Keluhan Orang Muda Bandung di Bursa Kerja: Terganjal Usia, Pengalaman Kerja, dan Latar Belakang Pendidikan
Lowongan kerja di Bandung yang sedikit menyulitkan para pencari kerja yang jumlahnya membludak. Persyaratan lowongan memberatkan pencari kerja.
Penulis Yopi Muharam20 Juni 2025
BandungBergerak.id - Sudah dua jam Nugie Nugraham (19 tahun) dan Dimas Suryadi (18 tahun) berkeliling di bursa kerja yang diselenggarakan Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker), di Graha Manggala Siliwangi, Rabu, 18 Juni 2025. Dua sohib asal Bojong Soang, Kabupaten Bandung ini sibuk membaca sederet kualifikasi lowongan kerja di setiap stand yang mereka kunjungi.
Nugie yang lebih tua satu angkatan dari Dimas, baru saja keluar dari pekerjaanya sebagai petugas kebersihan dari salah satu kafe di kawasan Bandung Selatan. Sedangkan Dimas, baru tiga minggu lulus dari sekolah kejuruan, jurusan teknik komputer dan jaringan (TKJ) di Beleendah. Mereka saling kerabat dan sama-sama mencari pekerjaan sesuai dengan kriteria mereka, yaitu lulusan SMA.
Nyatanya, hanya beberapa stand dari 40 bursa kerja yang menyediakan lowongan kerja bagi lulusan SMA. Mereka akhirnya mendaftarkan diri ke salah satu stand restoran cepat saji atau FnB (Food and Beverage) waralaba. “Kalau saya sih penginnya ke bidang FnB lagi,” terang Nugie.
Sementara Dimas mendaftar ke dua stand yang bernaung di salah satu perusahaan berbasis teknis. “Kalau aku pengin nyoba ke perusahaan yang sesuai jurusan, sih,” ujar Dimas. Selama di sekolah, Dimas sudah beprengalaman menjadi teknisi Wi-Fi. Berbekal keahlian di masa sekolah, dia yakin bakal mudah mencari pekerjaan.
Bagi mereka, pekerjaan adalah kebutuhan mendesak. Mereka ingin segera bisa membantu kebutuhan ekonomi keluarga. Dimas baru ditinggalkan ayahnya satu tahun lalu akibat sakit. Ibu Dimas ibu rumah tangga. Untuk menunjang perekonomian, Dimas masih mengandalkan sang kaka yang masih lajang.
“Jadi itu mungkin harapan untuk bisa bekerja itu membantu ekonomi juga,” ungkap Dimas.
Alasan serupa disampaikan Nugie yang merupakan anak sulung. Dia ingin meperingan beban kedua orang tuanya yang berprofesi pedagang. Namun, karena sudah tua, orang tuanya tidak seproduktif dulu. “Jualanya enggak setiap hari karena sudah sakit-sakitan juga,” tutur Nugie.
Kualifikasi yang memberatkan
Masalah yang kerap dialami para pencari kerja adalah kriteria umur dan pengalaman kerja. Perusahaan rata-rata mematok batas usia maksimal 25 tahun. Kualifikasi lainnya yang dikeluhkan para pencari kerja adalah syarat minimal satu tahun pengalaman kerja.
Nugie dan Dimas merasa pesimis ketika melihat kriteria lowongan yang mencantumkan pengalaman kerja dan umur. Beberapa stand bursa kerja yang mereka minati terpaksa ditinggalkan karena adanya syarat pengalaman kerja.
Sebagai yang baru lulus sekolah, tidak mungkin memiliki pengalaman kerja. Menurut Nugie, alangkah baiknya perusahaan menyediakan pelatihan khusus bagi calon pekerja.
“Sedangkan kita kerja tuh kan buat cari pengalaman, jadi harus ada training,” jelas Nugie.
Dimas menimpali soal umur. Banyak perusahaan menetapkan batas minimal umur 20 tahun dan maksimal 25 tahun. “Jadi susah juga saya nyarinya (kerja),” ungkapnya.
Padahal, Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja, menekankan soal syarat usia, penampilan fisik, status pernikahan, tinggi badan, warna kulit, latar belakang suku, serta aspek lain yang tidak berkaitan langsung dengan kompetensi kerja.
Perempuan tak Mudah Mencari Kerja
Pencari kerja lainnya, Rahma Tiyasa Putri (19 tahun), kesulitan mencari lowongan kerja di bursa kerja yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Rahma merupakan lulusan SMK jurusan analisis kimia. Adapun satu perusahaan yang mendekati dengan jurusannya, yaitu perusahaan di bidang farmasi, mereka mensyaratkan minimal harus D3 atau S1.
Maka, Rahma memutuskan mencari pekerjaan di luar latar belakang pendidikannya. “Saya sih mau mencoba dulu gitu,” ungkapnya, dengan percaya diri.
Mengenai syarat pengalaman kerja yang dipatok perusahaan, ia berpendapat memang alangkah eloknya jika perusahaan menyediakan kesempatan bagi lulusan baru untuk mendapat pekerjaan. Namun, Rahma juga mengeluhkan klasifikasi umur yang selalu dipatok terlalu muda. Misalnya, maksimal umur pelamar harus 25 tahun. Ia khawatir banyak lulusan yang sudah berusia 25 tahun akan kesulitan mendapatkan pekerjaan. “Karena batasan umur, mereka terpaksa menganggur,” terangnya
Felda Fiona Lucky (24 tahun), alumnus Unpas jurusan administrasi bisnis, mengamini bahwa pengalaman bekerja minimal satu tahun cukup memberatkan bagi lulusan baru. Bahkan bagi Felda yang lulus kuliah di umur 23 tahun, batas maksimal umur 25 tahun sangat tak relevan.
