Gerakan Orang Muda Nasional Menuntut Pemerintah Tegas Mengatasi Masalah Rokok pada Anak
Hasil riset menggambarkan warung rokok masih menjamur di sekitar sekolah, mempermudah akses anak-anak terhadap rokok.
Penulis Awla Rajul9 Januari 2025
BandungBergerak.id - Generasi muda Indonesia perlu beraksi cepat untuk memastikan isu pengendalian konsumsi rokok tidak hanya menjadi janji politik belaka usai Pilkada serentak 2024 lalu. Isu pengendalian rokok perlu diwujudkan menjadi kebijakan nyata. Hal ini pun tak lepas dari persoalan masih tingginya prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun yang mencapai 7,4 persen atau setara enam juta anak.
“Fakta ini memperparah isu pembangunan seperti stunting, pengeluaran rumah tangga tidak sehat, dan kemiskinan struktural,” kata Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra pada kegiatan Indonesian Youth Summit on Tobacco Control (IYSTC) ke-3 dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPRemaja 3.0, digelar di Jakarta, 4 Desember 2024. “Melalui forum ini, orang muda ingin menunjukkan bahwa mereka bukan hanya sekadar objek kebijakan, tetapi subjek perubahan yang mampu memberikan solusi konkret.”
IYSTC ke-3 dan RDPU DPRemaja 3.0 diselenggarakan oleh Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) dan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI). Bertajuk “Sehat Kota Kita, Nyaman Rumah Kita”, kegiatan ini mengumpulkan suara dari berbagai daerah dan menyampaikannya langsung kepada para pemangku kebijakan. Pada perhelatan ini, 13 anggota DPRemaja dan perwakilan anak muda yang mengkampanyekan isu pengendalian konsumsi rokok dari 11 provinsi Indonesia membawa cerita perjuangan mereka.
Dalam temuannya terkait hasil Pemilu dan Pilkada 2024, Manik menyebutkan, sedikit sekali jumlah politisi dan pemangku kebijakan terpilih yang pro terhadap pengendalian rokok. “Justru lebih dari 100 pemangku kebijakan secara terbuka memihak industri rokok dan sebagian di antaranya terafiliasi punya konflik kepentingan dengan industri rokok,” kata Manik.
Founder dan CEO CISDI, Diah Satyani Saminarsih menegaskan, peran anak muda sangat penting dalam pengendalian konsumsi rokok. Menurutnya, ketika orang-orang muda bergerak bersama untuk membawa perubahan, keniscayaan itu dimungkinkan terjadi. Orang-orang muda merupakan pendorong utama lahirnya kebijakan pengendalian konsumsi rokok.
“Dari sisi fiskal maupun non-fiskal, kita perlu banyak berbenah untuk meningkatkan upaya pengendalian konsumsi rokok. Oleh karena itu, upaya menaikkan cukai rokok dan menyederhanakan golongan tarif cukai menjadi sangat dibutuhkan,” kata Diah.
Hasil riset DPRemaja menggambarkan berbagai tantangan nyata yang dihadapi masyarakat di berbagai daerah. Warung rokok masih menjamur di sekitar sekolah, mempermudah akses anak-anak terhadap rokok. Ruang publik, seperti taman kota dan fasilitas olahraga yang seharusnya menjadi tempat sehat untuk warga, justru menjadi titik kumpul aktivitas merokok. Tidak hanya itu, kebiasaan merokok di rumah kerap menjadikan anak sebagai perokok pasif, menciptakan ancaman serius bagi kesehatan, seperti stunting dan gangguan pernapasan kronis.
Salah satu persoalan lainnya mengenai pengendalian rokok di ruang publik adalah lemahnya penegakan Peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Banyak fasilitas publik seperti taman dan halte yang masih ruang abu-abu bagi perokok. Makanya, perlu adanya pengawasan lebih ketat untuk memastikan ruang publik yang ramah anak dan bebas rokok.
Baca Juga: Orang-orang Muda Mendorong Kepastian Kenaikan Cukai Rokok dan Rokok Elektronik
Perda Kawasan Tanpa Rokok Bandung Jangan Hanya demi Predikat Kota Layak Anak
Rokok Membunuh atau Membantu Ekonomi Indonesia?
Menyoal KTR
Tingginya prevalensi perokok muda di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Hal ini didukung oleh rokok sebagai komoditi terbesar kedua yang dikonsumsi setelah beras, terutama pada masyarakat kelas ekonomi kecil. Karena hal ini, Direktur P2PTM, Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi pun menggarisbawahi pentingnya menaruh fokus pada pencegahan merokok pada anak-anak.
“Setengah dari perokok memulai kebiasaan ini di 15-19 tahun. Masalah lainnya, permasalahan tingginya angka stunting juga disebabkan karena perilaku merokok. Anak dari orang tua perokok memiliki risiko 5,5 persen lebih tinggi terindikasi stunting dibanding anak dari orang tua bukan perokok. Maka itu jika ingin menurunkan angka kejadian stunting, kita harus mengendalikan faktor penyebabnya dulu, salah satunya merokok,” jelas Nadia.
Untuk menanggulangi persoalan ini, salah satu kunci utama untuk pengendalian konsumsi rokok yang lebih komprehensif adalah dengan Perda KTR. Perda KTR juga perlu dihadirkan di daerah-daerah yang sepenuhnya belum memiliki regulasi ini. Adanya regulasi ini di setiap daerah, serta dilakukan penegakan yang massif, diharapkan dapat melindungi anak-anak dari perilaku merokok.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak, Ciput Eka Purwianti, menyatakan hal itu. Ciput menegaskan perlu ada penegakan regulasi yang lebih ketat untuk melindungi hak anak-anak dari gencarnya promosi rokok di daerah, terutama di daerah-daerah yang belum sepenuhnya memiliki Perda KTR.
“Permasalahan tingginya angka perokok ini juga disebabkan karena aspek iklan, promosi, dan sponsor yang tidak terkendali. Kami di KPPPA sangat mendukung setiap langkah yang memastikan ruang publik dan lingkungan sekitar anak-anak bebas dari pengaruh rokok dan produk tembakau lainnya,” katanya.
Sebagai puncak dari acara ini, orang muda lantas menyampaikan hasil rekomendasi kebijakan dalam bentuk deklarasi untuk memastikan kebijakan pengendalian rokok berjalan efektif. Deklarasi ini menjadi seruan kepada pemerintah untuk melibatkan secara bermakna orang muda dalam perumusan kebijakan yang melindungi kesehatan, menciptakan ruang aman bebas dari pengaruh industri rokok, dan memastikan keberpihakan pada kesejahteraan masyarakat tanpa konflik kepentingan.
*Kawan-kawan yang baik, silakan tengok berita-berita yang ditulis Awla Rajul atau tentang Orang Muda