Konferensi Harm Reduction untuk Rokok Berisiko Melemahkan Upaya Pengendalian Tembakau
Konferensi internasional CoEHAR menuai kritik. Dikhawatirkan membelokkan arah kebijakan pengendalian tembakau.
Penulis Awla Rajul19 Juni 2025
BandungBergerak.id -Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHAR) baru saja menyelenggarakan Asia-Pacific Conference on Smoking and Harm Reduction 2025, Sabtu, 14 Juni 2025 di UTC Hotel Bandung. Kegiatan CoEHAR yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia itu menuai kritik dan keprihatinan serius oleh sejumlah pakar pengendalian tembakau.
Kegiatan yang dibangun dalam forum ilmiah internasional tersebut berisi dialog pengurangan bahaya tembakau (tobacco harm reduction) yang dibahas melalui penelitian ilmiah, penerapan klinis, dan usulan untuk strategi kesehatan masyarakat yang lebih efektif. Namun begitu, kegiatan itu dinilai menghadirkan sejumlah pembicara yang dikenal sebagai pendukung pendekatan “harm reduction” dalam konsumsi produk tembakau dan nikotin, termasuk rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan.
Pendekatan tersebut dinilai berisiko membelokkan arah kebijakan pengendalian tembakau yang berbasis bukti ilmiah dan perlindungan kesehatan masyarakat. Terlebih, sponsor acara tersebut diduga adalah organisasi yang menerima pendanaan dari industri rokok raksasa.
Kiki Soewarso, aktivis pengendalian tembakau dari Tobacco Control Support Center (TCSC) IAKMI dan pakar komunikasi dari London School of Public Relations (LSPR) Institute, mengungkapkan, konsep harm reduction yang diusung dalam konferensi itu sebenarnya adalah bagian dari strategi industri rokok untuk mempertahankan pasar produk adiktif mereka. Kiki juga menyampaikan keprihatinannya melihat adanya upaya menciptakan ‘new normal’ bagi pengguna vape atau rokok elektronik di dalam ruangan yang dicitrakan lebih aman dibandingkan rokok konvensional.
“Bukti ilmiah independen menunjukkan bahwa produk seperti rokok elektronik dan HTP (heated tobacco products) tetap berisiko bagi kesehatan dan dapat menarik anak-anak serta remaja untuk mulai menggunakan nikotin,” kata Kiki, dikutip dari siaran pers RUKKI yang diterima BandungBergerak, Senin, 16 Juni 2025. “Ini adalah ilusi yang sengaja dibangun oleh industri untuk membuka kembali ruang-ruang yang sebelumnya berhasil dilindungi dari asap rokok.”
Mouhamad Bigwanto, Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI), menyampaikan keprihatinan atas keterlibatan peneliti dari lembaga negara dalam acara yang cenderung menguntungkan narasi industri rokok. Ia menyesalkan keterlibatan peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Lembaga negara seharusnya menjaga independensi dan komitmen terhadap perlindungan kesehatan masyarakat, bukan justru tampil dalam forum yang secara terang-terangan mempromosikan konferensi yang dipelopori oleh lembaga asing dan didanai oleh industri rokok. Ini berpotensi mencoreng kredibilitas lembaga riset nasional di mata publik," ungkap Bigwanto, dikutip dari siaran pers yang sama.
Bigwanto juga mengingatkan bahwa narasi “harm reduction” sering kali dipakai untuk melemahkan upaya pengendalian tembakau. Ia juga mengingatkan, agenda seperti ini patut diwaspadai karena sering digunakan sebagai bagian dari intervensi industri rokok di tingkat kebijakan.
"Indonesia harus berhati-hati terhadap upaya normalisasi produk-produk baru ini lewat forum-forum ilmiah semu. Kita justru membutuhkan penguatan regulasi dan edukasi publik tentang bahaya semua bentuk produk tembakau dan nikotin, termasuk rokok elektronik," tambahnya.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Pengda Jawa Barat, Ahyani Raksanagara, menegaskan pentingnya menjaga integritas kebijakan pengendalian tembaku di tingkat lokal dan nasional. Senada dengan Bigwanto dan Kiki, konsep “harm reduction” perlu dipertanyakan dampaknya sejauh mana terhadap paru-paru dan adiksi.