“Sebenarnya itu hak perusahaan. Cuma kadang kan mintanya fresh graduate tapi misalnya ada experience berapa tahun. Itu kan kadang berat untuk orang yang memang benar-benar baru fresh graduate,” tuturnya.
Dia menyadari mencari pekerjaan untuk lulusan sarjana sangat sulit. Dia sudah mencoba melamar ke enam perusahaan, tetapi belum ada satu pun panggilan. Padahal dia sudah berpengalaman sebagai admin selama dua tahun. Pekerjaanya itu disambi saat masih kuliah.
Felda berpendapat, sulitnya mencari pekerjaan lantaran jumlah lowongan kerja lebih kecil dibandingkan jumlah pencari kerja. “Lulusannya banyak tapi lapangan pekerjaannya sedikit,” tandasnya.
Ditipu Lowongan Kerja
Para pencari kerja dibayang-bayangi isu PHK massal dan pengangguran. Dalam situasi ini, tak sedikit orang mengambil cara culas untuk meraih keuntungan dengan membuka jalur penipuan. Modus mereka bisa bermacam-macam, seperti interview bodong yang akhirnya dimintai uang.
Upaya penipuan pernah dialami Nugie. Penipuan pertama terjadi ketika dia menemukan lowongan pekerjaan di bagian gudang distributor pengiriman paket. Setelah mengirimkan lamaran dan persyaratan, tak lama dia dihubungi penipu untuk melakukan sesi interview.
Namun, ada yang janggal. Selesai wawancara, Nugi diharuskan membayar administrasi sebesar 500 ribu rupiah agar bisa langsung bekerja. Untungnya, Nugi tak mudah tergiur. “Iming-imingnya bisa langsung keterima,” tuturnya. “Untung enggak kena tipu juga.”
Setelah kejadian itu, dia terus mencari lowongan pekerjaan. Suatu waktu, Nugie mendapat info lowongan di Instagram. Pekerjaan kali ini sebagai kasir di toko ritel. Polanya tak jauh beda dari upaya penipuan pertama. Setelah mengirim lamaran dan persyaratan si penipu menghubungi Nugie. Namun kali ini permintaan bayarannya cukup besar, yaitu hampir satu juta rupiah.
Penipu kemudian menyuruh Nugie datang ke alamat perusahaan untuk melakukan sesi interview. Negoisasi akan berlangsung di sana. Namun saat dikonfirmasi, perusahaan membantahnya. Dari kedua pengalaman tersebut, Nugie lebih hati-hati lagi dalam melamar pekerjaan.
Pengalaman serupa dialami Felda. Saat masih kuliah dia berniat mencari sampingan pekerjaan. Ia menemukan perusahaan yang menurutnya tak terlalu memberatkan dari sisi peryaratan, yaitu sebagai sales.
Namun, setelah ditelusuri lebih dalam ternyata perusahaan tersebut diindikasi menggunakan skema ponzi. “Jadi sistemnya itu saya harus bayar. Terus saya harus nyari orang lain lagi,” terangnya.
Melansir dari laman cimbniaga.co.id skema ponzi adalah investasi yang menghasilkan uang bagi membernya. Dalam implementasinya seorang member harus merekrut orang lain untuk bergabung dalam investasi tersebut untuk mendapatkan uang kembali. “Jadi itu kan sebenarnya perputaran uang tapi enggak jelas kayak gitu,” terang Felda.
Baca Juga: PHK Menyumbang Tingginya Angka Pengangguran di Kota Bandung
Membaca Klaim Penurunan Angka Pengangguran Kota Bandung di Tengah Marak Pencari Kerja
Gelombang Pengangguran di Kota Bandung
Pemerintah Kota Bandung dalam laporan Kota Bandung Dalam Angka yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir 2023 mengkalim jumlah pengangguran di Kota Bandung mencapai 116.430 orang atau 8,83 persen dari total penduduk 2.506.603 jiwa.
Sebagai langkah menekan angka peangguran, maka terselenggarlah job fair yang 17-18 Juni 2025 lalu. Saat pembukaan job fair, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengungkapkan bursa kerja ini sebagai upaya menyerap pekerjaan bagi masyarakat, khususnya angkatan kerja muda. Ia menyatakan, job fair ini inklusif bagi semua kalangan, termasuk bagi penyandang disabilitas.
Menurutnya, dari 2.600 lowongan kerja yang ada di job fair, setidaknya 1.300 bisa diserap oleh warga Bandung. “Target kita tahun ini adalah menyediakan 15.000 lapangan kerja baru,” ungkap Farhan, saat membuka acara Job Fair, Selasa 17 Juni 2025, dikutip dari laman Portal Bandung.
Farhan menyebut, angka pengangguran di Kota Bandung sebanyak 100.300 orang. Maka dari itu, dia menargetkan penurutan 15 persen angka pengangguran pertahunnya. “Harapannya, di akhir periode pertama saya menjabat, angka pengangguran tinggal 50 ribu," lanjutnya.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB