• Berita
  • Molor Pengerjaan Jalan Layang Nurtanio, Biang Kemacetan Baru di Kota Bandung

Molor Pengerjaan Jalan Layang Nurtanio, Biang Kemacetan Baru di Kota Bandung

Proyek jalan layang Nurtanio dikeluhkan warga sebagai biang kemacetan baru, juga dikritik wali kota. Bandung dilabeli “kota termacet sedunia”.

Kemacetan lalu lintas di sekitar proyek jalan layang Nurtanio, Bandung, Rabu, 25 Juni 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul27 Juni 2025


BandungBergerak.id – Penyelesaian pembangunan jalan layang Nurtanio molor dari target penghujung 2024 lalu. Keterlambatan ini menimbulkan keluhan dan persoalan: jalan semakin macet, rusak, dan berdebu. Jika musim hujan, genangan air terjadi di mana-mana. Bagaikan ironi, proyek yang direncanakan mengatasi kemacetan justru menjadi sumber masalah.

Seorang pengemudi daring Chirstian Edu (25 tahun) menuturkan, sebelum pembangunan, kemacetan biasa terjadi karena menunggu palang kereta. Saat ini kemacetan diperparah dengan penyempitan jalan akibat pembangunan jalan layang.  

“Kalau dulu sebelum ada pembangunan flyover paling macet karena nunggu kereta ini kan. Cuma sekarang apalagi dipersempit karena adanya pembangunan ini, terus banyak debu juga. Tambah macet sih emang, kan jalurnya dibuat satu arah, jadi diperkecil,” begitu kata Edu, ketika ditemui di sekitar pembangunan jalan layang Nurtanio, ketika tengah berteduh dari hujan, Rabu, 25 Juni 2025.

Dalam sepekan, ia bisa melalui kawasan Pajajaran dan lokasi pembangunan jalan layang Nurtanio sebanyak tiga kali. Menurut Edu, kemacetan akan sangat terasa terutama di jam-jam sibuk, ketika pagi dan sore. Sejauh yang diingatnya, kepadatan lalu lintas akibat jalan yang menyempit karena pembangunan bisa mengular hingga sepanjang 500 meter.

Pandangan BandungBergerak di lokasi, Jalan Abdul Rahman Saleh yang dulunya berlajur dua, kini menyempit. Sebelah ruasnya dipakai untuk membangun tiang beton dan menaruh bahan-bahan konstruksi. Sementara Jalan Garuda tengah diperlebar, namun masih belum rampung. Terdapat satu bagian di tengah jalan yang sedang dibangun tanjakan jalan layang. Ada pula sebagian jalan di ruas ini yang sudah dibeton baru dengan selisih ketinggian lima centimeter dengan jalan lama.

“Berangkat kerja sama pulang kerja sih, sudah paling malaslah lewat sini mah. Tapi tetap aja harus diambil kalau daerah sini. Apalagi kalau harus lewatin jalur ini ya mau enggak mau,” lanjut Edu.

Edu berharap pembangunan flyover Nurtanio bisa segera diselesaikan agar mampu mengurai kemacetan. Ia menilai, pembangunan flyover di atas jalur sebidang kereta akan sangat membantu mengurai kepadatan kendaraan. Sebab, kawasan itu memang kerap dihinggapi macet karena intensitas kereta yang lewat sudah cukup sering.

“Ya semoga aja cepet bereslah. Kalau udah beres kan semoga bisa mengurangi kemacetan. Terus kan yang emang terutama palang pintu ini kan, kalau ketutup kereta lewat pasti macet panjang. Kalau ada flyover kan ya mengurangilah, pasti mengurangi,” ungkap Edu yakin.

Selain Edu, Jadid Alfa (22 tahun), warga Pajajaran, mengeluhkan bahwa selama pembangunan, yang paling kentara adalah jalanan yang semakin jelek dan banjir setiap hujan datang. Kedua hal ini dinilai terjadi karena tingginya aktivitas truk pengangkut bahan-bahan konstruksi.

“Sebenarnya yang kentara akhir-akhir ini tuh malah enggak terlihat pembangunannya sih. Jadi memang awal-awal tuh sampai berdirinya tiang-tiang patok itu masih kelihatan masih ada truk yang bolak-balik bekerja. Cuma akhir-akhir ini itu kayaknya dari awal tahun udah sepi gitu, enggak ada kerja dan progresnya,” ungkap Jadid kepada BandungBergerak.