“Kami di Bandung dan Jawa Barat berkomitmen untuk melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja, dari paparan semua produk tembakau dan nikotin. Konsep “harm reduction” yang diglorifikasi justru dapat menghambat pencapaian target kesehatan masyarakat yang telah ditetapkan. Harm reduction juga masih perlu dipertanyakan dampaknya terhadap kesehatan paru-paru dan pengaruhnya terhadap adiksi,” ujar Ahyani.
Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung ini mendesak pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk bersikap kritis terhadap narasi yang diusung oleh industri rokok dan afiliasinya yang bisa saja berupa kelompok-kelompok ilmiah di perguruan tinggi. Mereka juga mendorong penguatan kebijakan pengendalian tembakau yang komprehensif, termasuk pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau baru.
Baca Juga: Membedah Kebohongan Industri Rokok, Bagaimana Anak-anak Akhirnya Menjadi Terpapar?
Gerakan Orang Muda Nasional Menuntut Pemerintah Tegas Mengatasi Masalah Rokok pada Anak
Partner Riset Unpad Selama
Kegiatan pertama CoEHAR Indonesia diselenggarakan bekerja sama dengan universitas-universitas terkemuka di Asia yang bertujuan mengurangi bahaya tembakau di Asia, dimulai dari Indonesia. Konferensi ilmiah internasional ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting, seperti pendiri CoEHAR Riccardo Polosa dan direktur CoEHAR Giovanni Li Volti, bersama para peneliti dan perwakilan lembaga dari kawasan Asia Pasifik.
Mengutip siaran pers resmi Unpad, Direktur CoEHAR Giovanni Li Volti menerangkan, kegiatan tersebut merupakan momen pertukaran dan dialog antara beberapa peneliti dan akademisi yang ahli di bidangnya.
“Konferensi ini merupakan kolaborasi berharga dari mitra kami di Universitas Padjadjaran melalui dua proyek CoEHAR yang paling penting, menunjukkan bagaimana memanfaatkan hasil penelitian ilmiah sebagai dasar bagi perubahan dalam pilihan kesehatan masyarakat,” jelas Giovanni Li Volti.
Dalam konferensi tersebut, disampaikan pula laporan mengenai dua kegiatan kolaborasi penelitian CoEHAR, yaitu REPLICA yang memvalidasi bukti ilmiah terkini mengenai toksikologi rokok dan produk pengurangan bahaya di tujuh laboratorium yang juga menetapkan standar-standar penelitian internasional baru dan SMILE Study, yang mengevaluasi perubahan-perubahan dalam parameter kesehatan mulut pada perokok yang beralih ke produk pengurangan risiko.
Riccardo Polosa merasa bersyukur dengan umpan balik positif yang pihaknya terima. Indonesia memiliki tantangan kesehatan yang besar, sebagai negara dengan tingkat perokok tinggi mencapai 70 persen. Menurutnya, membangun komunikasi yang terbuka dan transparan berdasarkan penelitian ilmiah menawarkan peluang nyata untuk memengaruhi pilihan gaya hidup di antara penduduk Indonesia.
“Umpan balik yang kami terima sangat positif. Dukungan dari para pemangku kepentingan dan peneliti lokal merupakan tonggak penting dari pekerjaan kami, hasil dari upaya kerja sama dan jaringan yang kuat yang memungkinkan kami membangun jembatan ilmiah dan budaya yang unik,” ujar Riccardo Polosa, dikutip dari siaran pers Unpad.
Minat yang besar ditunjukkan pada topik-topik yang dibahas oleh berbagai pembicara di konferensi tersebut, seperti isu-isu kesehatan kulit dan mata, serta dampak merokok pada performa atletik dan kehidupan militer, menarik perhatian baik mahasiswa maupun peserta.
“Indonesia memerlukan strategi inovatif untuk mengatasi dampak merokok terhadap kesehatan masyarakat, dan kolaborasi internasional seperti ini adalah kuncinya,” kata Ronny Lesmana, dari CoEHAR Padjadjaran dan Associate Professor Fisiologi, Fakultas Kedokteran Unpad.
Diketahui, CoEHAR sudah bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran selama lebih enam tahun. Unpad merupakan pusat referensi utama untuk penelitian terapan tentang bahaya terkait merokok di kawasan Asia-Pasifik, dan khususnya di Indonesia. CoEHAR merupakan lembaga internasional yang memfokuskan pada studi dan analisis mekanisme yang mendasari kecanduan tembakau dan dampaknya terhadap kesehatan manusia, bekerja sama dengan pusat penelitian internasional ternama.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB