• Berita
  • Seruan dari Bandung tentang Pencabutan Semua Izin Tambang Nikel di Raja Ampat

Seruan dari Bandung tentang Pencabutan Semua Izin Tambang Nikel di Raja Ampat

Tambang nikel di Raja Ampat akan merusak alam dan keanekaragaman hayati. Stop investasi yang merusak alam!

Mahasiswa Papua dan warga simpatisan dari Front Rakyat Anti Investasi dan Militerisme melakukan aksi unjuk rasa di Bandung, 16 Juni 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah17 Juni 2025


BandungBergerak.id - "Papua Bukan Tanah Kosong," menggema dalam aksi mahasiswa Papua di Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Senin, 16 Juni 2025. Mereka yang tergabung dalam Front Rakyat Antiinvestasi dan Militerisme menolak investasi yang merusak keindahan alam Papua dan menuntut semua izin tambang dicabut, termasuk PT.GAG Nikel.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menyisakan, PT GAG Nikel yang masih beroperasi.

Weak Kosay, juru bicara Front Antiinvestasi dan Militerisme menjelaskan, keberadaan perusahaan PT GAG Nikel sangat berdampak pada rakyat Papua sekalipun diklaim telah memenuhi syarat untuk melakukan operasi.

"Kami lihat oleh rakyat Papua itu bukan punya syarat untuk melakukan operasi, tapi kami lihat dampak yang akan terjadi kepada kami rakyat Papua. Sebenarnya, Raja Ampat ini mempunyai kecantikan yang kemudian menarik perhatian dunia juga Indonesia," kata Weak, kepada wartawan, Senin, 16 Juni 2025.

Weak mengatakan, dampak dari penambangan merusak lingkungan dan ekosistem alam, dan mengancam habitat hewan dan tumbuh-tumbuhan baik di laut dan di darat.

“Jadi kekayaan Raja Ampat, juga yang ada di Papua, nanti hilang begitu cepat karena kepentingan itu," bebernya.

Weak menyinggung mengenai masyarakat yang mendukung tambang. Menurutnya, negara telah melakukan pendekatan pribadi-pribadi yang imbasnya bisa memicu konflik horizontal antara pihak yang sepakat dan tidak sepakat dengan tambang.

"Jadi mereka ini bukan orang asli Papua, tapi transmigran yang sudah hidup lama di sana dengan dasar mempunyai KTP di sana," jelas Weak.

Dampak Pertambangan bagi Perempuan di Papua

Siska Bamulki, perempuan asal Papua yang menjadi peserta aksi, mengatakan pertambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya telah ada sejak lama. Isu tersebut baru naik setelah banyak orang yang mengekspos kejadian di sana.

Siska menjelaskan banyak masyarakat adat di Raja Ampat yang menolak adanya tambang nikel. Ia menyebut, beberapa masyarakat transmigran dihasut untuk melakukan propaganda menyetujui tambang nikel.

Baca Juga: Mahasiswa Papua di Bandung Mengajak Memetik Pelajaran dari Bahaya Tambang Nikel di Raja Ampat
Aksi Longmars Solidaritas untuk Palestina di Bandung, Menyeru Kemerdekaan Penuh dan Hentikan Genosida
“Tapi kemudian di masyarakat adatnya sendiri menolak adanya tambang di sana," jelas Siska, di lokasi, Senin, 16 Juni 2025.

Pertambangan nikel juga berdampak pada perempuan-perempuan di Papua yang terbiasa mengambil produksi makanan di perkebunan. Pasok makanan keluarga mereka pun hilang.

Belum lagi akses dan aktivitas ekonomi yang tidak disediakan untuk perempuan-perempuan di Papua. Siska mengatakan, ibu-ibu di Papua sangat kewalahan untuk sekadar mencari makan.

Pendekatan militer di Papua juga membuat kaum perempuan dan anak trauma. "Ini dampak-dampak dari investasi dan operasi-operasi militer. Dominasi sistem patriarki sangat kental. Mama juga dibatasi ruang geraknya," ujar Siska.

Menurutnya, konflik di Papua membutuhkan pendekatan yang humanis tanpa kekerasan. Kaum perempuan di Papua sempat menyuarakan suara mereka agar Pemerintahan Daerah di Papua menyediakan pasar di perkotaan.

Dalam aksi ini Front Rakyat Antiinvestasi dan Militerisme menuntut penarikan militer di tanah Papua, penghentian eksploitasi alam, pencabutan UU TNI, penolakan RUU Polri, penolakan RUU Penyiaran, dan menolak semua UU yang tidak memihak rakyat.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//