Jadid menggambarkan, sebelum pembangunan, macet biasanya terjadi ketika menunggu giliran palang pintu atau karena beberapa angkot yang ngetem. Kini, kemacetan semakin menjadi-jadi karena banyak ruas jalan yang menyempit dan dipakai untuk menaruh bahan dan alat konstruksi.

“Malahan yang makin kerasa parah itu buat pejalan kaki sih. Kalau aku lihat, dulu masih ada trotoar di situ tuh, di kanan dan kiri sebelum pembangunan. Cuma gara-gara pembangunan dan jalan tengahnya kan diambil untuk pembangunan, yang kanan-kiri dilebarin untuk kendaraan. Buat jalan kaki tuh jadinya enggak buat lewat situ,” tambah Jadid.

Jadid tidak tahu bagaimana pastinya kelanjutan pembangunan jalan layang itu. Meski begitu, ia berharap kawasan itu dibenahi dan dirapikan agar mudah dilewati. Selain itu, harusnya ada petugas yang berjaga di sana untuk melakukan rekayasa lalu lintas.

Mahasiswa Jatinangor ini juga sebenarnya pesimistis melihat jalan layang akan mampu mengatasi persoalan kemacetan. Berkaca pada beberapa pembangunan flyover di Kota Bandung yang setelah rampung tidak cukup efektif mengatasi kemacetan. “Tapi entah nanti rekayasa aturannya bakal gimana, aku rasa sih kayaknya enggak seefektif itu,” katanya.

Di samping itu, ia juga mempertanyakan wacana aktivasi Bandara Husein Sastranegara, sementara jalan layang belum rampung, kawasan itu dikhawatirkan akan semakin macet dan padat. Makanya ia menegaskan, mestinya kawasan itu dirapikan terlebih dahulu agar setidaknya mudah dan nyaman dipakai oleh pengguna jalan.

“Seenggaknya bisa dirapiin dulu aja jalan-jalan pinggirannya, jalan-jalan yang masih digunakan gitu. Karena itu juga jalan aktif, jalan ramai, jalan orang bolak-balik pergi kerja dan pergi ke kantor. Terus kalaupun belum enggak bisa dilanjutkan dalam waktu cepat seenggaknya kasih kepastian aja gitu, jalannya mau dilanjutin atau enggak. Jangan dibiarin diam aja kayak terbengkalai, kayak enggak ada harapan bakal jadi gitu,” pungkasnya.

Kemacetan lalu lintas di sekitar proyek jalan layang Nurtanio, Bandung, Rabu, 25 Juni 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)
Kemacetan lalu lintas di sekitar proyek jalan layang Nurtanio, Bandung, Rabu, 25 Juni 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Proyek Pusat untuk Kelancaran Feeder Kereta Woosh

Pembangunan jalan layang Nurtanio dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) DKI Jakarta – Jawa Barat. Jalan layang Nurtanio akan dibangun sepanjang 550 meter dengan lebar 11 meter, membentang dari Jalan Abdul Rahman Saleh ke Jalan Garuda mengolongi perlintasan kereta api.

Pembangunan flyover dilakukan untuk mengatasi kemacetan di perlintasan kereta api karena frekuensi KA Feeder Kereta Cepat yang semakin tinggi. Proyek ini memang dilakukan untuk menyokong Proyek Strategis Nasional (PSN), sama seperti tujuan pembangunan flyover Ciroyom. Selain itu, proyek ini dilakukan untuk memperlancar arus kemacetan dan keselamatan pengguna jalan.

Jalan layang teranyar di Kota Bandung ini dibangun melalui dana APBN Tahun Anggaran 2023 sebesar 59,99 miliar rupiah. Mengutip dari laman LPSE Kementerian PUPR, selain dana kontruksi itu, adapula dana APBN yang dikeluarkan sebanyak 2,3 miliar rupiah untuk Pengawasan Pembangunan Flyover Nurtanio dan dana sebanyak 2 miliar rupiah untuk Penyusunan Dokumen Lingkungan Fly Over Nurtanio dan Pembangunan Jalan Baru Menuju Kawasan Cilangkap. Tender pembangunan flyover Nurtanio dimenangkan oleh PT. Pandji Bangun Persada yang beralamat di Jalan Pembangunan I No. 6, Banjarmasin, Kalimatan Selatan.

