal-hal positif yang datang dalam diri kita,” kata Arsyad.
Ifghi (19 tahun), pemeran utama dalam lakon Orang Kasar menambahkan, manusia tidak boleh larut dalam kesedihan. Sebab, masih banyak hal yang bisa digali dan waktu pasti akan menyembuhkan setiap luka.
Baca Juga: Jejak Dosa di Ujung Malam Garapan Teater Lakon, Menggabungkan Seni Pertunjukan dan Film
Praktik Kotor Calon Kepala Daerah dalam Lakon Teater Awal Bandung

W.S. Rendra
Disarikan dari Jendela Sastra, Willibrordus Surendra Broto Rendra, dikenal luas sebagai WS Rendra atau "Si Burung Merak", adalah tokoh besar dalam dunia sastra dan teater Indonesia. Lahir di Solo pada 7 November 1935, Rendra dikenal lewat suaranya yang lantang, penampilannya yang khas, dan kemampuannya membaca sajak serta melakonkan tokoh di panggung. Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta dan menulis serta mementaskan berbagai drama dan puisi yang kini melegenda.
Rendra menempuh pendidikan di Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada, lalu melanjutkan ke American Academy of Dramatical Art di New York pada 1967. Karya-karyanya meliputi cerpen, esai, puisi, dan naskah drama. Beberapa karya terkenalnya antara lain Balada Orang-Orang Tercinta, Empat Kumpulan Sajak, serta drama Orang-orang di Tikungan Jalan yang memenangkan penghargaan dari Departemen P & K Yogyakarta.
Setelah kembali dari Amerika, Rendra aktif memimpin Bengkel Teater. Ia dikenal lantang menyuarakan kritik sosial dan politik, yang membuat beberapa karyanya seperti SEKDA dan Mastodon dan Burung Kondor sempat dilarang tampil. Puisinya juga kerap membela kaum marjinal, seperti Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta dan Pesan Pencopet kepada Pacarnya.
Beberapa puisinya telah diterjemahkan, seperti dalam buku Rendra: Ballads and Blues: Poems (Oxford University Press, 1974). Ia juga pernah membacakan puisinya Mencari Bapak pada peringatan ulang tahun Mahatma Gandhi di Jakarta (1987), serta tampil di berbagai forum nasional dan internasional.
Rendra dikenal tidak memiliki kredo seni khusus, tetapi berpegang pada filosofi hidup yang menjunjung kebebasan, kejujuran, dan harmoni. Ia meraih berbagai penghargaan, seperti Hadiah Puisi (1957), Anugerah Seni (1969), dan Hadiah Seni dari Akademi Jakarta (1975). Ia wafat pada 2009, meninggalkan warisan besar dalam dunia sastra dan teater Indonesia.
Anton Chekhov
Disarikan dari Britannica, Anton Pavlovich Chekhov (1860–1904) adalah penulis drama dan cerpen Rusia yang dikenal sebagai pelopor cerita pendek modern dan tokoh penting sastra realis akhir abad ke-19. Ia lahir di Taganrog, Rusia, dari keluarga kelas bawah. Masa kecilnya keras, dibesarkan oleh ayah yang otoriter dan religius. Meski penuh tekanan, pengalaman masa kecil ini menjadi bahan penting dalam karyanya.
Chekhov menerima pendidikan klasik di gimnaziya dan kemudian belajar kedokteran di Universitas Moskow, lulus tahun 1884. Meski menjadi dokter, Chekhov menulis untuk menghidupi keluarganya setelah ayahnya bangkrut. Ia mulai dengan menulis cerita-cerita humor pendek untuk jurnal, lalu berkembang ke karya yang lebih serius dan reflektif.
Karya-karyanya terkenal karena tidak memiliki alur rumit atau akhir yang pasti, tetapi justru menekankan suasana dan detail kehidupan sehari-hari yang tampak sepele namun menyimpan makna mendalam. Ia menggunakan gaya sederhana untuk menggambarkan realitas Rusia masa itu. Salah satu prinsip terkenalnya adalah "senjata Chekhov", yakni bahwa setiap elemen dalam cerita harus memiliki fungsi dalam alur.
Beberapa karya terkenalnya meliputi drama The Seagull, Uncle Vanya, Three Sisters, dan The Cherry Orchard, serta cerpen seperti Ward Number Six, The Black Monk, dan Peasants. Ia dianggap sebagai tokoh utama dalam perkembangan cerita pendek sebagai bentuk seni sastra modern.
Meski hidup singkat dan banyak menderita sakit, Chekhov meninggalkan pengaruh besar pada dunia sastra. Ia dikenang karena ketepatannya dalam menggambarkan karakter dan suasana, serta kemampuannya menyelami sisi terdalam manusia dengan cara yang halus dan tak mencolok.
...
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB