Lantang Petani Subang: Tak Ada Beras Jika Pertanian Tergusur
Akasi para petani dalam Koalisi Gerakan Rakyat Selamatkan Bumi (Sabumi). Dari teatrikal hingga menuntut DPRD Jawa Barat agar tidak mengumbar janji.
Penulis Leo Saputra17 Juni 2025
BandungBergerak.id – Suara warga Subang menggema lantang di depan Gedung Sate, Bandung, Selasa, 10 Juni 2025. Ia berdiri tegak di tengah barisan massa yang tergabung dalam Koalisi Gerakan Rakyat Selamatkan Bumi (Sabumi), menggenggam mikrofon dan menyuarakan kekhawatiran mereka yang selama ini terpinggirkan oleh pembangunan.
"Moal aya beas, moal aya hasil tani ari petana eweh mah (Tak akan ada beras, tak akan ada hasil tani jika petani tidak ada)," serunya.
Ia tak hanya mengungkapkan kecemasan atas alih fungsi lahan yang kian masif, tapi juga menyampaikan kritik langsung kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. "Lain Siliwangi lamun saling ngarusak mah [Bukan Siliwangi (mengacu pada raja Sunda) jika saling merusak]," ujarnya.

Aksi yang digelar dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini diinisiasi oleh WALHI Jawa Barat bersama Sabumi, dan melibatkan lebih dari 50 organisasi masyarakat sipil dari seluruh provinsi. Setelah berorasi di depan Gedung Sate, massa melanjutkan aksinya ke Gedung DPRD Jawa Barat.
Aksi ini juga dimeriahkan dengan penampilan teatrikal oleh Mang Priston, seorang seniman rakyat yang telah lama aktif dalam isu-isu agraria. Dengan mengenakan pakaian sederhana khas petani, ia berjalan perlahan di tengah massa sambil memanggul cangkul, menggenggam seikat padi, dan mengibarkan bendera merah putih. Aksinya menyedot perhatian para peserta aksi dan media yang meliput.
Isu alih fungsi lahan, konflik agraria, dan kerusakan ekosistem di wilayah pesisir, pertanian, serta hutan menjadi sorotan peserta aksi. Sabumi menilai bahwa pembangunan di Jawa Barat selama ini lebih mengutamakan kepentingan investasi dan industri ekstraktif dibandingkan keberlanjutan ekologis dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Menurut Koalisi Sabumi, mereka menuntut tidak hanya berbicara tentang keberlanjutan lingkungan, tetapi juga menyangkut keadilan sosial dan demokrasi ekonomi. Mereka menilai arah pembangunan di Jawa Barat selama ini cenderung eksploitatif, berorientasi pada investasi besar yang mengabaikan hak-hak masyarakat adat, petani, nelayan, dan komunitas lokal lainnya.
Proyek-proyek seperti kawasan wisata eksklusif, PLTU berbasis batu bara, serta ekspansi properti telah menggeser masyarakat dari ruang hidupnya sendiri dan memperparah krisis iklim serta ketimpangan penguasaan lahan.
Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat Wahyudin Iwang menegaskan, aksi ini merupakan respons atas berbagai bentuk krisis lingkungan yang semakin parah di Jawa Barat. Berdasarkan data WALHI, lebih dari 1,6 juta hektare lahan di Jawa Barat telah mengalami kerusakan dan alih fungsi, termasuk di wilayah pesisir seperti Subang dan Indramayu, serta kawasan hutan dan resapan air di Cianjur hingga Pangandaran.
"Alih fungsi lahan yang masif menyebabkan rusaknya ekosistem dan hilangnya ruang hidup masyarakat," ujar Iwang. Ia juga menyoroti ketimpangan penguasaan lahan yang cenderung menguntungkan korporasi dan oligarki, serta lemahnya komitmen pemerintah dalam melindungi hak atas tanah bagi rakyat.
Baca Juga: Jawa Barat Menghadapi Kelangkaan Petani Pangan
Mahasiswa Bandung: Hentikan Kriminalisasi pada Petani Pakel!

Janji Wakil Rakyat
Di Gedung DPRD Jawa Barat, perwakilan legislatif menyambut kedatangan massa aksi dan menyatakan akan menampung serta menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan. Ketua DPRD Jabar, Buky Wibawa, menyebut bahwa isu lingkungan dan agraria merupakan hal krusial yang membutuhkan perhatian lintas sektor, termasuk pelibatan langsung dari masyarakat sipil.
Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono menyatakan dukungannya terhadap pembentukan Panitia Kerja (Panja) Agraria dan Lingkungan Hidup, serta menyambut baik usulan pembentukan Dewan Pertimbangan Agraria dan Lingkungan sebagai forum konsultatif antara rakyat dan pemerintah.
"Tanah untuk rakyat, itu amanat konstitusi. Kami menyambut baik usulan pembentukan dewan pertimbangan lingkungan dan agraria, dan akan kami bahas dalam mekanisme kerja dewan," ujar Ono di hadapan massa.
Momentum ini menurutnya tepat karena sedang berlangsung pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yang akan menjadi arah kebijakan pembangunan Jawa Barat dalam lima tahun ke depan.
Meski demikian, massa aksi menegaskan bahwa pernyataan politik tanpa tindak lanjut hanya akan menjadi janji kosong. Mereka menuntut agar komitmen yang diucapkan di hadapan publik segera diwujudkan dalam bentuk kebijakan konkret dan perlindungan yang nyata bagi masyarakat terdampak.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB