• Berita
  • Praktik Kotor Calon Kepala Daerah dalam Lakon Teater Awal Bandung

Praktik Kotor Calon Kepala Daerah dalam Lakon Teater Awal Bandung

Dalam lakon berjudul “Seseorang yang Mati Menjelang Pemilukada”, kelompok Teater Awal membawakan isu-isu releva, mulai dari politik uang, penggusuran, dan janji-janj

Adegan dalam lakon Seseorang yang Mati Menjelang Pemilukada garapan Teater Awal Bandung, Jumat 24 Mei 2024. (Foto: Noviana Rahmadani/BandungBergerak.id)

Penulis Linda Lestari26 Mei 2024


BandungBergerak.idPermainan kotor pejabat daerah demi mendapat kekuasaan menjadi tema sentral lakon teater “Seseorang yang Mati Menjelang Pemilukada” yang dibawakan Teater Awal. Aspirasi warga tidak pernah didengar, bahkan dibungkam.

Lakon garapan sutradarai Zen Lobo dari naskah karya Bode Riswandi ini diawali dengan kisah Kemala, seorang wanita tuna susila yang menjadi bahan cibiran ibu-ibu setempat karena para suami kerap menggodanya.

Kemala adalah istri simpanan Dirda, calon bupati. Dirda mendatangi warga kampung untuk menebar janji manis dan mengiming-imingi warga dengan pembebasan penggusuran dan pemberian sertifikat tanah. Kemala datang dan mencoba memberi tahu warga terkait perilaku busuk Dirda dan mengakui dirinya sebagai istri simpanan. Namun, status Kemala sebagai tuna susila membuat tidak seorangpun mendengar ucapannya.

Perilaku Kemala lantas menimbulkan kegaduhan. Warga mengakui beberapa kali bertemu dengan sosok misterius mengenakan pakaian serba hitam yang disinyalir orang suruhan Dirda untuk mengontak Kemala. Klimaks pementasan menampilkan adegan penganiayaan dan pembunuhan pada Kemala di kediamannya. Namun pembunuhan ini dituduhkan pada seorang difabel yang tidak berdaya.

Baca Juga: Sukarno, Museum Penjara Banceuy, dan Kesunyiannya
Main-Mind di Museum: Pertunjukan Inklusif Berbasis Teater Museum
Gelar Sastra: Aku Ini Binatang Jalang, Pertunjukan Teater Bel dengan Banyak Unsur Kesenian

Teater yang dipentaskan di Gedung Abdjan Soelaiman UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 23-24 Mei 2024, ini mengolah cerita yang relevan dengan tahun politik. Pemilihan kepala daerah akan digelar di Jawa Barat akhir tahun ini.

Lakon menunjukkan bagaimana opini seorang pemimpin bisa mempengaruhi keputusan massa. Terdapat adegan seorang Kepala RW yang meminta RT untuk meyakinkan warga supaya memilih calon tertentu dalam pemilihan kepala daerah.

RT kemudian mencoba meyakinkan warga dengan iming-iming sertifikat tanah, memuja calon bupati, dan menggambarkannya bak seorang malaikat penolong. Calon bupati bahkan menjanjikan warga bebas dari penggusuran.

Politik uang pun tak ketinggalan menjadi bagian dalam adegan. Misalnya, RW memberi tumpukan amplop pada RT untuk diberikan juga kepada warga. Hal ini jelas ditujukan untuk menarik simpati warga saat kedatangan calon bupati. Warga yang semula mengkritik calon bupati kemudian melunak setelah mendapat sogokan.

Isu penggusuran juga terasa relevan, khususnya di Kota Bandung yang memiliki banyak kasus sengketa lahan dan penyerobotan tanah. Digambarkan bahwa warga yang resah karena kampungnya terancam digusur, kedatangan calon kepala daerah yang berlagak seorang pahlawan. Dia berjanji akan membebaskan warga dari penggusuran dan memberikan sertifikat tanah. Namun, janji ini hanyalah pengulangan empat tahun jabatan sebelumnya, di tahun kelima ia kembali membawa janji yang sama.

Keberanian Mengemukakan Kebenaran

Zen Lobo selaku sutradara pementasan mengakui memilih naskah ini karena memiliki keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Menurutnya, secara kebetulan pementasan ini berdekatan dengan gelaran pilkada Jawa Barat, namun tidak ada bentuk sindiran khusus yang diberikan kepada pejabat publik.

Zen mengatakan, pesan utama yang ingin disampaikan pada pementasan ini adalah keberanian mengemukakan kebenaran-kebenaran seperti yang dilakukan oleh Kemala. Ia berharap, para penonton yang kebanyakan mahasiswa, harus lebih berani dalam menyampaikan kebenaran seperti apa yang dilakukan oleh Kemala.

“Seorang ani-ani (sebutan populer untuk istri simpanan) pun berani mengemukakan kebenaran-kebenaran yang tidak dilakukan oleh pejabat publik. Apalagi kita orang berpendidikan harus lebih berani daripada sosok Kemala yang ada dalam naskah ini,” kata Zen.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Linda Lestari, atau artikel-artikel lain tentang Teater Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//