Pameran Fenomenologi Ruang Persembahan Mahasiswa UPI, Langkah Kreatif dan Kolaborasi Seni Sketsa
Pameran Fenomenologi Ruang menghadirkan 100 karya mahasiswa Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung angkatan 2023.
Penulis Tim Redaksi25 Juni 2025
BandungBergerak.id - Para mahasiswa Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung angkatan 2023, menggelar pameran seni rupa bertajuk “Fenomenologi Ruang”. Mahasiswa diharapkan tidak hanya mampu berkarya, tetapi juga mengelola sebuah pameran.
Dilaksanakan di Lobby Utama Gedung FPSD UPI, pameran ini dilakukan untuk memenuhi Mata Kuliah Seni Sketsa. Pameran berlangsung 15-20 Juni 2025 dan diikuti oleh 52 seniman dengan total lebih dari 100 karya.
Menariknya, tidak hanya memperlihatkan karya yang sudah jadi, pengunjung juga bisa melihat Buku Visual Jurnal yang merupakan sketsa-sketsa dari karya yang ditampilkan. Buku ini memperlihatkan referensi dan alasan dari material setiap karya.
Taris Barikan (20 tahun), salah satu Tim Kurator Fenomenologi Ruang, menjelaskan pameran ini dipersiapkan hanya dalam waktu satu bulan setengah. Mulai dari penulisan kuratorial hingga proses pembuatan karya.
“Tujuannya dosen menciptakan pembelajaran seperti itu, sebenarnya buat menstimulus kerja sama antara mahasiswa. Jadi harus nyambung antara garis itu,” ungkap Taris.
Taris menambahkan, buku Visual Jurnal juga menjelaskan soal media yang digunakan dan deskripsi suatu karya seni. Bukan hanya visual yang diperhatikan, tetapi bahan utama dari karya seni rupa merupakan hal yang sangat penting.

Pemilihan tema acara Fenomenologi Ruang mengacu pada filsafat barat kontemporer. Konsep karya bebas ini memiliki maksud bahwa setiap orang memiliki cerita dan perjalanannya masing-masing dalam memaknai kehidupan. Tema ini menjadi renungan tidak hanya bagi senimannya, tetapi juga untuk pengunjung yang menikmati karya.
Fenomenologi Ruang diharapkan mendorong lahirnya gagasan, eksplorasi, dan kebebasan mahasiswa sebagai seniman untuk menangkap ruang ke dalam sketsa melalui sebuah goresan. Garis-garis dalam sketsa ini merupakan suatu hal yang tumbuh dari kepekaan, intuisi, dan perasaan, sehingga membuat pameran ini terasa lebih personal.
Eksplorasi karya yang dilakukan juga tidak biasa, terdapat seniman yang memilih untuk menggunakan bahan dasar yang unik, seperti kecap hingga lilin malam yang biasa digunakan untuk membatik. Bahan-bahan ini digunakan untuk membuat garis dalam karya seni rupa sketsa.
Diiringi lantunan musik dari piano, pameran ini juga bekerja sama dengan mahasiswa Seni Musik untuk memainkan lagu di tengah pameran. “Menarik gitu ketika ada sebuah pameran dan diiringi musik, dalam sejarahnya juga, musik dan seni rupa saling beririsan,” ujar Taris.
Jenis karya yang ditampilkan di pameran ini juga berbagai macam. Mulai dari monokromatik, polikromatik, live sketch, still life, human activity, human figure, animal figure, higga collective art. Collective art ini dilakukan dengan melukis satu kanvas dalam waktu enam menit yang kemudian dilanjutkan dengan kanvas berikutnya secara berkesinambungan antara garis, sehingga menjadi suatu kesatuan karya.
Beberapa jenis karya yang ditampilkan juga sudah melalui proses konsultasi dan arahan dari dosen pengampu mata kuliah, sehingga karya yang ditampilkan merupakan karya terbaik dari masing-masing seniman.
Baca Juga: Menerjemahkan Seni di Dinding Pameran
Pameran Binar Mahasiswa DKV Itenas Bandung, ...

Garis Sebagai Bentuk Berekspresi
Dalam mata kuliah “Seni Sketsa” sering ditekankan bahwa seni sketsa itu cenderung lebih ke kualitas dan penekanan garis. Yusuf Hidayat Tullah (20 tahun), salah satu mahasiswa Pendiidikan Seni Rupa UPI sekaligus artis pada pameran ini menjelaskan bahwa garis berperan besar dalam pemilihan objek sketsanya.
“Di sini kan aku tuh bikin karya yang gak bikin garis tuh sebagai line art, tapi garis itu sebagai elemen yang ada pada objek itu,” ujar pria yang akrab disapa Ucup.
Maka dari itu, Ucup menjadikan Zebra dan Harimau sebagai objek utama dalam karyanya. Dalam mengeksekusi karyanya ini, Ucup menggunakan teknik wet on wet demi menciptakan warna abstrak pada background-nya. “Jadi, si kertasnya itu dibasahin, terus aku celup-celupin si catnya. Ternyata menyebar gitu kan,” jelas Ucup.
Selain karena garis menjadi peran utama pada zebra dan harimau, pemilihan zebra dilakukan karena keunikan garis-garis pada zebra yang menjadi semacam sidik jari bagi hewan tersebut.
Tidak hanya itu, Ucup juga menggunakan teknik wet on dry dalam pembuatan garisnya, yaitu menggambarkan garis menggunakan cat yang basah pada kanvas yang kering. Dalam pembuatan elemen-elemen artistik lainnya, Ucup bereksperimen dengan menggunakan oil pastel dan tip x. Eksplorasi lainnya yang ia lakukan adalah penggunaan cat poster yang sebenarnya tidak lazim dalam teknik wet on wet, wet on dry, atau pun dry on dry.
Dalam pameran seni sketsa ini mengedepankan spontanitas dalam pembuatan karyanya. Maka dari itu, Ucup mencoba untuk membuat suatu karya tanpa perencanaan dan perancangan sebelumnya. Ia mengandalkan kebebasan berekspresinya dalam membuat karya Dominasi 1 dan Dominasi 2 ini.
“Seni itu kan sebagai bahasa juga ya. Tapi, di satu sisi, seni juga adalah keindahan itu sendiri. Untuk mengemas si bahasa itu ke dalam suatu bentuk yang indah,” ucap Ucup.
*Reportase ini dikerjakan reporter BandungBergerak Wilda Nabila Yoga dan Aqeela Syahida Fatara