• Berita
  • Menelisik Upaya Mafia Tanah Mengakali Eigendom Verponding Dago Elos

Menelisik Upaya Mafia Tanah Mengakali Eigendom Verponding Dago Elos

Hakim dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus dikritik, kenapa masih memfasilitasi proses eigendom verponding Dago Elos yang sebetulnya sudah tidak berlaku lagi.

Diskusi Putusan PK Kasus Dago Elos & Kebangkitan Politik Domain Verklaring di Ibukota Asia Afrika di Balai RW Dago Elos, Kota Bandung, Rabu, 22 Mei 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah24 Mei 2024


BandungBergerak.id - Warga Dago Elos terus merawat napas perjuangan untuk mempertahankan hak atas tanah dan ruang hidupnya. Setelah keluarga Muller CS ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan surat tanah oleh Polda Jabar, warga kemudian mengkaji ulang putusan Peninjuan Kembali (PK) Mahkamah Agung. Putusan PK MA 2022 ini jauh dari keberpihakan kepada warga asli Dago Elos yang telah berpuluh-puluh tahun menempati lahan seluas 6,3 hektare yang disengketakan. 

Lita Piltasari, warga Dago Elos merasa hidupnya selalu gelisah setelah PK MA mengabulkan gugatan keluarga Muller. Ia takut suatu hari rumahnya digusur, kehidupannya tercerabut, bagaimana masa depan anak-anaknya, sekolah mereka, dan seterusnya.

“Ngomongin dampak PK sedih, karena berdampak banget bagi kita semua,” ujar Lita.

“Kita juga cari nafkahnya gimana, lingkungan yang baru, ketika digusur. Sekarang tetangganya sudah nyatu dengan kita semua. Kalau saya pribadi sangat takut banget kehilangan lingkungan sekarang ini,” kata Lita, dalam diskusi “Putusan PK Kasus Dago Elos & Kebangkitan Politik Domain Verklaring di Ibukota Asia-Afrika” di Balai RW Dago Elos, Kota Bandung, Rabu, 22 Mei 2024.

Kemurungan itu tak lantas bikin Rita dan tetangga menyerah. Lita dan warga Dago Elos lainnya kemudian mempelajari hukum baik perdata dan pidana, proses pembelajaran tersebut membuat dirinya mengerti dan yakin tidak akan pernah meninggalkan tanah kelahiran dan menyerahkannya barang sepeser pun kepada mafia tanah. 

“Saya selalu menyakini diri, kita tidak akan digusur dari tempat tinggal yang sudah lama kita tempatin. Karena kita yakin pihak lawan data-datanya palsu semua. Alhamdulillah ketika saya belajar dan saya yakin kita semua gak akan ke mana-mana,” tutur Lita.

Logika Cacat Hakim dan Permainan Mafia Tanah

Mahkamah Agung dalam putusan Peninjauan Kembali nomor 109/PK/Pdt/2022 menyatakan Muller Cs dan Jo Budi Hertanto berhak atas kepemilikan objek tanah Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741, dan 3742 seluas 6,3 hektare.

Pakar hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Siti Rakhma Mary mengatakan, kekuatan hukum eigendom verponding sebenarnya telah berakhir dan digantikan oleh Undang Undang Pokok Agraria (PA) No. 5 tahun 1960 yang menyatakan tanah di masa Hindia Belanda harus dikonversi sampai 24 September 1980. Jika tidak melakukan konversi tanah tersebut menjadi milik negara. 

“Yang terjadi Muller dan kawan-kawan itu tidak melakukan konversi. Batas terakhir mereka tidak bisa mengklaim eigendom verponding, dan sudah tak ada lagi. BPN (Badan Pertanahan Nasional) harus dikritik, kenapa masih memfasilitasi proses eigendom verponding sebetulnya sudah tak ada lagi,” ungkap Rakhma yang dalam Pengadilan Rakyat di Dago Elos kemarin, ia memimpin Majelis Dewan Hakim Rakyat dengan anggota Asfinawati, Alghiffari Aqsa, Yance Arizona, dan Bivitri Susanti.

Rahkma menegaskan, putusan majelis hakim pada PK ini sangat berat dengan alasan tak memiliki sertifikat, padahal warga sudah berpuluh-puluh tahun hidup di sana. Menurut Rakhma, warga Dago Elos lebih berhak mendapatkan hak atas tanah. Bila mereka tak memiliki sertifikat maka bukti letter c dan letter d yang dimiliki warga harus menjadi dasar bahwa tanah itu milik warga.

