Mengenal Tradisi Batik Dingin di Kami Kamu Coffee
Pelatihan batik dingin sebagai upaya memperkuat kecintaan terhadap kebudayaan Jawa Barat di tengah maraknya produksi batik oleh Malaysia dan China.
Penulis Tim Redaksi12 Juni 2025
BandungBergerak.id - Praktik membatik biasanya dilakukan dengan cara memanaskan canting ke api. Di acara "Semarak Budaya: Workshop & Eksibisi Batik Lilin Dingin" proses membatik memakai teknik lilin dingin. Pelatihan ini digelar di Kami Kamu Coffee, Antapani, Bandung dengan melibatkan para guru.
Di pelatihan yang dibuka pertunjukan Tari Jaipong, para peserta diajak mempraktikkan teknik batik dingin, dipandu oleh Susentono, atau yang akrab disapa Kang Tono, seniman dari Sanggar Olah Seni Babakan Siliwangi.
Proses pembuatan batik dingin dinilai lebih mudah dan singkat. Teknik ini dapat dilakukan oleh berbagai kalangan, termasuk anak-anak, karena tidak memerlukan lilin panas.
“Batik ini praktis, karena tidak menggunakan pemanas dan cantingnya hanya plastik kerucut seperti tadi, dan pewarnanya juga tidak perlu pencelupan, cukup pake kuas,” ujar Tono, Jumat, 23 Mei 2025.
Meski dikenal sebagai batik lilin dingin, istilah "lilin" di sini merujuk pada kebiasaan masyarakat yang mengasosiasikan membatik dengan penggunaan lilin. Tono menjelaskan bahwa bahan yang digunakan sebenarnya adalah perintang dingin. “Merintangi atau menutupi kain supaya tidak terkena tinta,” ungkapnya.
Awalnya, batik dingin menggunakan bahan perintang tradisional seperti bubur aci kawung atau bubur ketan hitam. Namun, Kang Tono memodifikasi bahan tersebut dengan menggunakan pengental makanan agar lebih tahan lama.
Proses pewarnaannya yang menyerupai teknik melukis memungkinkan batik dingin untuk diterapkan pada berbagai jenis media, mulai dari kain berserat halus hingga kanvas. Produk akhirnya pun beragam, dari pakaian hingga dekorasi.
Dengan berbagai keunikan dan kemudahan tekniknya, batik dingin menjadi salah satu bentuk eksplorasi budaya yang memperkaya tradisi batik Indonesia. Kegiatan seperti workshop ini menjadi wadah penting dalam memastikan tradisi tersebut tetap hidup dan dikenali lintas generasi.
Penyelenggaraan workshop di Kami Kamu Coffee bertujuan memperkuat kecintaan terhadap kebudayaan Jawa Barat dan menjaga eksistensi batik sebagai warisan budaya, di tengah maraknya produksi batik oleh negara lain seperti Malaysia dan Cina. Melalui pelatihan ini, diharapkan masyarakat Indonesia semakin akrab dengan batik dan menjadikannya bagian dari kehidupan sehari-hari.

Teknik Batik Dingin Jawa Barat
Kang Tono mulai mempelajari batik dari para seniornya dan tertarik untuk melestarikan teknik batik dingin yang berasal dari Jawa Barat. Kini, ia rutin melatih teknik ini di sanggarnya.
Kang Tono menciptakan motif-motif batik yang mewakili budaya Jawa Barat. Salah satu karyanya adalah motif Sekar Kujang, yang terinspirasi dari ikon khas daerah tersebut.
“Sekar itu kan bunga. Nah, puspa Jawa Barat kan hibiscus atau bunga sepatu, nah saya angkat sebagai motif, dan saya bikin motif batik dari bentuk kujangnya. Jadi, itu filosofinya kayak Yin Yang lah. Kujang mewakili laki-laki, Sekarnya mewakili perempuan,” jelas Tono.
Ke depan, Kang Tono merencanakan pengembangan motif baru yang merepresentasikan Kota Bandung. Ia menyebut akan mengangkat motif sekar patrakomala dan cangkurileung atau burung kutilang sebagai elemen utama.
Baca Juga: Jejak Luhur Batik Indonesia, dari Tradisi Hingga Warisan Budaya Bandung
Menelisik Perspektif Pelajar terhadap Batik
Sejarah Batik
Batik telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda Indonesia sejak 2 Oktober 2009. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Dengan ragam jenis dan motif yang mencerminkan daerah asalnya, batik terus berkembang termasuk melalui inovasi teknik seperti batik dingin.
Umumnya, proses membatik menggunakan canting dan lilin panas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Primayanti (2020), canting berfungsi menampung lilin cair panas yang digunakan untuk merintangi kain dari pewarna. Lilin dituliskan pada kain, sehingga bagian tertutup lilin akan tetap berwarna asli saat proses pewarnaan.
Berbeda dari teknik tradisional tersebut, batik dingin menggunakan bahan dan alat yang lebih sederhana. Batik dingin merupakan warisan budaya tak benda dari Jawa Barat yang telah dikenal sejak abad ke-17. Kala itu, hanya dua negara yang diketahui menggunakan teknik ini, yakni Indonesia dan Norwegia. Meski muncul dua abad setelah batik tradisional, batik dingin memiliki ciri khas tersendiri.
Encus Dyah Ayoe Moerniwati, mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, memaparkan batik di Indonesia dipercaya telah ada sejak masa Kerajaan Majapahit.
Kesenian batik kemudian berkembang pada masa Kerajaan Mataram, dan dilanjutkan pada masa Kerajaan Solo serta Yogyakarta (Dedi, 2009:6). Artinya, tradisi membatik telah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan besar di Pulau Jawa dan terus berkembang hingga abad ke-18 dan ke-19, saat penyebarannya semakin meluas ke berbagai wilayah Indonesia.
Namun, terdapat pandangan berbeda mengenai asal usul batik. G.P. Rouffer (dalam Soemarjadi dkk., 2001:134) berpendapat bahwa Batik Jawa berasal dari luar, yakni dibawa oleh orang Kalingga dan Karomandel dari India.
Pada awalnya mereka datang sebagai pedagang dan kemudian menjadi imigran kolonial sejak sekitar tahun 400 Masehi. Meski demikian, menurut Susanti (dalam Soemarjadi dkk., 2001:134), kenyataan menunjukkan bahwa ragam hias batik di Indonesia tidak memiliki kesamaan dengan yang terdapat di India. Perbedaan ini menjadi dasar keraguan terhadap pendapat bahwa batik Indonesia berasal dari India.
*Reportase ini dikerjakan reporter BandungBergerak Wilda Nabila Yoga dan Aqeela Syahida Fatara