Pengerjaan jalan layang resmi dimulai pada Januari 2024, ditargetkan rampung pada November 2024. Sayangnya, target awal ini tidak dapat dipenuhi karena hambatan pembebasan lahan. Bey Machmudin saat menjabat Pj Gubernur Jawa Barat, sempat meminta maaf kepada publik atas kemacetan yang terjadi di kawasan pembangunan jalan layang Nurtanio.

Sementara Kapala BBPJN DKI Jakarta-Jawa Barat Sjofva Roslinsjah menyatakan bahwa flyover ini akan selesai sesuai target pada akhir Mei 2025. Ia juga menyatakan, target itu bisa terealisasi jika cuaca mendukung.

“Akhir Mei tadi janji kami, mudah-mudahan kalau cuaca mendukung kan lagi musim hujan,” kata Sjofva, dikutip dari siaran pers Pemprov Jawa Barat, Senin, 16 Desember 2024.

Baca Juga: Warga Bojongsoang Mengeluhkan Kemacetan Kronis, Jalan Layang Bukan Solusi
Bandung Heurin Ku Tangtung, Kemacetan Tanpa Solusi?

Kemacetan lalu lintas di sekitar proyek jalan layang Nurtanio, Bandung, Rabu, 25 Juni 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)
Kemacetan lalu lintas di sekitar proyek jalan layang Nurtanio, Bandung, Rabu, 25 Juni 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Wali Kota Bandung Mendesak Penyelesain Jalan Layang Nurtanio

Menanggapi keluhan dan kemacetan yang semakin parah di kawasan Nurtanio, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan pun sempat menaruh perhatian pada proyek ini. Ia sangat menyayangkan proyek pusat yang tidak menunjukkan progress pembangunan.

Farhan menyebut proyek tersebut berada di bawah kendali pemerintah pusat. Ia menyayangkan belum adanya penyelesaian. Padahal proyek ini sangat penting untuk memperlancar arus kendaraan di kawasan utara kota yang padat.

“Ada satu titik di Kota Bandung yang sampai sekarang masih misterius yaitu jembatan layang di daerah Nurtanio. Itu adalah proyek dari pemerintah pusat,” kata Farhan, di Jalan Riau, Kota Bandung, Senin, 16 Juni 2025 lalu, dikutip dari siaran pers pemkot Bandung.

Ia bahkan sempat bertolak ke Jakarta untuk berkomunikasi langsung dengan pihak terkait menyoal komitmen dan jadwal penyelesaian pembangunan tersebut. Ia menyatakan, masyarakat tidak mau tahu apakah pembangunan itu milik pemerintah pusat, provinsi, maupun kota. Sebagai pemerintah kota, ia harus bertanya langsung.

“Masyarakat kan enggak mau tahu, pokoknya pemerintah, yang penting beres. Maka kami tidak akan mengatakan bahwa itu masalah pusat atau bukan. Tapi sebagai pemerintah kota, kami akan bertanya langsung,” tuturnya.

Farhan menyebut komunikasi yang proaktif ke pemerintah pusat adalah langkah penting agar Kota Bandung mendapatkan perhatian lebih dalam proyek-proyek strategis nasional, terutama yang menyangkut hajat hidup dan mobilitas jutaan warga kota. Farhan juga menegaskan bahwa Pemerintah Kota Bandung tidak memiliki kewenangan langsung untuk melanjutkan proyek tersebut.

Bersamaan dengan persoalan ini, Farhan pun menyinggung label “kota termacet sedunia” yang disematkan kepada Kota Bandung. Ia mengakui, jumlah kendaraan pribadi yang tinggi menjadi salah satu penyebab utama. Data terakhir menunjukkan kendaraan pribadi di Bandung mendekati angka 5,5 juta unit dengan penduduk sekitar 2,6 juta jiwa.

Kendati demikian, menurutnya, akar masalah tidak berhenti pada volume kendaraan dan jumlah jiwa, tetapi juga infrastruktur penunjang mobilitas yang belum tuntas. “Kita itu dicap sebagai kota paling macet sedunia. Maka kita bertanya kenapa? Salah satunya ya karena proyek seperti jembatan layang Nurtanio ini belum beres-beres,” kata Farhan.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//