Dokumen letter c dan letter d merupakan bagian dari syarat untuk mendapatkan sertifikat tanah. Rakhma menjelaskan, memang dokumen-dokumen tersebut bukan hak atas tanah, tapi dokumen ini menjadi bukti untuk melakukan pembayaran pajak sehingga menjadi dasar untuk diberikan hak milik atas tanah tersebut.

Masyarakat yang sudah tinggal selama berpuluh-puluh tahun dilindungi undang-undang dengan dasar Keputusan Presiden nomor 32 tahun 1979 tentang pokok-pokok kebijaksaan konversi atas tanah. Keputusan hakim PK MA jelas mengherankan karena menenangkan Muller CS yang mengajukan permohonan kepemilikan tanah berdasarkan eigendom verponding yang sudah tidak berlaku di hukum republik. Padalah, masyarakat telah menguasai lahan Dago Elos selama bertahun-tahun dan perkara belum mengajukan permohonan atas tanah tak menjadikan hak penguasaan dari masyarakat itu hilang. 

“Ini logika yang kacau dari hakim. Artinya majelis hakim sudah salah menafsirkan fakta-fakta dan hukum yang mendasari putusan itu, akibatnya buat kasus-kasus yang lain, sepanjang saya menangani persoalan tanah di tempat yang lain banyak kasus seperti ini,” beber Rakhma.

Baca Juga: Ketukan Palu Hakim untuk Pemilik Sah Tanah Dago Elos
Pengadilan Rakyat Dago Elos Memvonis Bersalah Trio Muller dan PT. Dago Inti Graha
Surat Terbuka untuk Raja Willem-Alexander: Benarkah Tiga Bersaudara Muller Merupakan Kerabat Keluarga Kerajaan Belanda?

Simbol mafia tanah di diskusi Putusan PK Kasus Dago Elos & Kebangkitan Politik Domain Verklaring di Ibukota Asia Afrika di Balai RW Dago Elos, Kota Bandung, Rabu, 22 Mei 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Simbol mafia tanah di diskusi Putusan PK Kasus Dago Elos & Kebangkitan Politik Domain Verklaring di Ibukota Asia Afrika di Balai RW Dago Elos, Kota Bandung, Rabu, 22 Mei 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)


 

BPN Lemot

Peneliti Senior Agraria Resource Center Dianto Bachriadi mengatakan tanah eks-eigendom sering menjadi sasaran empuk permainan mafia tanah dengan membuat gugatan-gugatan di pengadilan kemudian membawa putusan tersebut ke BPN. Sedangkan eigendom verponding sendiri harus dikonversi menjadi hak milik melalui UU PA tahun 1960.

“Kalau putusan pengadilan itu tetap inkrah, maka putusan pengadilan itu bisa dibawa ke BPN untuk bukti yuridis, agar dia mendapatkan sertifikat.  Jadi kita patut menduga sangat kuat, terjadi permainan-permainan juga di pengadilan itu,” kata Dianto.

Eigendom verponding hadir di zaman Hindia Belanda disebabkan adanya domein verklaring di mana tanah yang tak memiliki hak atas eigendom menjadi milik negara. Namun, ini telah dicabut dan telah berakhir dengan adanya UUPA tentang penguasaan tanah.

“Cerita eigendom itu harusnya gak berlaku, tanah ini tanah negara dan priotasnya pada warga. Eigendom selesai tahun 80-an, cilakanya BPN ini lemot. Dengan berbagai macam alasan, warga yang mengajukan sertifikat susah banget, itu penyakitnya, memperlambat, menyulitkan warga atas tanah,” jelas Dianto. 

Putusan hakim MA dalam PK Dago Elos seharusnya menggunakan aturan hukum agraria yang berlaku. Namun hal ini justru tidak dilihat dan disinggung oleh hakim. Meski pun begitu, warga Dago Elos bisa mengajukan PK kedua karena memiliki bukti-bukti baru. Hal ini terjadi di Mahkamah Konsitusi pada tahun 2012 yang menguji salah satu pasal untuk kepastian hukum dan keadilan, upaya PK tersebut bisa dilakukan lebih dari satu kali.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Awla Rajul, atau artikel-artikel lain tentang Dago Elos

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//