• Berita
  • Membicarakan Uang dalam Dunia Seni di Galeri Soemardja, antara Realitas Kocek Seniman dan Estetika

Membicarakan Uang dalam Dunia Seni di Galeri Soemardja, antara Realitas Kocek Seniman dan Estetika

Bawana Helga Firmansyah, pemenang nasional UOB Painting of the Year 2024, menceritakan realitas di balik layar seorang seniman.

Ilustrasi. Mengelola keuangan diperlukan oleh individu maupun perusahaan. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak)

Penulis Olivia A. Margareth14 Juni 2025


BandungBergerak.id"Cemas itu pasti ada, karena cemas datang dari sesuatu yang tidak pasti. Dan ketidakpastian itu selalu datang tanpa direncanakan," kata Bawana Helga Firmansyah dengan tenang, namun tegas.

Sebagai pemenang nasional UOB Painting of the Year 2024, ilustrator yang kini bergiat di BandungBergerak.id itu membuka diskusi dengan satu kenyataan: menjadi seniman bukan hanya soal imajinasi dan inspirasi, tapi juga soal kecemasan akan penghasilan yang tak tetap.

Dalam forum diskusi bertajuk “The Artful Balance: Kreatif Menciptakan Karya, Bijak Mengelola Keuangan” yang digelar di Galeri Soemardja, FSRD ITB, Rabu 4 Juni 2025, Bawana menyampaikan pengalaman personal yang kerap terabaikan dalam percakapan seputar dunia seni—yakni persoalan finansial.

Ia mengakui bahwa kebutuhan hidup sebagai seniman menuntut biaya tidak sedikit. Sebagian besar alat dan bahan yang ia gunakan berasal dari luar negeri, dengan harga yang tidak murah. Maka, pengambilan keputusan sehari-hari pun tak bisa impulsif.

“Saya harus memilah, ketika mau beli alat itu benar-benar butuh atau hanya sesaat,” ujarnya.

Baginya, berkarya adalah proses yang tak bisa dipisahkan dari keputusan-keputusan finansial. Tak semua keinginan bisa dipenuhi, bahkan jika itu menyangkut kebutuhan artistik.

Forum diskusi bertajuk The Artful Balance: Kreatif Menciptakan Karya, Bijak Mengelola Keuangan di Galeri Soemardja, FSRD ITB, Bandung, Rabu 4 Juni 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)
Forum diskusi bertajuk The Artful Balance: Kreatif Menciptakan Karya, Bijak Mengelola Keuangan di Galeri Soemardja, FSRD ITB, Bandung, Rabu 4 Juni 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)

Lebih dari itu, Bawana menyoroti pentingnya ruang berkarya yang layak. Baginya, galeri atau museum tidak hanya berfungsi sebagai tempat memamerkan karya, tapi juga menjadi medium penting untuk menguji interaksi dengan audiens. Di sana, seniman dapat melihat respons, memperdalam perspektif, dan memahami nilai karyanya dalam pandangan publik.

Namun, ia menyadari bahwa keberlangsungan hidup seniman tidak dapat bergantung hanya pada ruang pamer atau penghargaan. Kemampuan mengelola keuangan pribadi menjadi bekal yang tak kalah penting. Menurutnya, literasi finansial bukan hanya milik pekerja kantoran atau pelaku bisnis, tapi sangat relevan bagi para seniman yang hidup dari penghasilan yang tidak tetap.

Untuk itu, Bawana menjalankan strategi sederhana: menerima proyek ilustrasi komersial seperti sampul buku atau konten visual daring, sebagai cara menjaga keberlanjutan ekonomi sekaligus ruang untuk tetap berkarya.

Baca Juga: Cerita para Seniman di Jalan Braga
Para Seniman Mengarsipkan Sisa-sisa Masa Depan di Kota Bandung, Merekam Ingatan Melalui Fotografi dan Lagu Sabubukna

Seniman dalam Ketidakpastian Finansial

Forum diskusi ini menghadirkan percakapan yang jarang muncul di ruang-ruang diskusi seni. Biasanya, pembicaraan tentang seni berfokus pada proses kreatif, pencarian ide, atau semangat berkarya. Namun kali ini, diskusi membuka kenyataan lain: ketidakpastian penghasilan, tagihan yang menumpuk, dan pentingnya kesadaran finansial dalam praktik kesenian.

Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian kompetisi "UOB Painting of the Year 2025". Forum ini menyentuh keresahan yang nyata dari para pelaku seni. Dipandu oleh Keni Soeriaatmadja, diskusi mempertemukan narasumber dari berbagai latar belakang: lembaga pendukung seni, juri kompetisi, dan seniman penerima penghargaan.

Bawana Helga Firmansyah, pemenang UOB Painting of the Year 2024, Rabu 4 Juni 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)
Bawana Helga Firmansyah, pemenang UOB Painting of the Year 2024, Rabu 4 Juni 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)

Maya Rizano dari pihak penyelenggara membuka diskusi dengan menekankan bahwa dukungan terhadap seni tak cukup hanya dalam bentuk apresiasi, tetapi juga harus menciptakan ruang hidup yang berkelanjutan bagi para seniman. Salah satu bentuk dukungan tersebut, menurutnya, adalah penyelenggaraan kompetisi tahunan UOB Painting of the Year.

Agung Hujatnika, koordinator juri UOB Painting of the Year 2025, menambahkan bahwa seni yang baik adalah seni yang memiliki konteks dan berhubungan dengan kondisi sosial. Ia juga menyinggung nama Prabu Perdana sebagai contoh seniman Indonesia yang berhasil menembus kancah Asia Tenggara lewat kompetisi ini pada tahun 2020.

Diskusi ini memperlihatkan bahwa romantisisme tentang kehidupan seniman seringkali menutupi realita penting yang justru menentukan keberlangsungan mereka. Membicarakan uang di dunia seni bukanlah hal tabu. Sebaliknya, menjadi terbuka soal finansial adalah langkah awal agar seniman bisa lebih leluasa mengambil keputusan artistik—tanpa bayang-bayang tekanan ekonomi yang membelenggu.

Dalam ekosistem seni yang belum sepenuhnya mendukung—baik dari sisi penghasilan tetap, akses pendanaan, hingga ruang berekspresi—kemampuan mengelola diri menjadi keterampilan krusial. Bukan hanya soal mengatur uang, tapi juga mengatur ekspektasi, waktu, dan tenaga.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//