• Berita
  • Dream Festival 2025: Mengukur Kendala yang Dihadapi Bandung dalam Menuju Kota Inklusif

Dream Festival 2025: Mengukur Kendala yang Dihadapi Bandung dalam Menuju Kota Inklusif

Kota Bandung diakui belum inklusif atau ramah terhadap semua kalangan. Banyak fasilitas publik yang belum bisa diakses kawan difabel.

Dream Festival 2025 yang diselanggarakan Save The Children di Plaza Balai Kota Bandung, Minggu, 29 Juni 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah1 Juli 2025


BandungBergerak.id - Kesetaraan dan inklusi sosial bukanlah jargon kosong. Kedua isu yang berkaitan dengan hak asasi manusia ini perlu didukung kebijakan yang memihak terhadap kelompok rentan, seperti anak dan teman difabel. Melalui Dream Festival 2025 yang diselanggarakan Save The Children, Kota Bandung didorong untuk mewujudkan Kota Inklusif dan Ramah Anak.

Festival ini juga mengingatkan pentingnya penerimaan sosial dan keluarga terhadap anak-anak difabel. Acara ini digelar dalam momentum Hari Keluarga Nasional dan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli 2025 mendatang di Plaza Balai Kota Bandung, Minggu, 29 Juni 2025.

Silvi (21 tahun) dari Youth Advisory Council (YAC) Save The Children mengartikan kesetaraan berarti tak dibeda-bedakan. Menurutnya, inklusif harus hadir dalam ruang apa pun termasuk di dunia kerja. Walaupun memiliki kekurangan dalam hal fisik, kawan difabel bukan berarti lebih rendah. Mereka memiliki hak yang setara.

Silvi tak patah arang untuk mewujudkan kesetaraan. Dia pernah mencari lowongan pekerjaan bagi difabel di acara Job Fair yang diadakan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Bandung. Dari semua perusahaan yang ia kunjungi tidak satu pun menyediakan lowongan kerja untuk difabel.

“Tapi saya tetap coba daftar lewat barcode yang disediakan. Meski belum ada kuota untuk disabilitas, saya tetap berusaha,” kata Silvi kepada BandungBergerak, di Plaza Balai Kota Bandung, Minggu, 29 Juni 2025.

Perempuan yang bercita-cita menjadi model ini sempat mendapatkan panggilan kerja di sebuah minimarket. Sayangnya, pegiat di Teman Tuli YAC ini terlambat mengetahui pemberitahuan kerja yang masuk melalui surat elektroniknya (surel).

Meski pun begitu, Silvi terus mengasah kemampuan serta tumbuh bersama dengan teman-teman difabel lain di YAC. Mereka belajar banyak hal mulai dari mengasah kemampuan di dunia kerja hingga advokasi.

“Kami belajar tentang bagaimana memecahkan masalah, komunikasi yang efektif, cara membuat lamaran kerja, dan mencari lowongan pekerjaan,” kata Silvi.

Silvi bergabung dengan YAC pada 2023. Organisasi ini banyak mengubah kehidupannya, beberapa temannya ada yang sudah bekerja, masih kuliah, dan ada juga yang sedang mencari kerja.

Silvi berharap banyak perusahaan yang memberikan kesempatan dan kesetaraan bagi para teman-teman difabel, walau kenyataannya baru beberapa perusahaan saja yang terbuka menerima pekerja disabilitas.

“Masih sedikit. Masuk dunia kerja itu masih sulit bagi kami. Tapi beberapa perusahaan sudah mulai terbuka dan memberi kesempatan,” jelas Silvi.

Wali Kota Bandung Muhammad Farhan berfoto di Dream Festival 2025 yang diselanggarakan Save The Children, Minggu, 29 Juni 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan berfoto di Dream Festival 2025 yang diselanggarakan Save The Children, Minggu, 29 Juni 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Memasyarakatkan Bahasa Isyarat, Menuju Masyarakat Inklusif

Kesetaraan bisa diwujudkan dengan saling belajar dan berkawan. Bahasa Isyarat menjadi hal yang penting untuk dipelajari dan diketahui oleh masyarakat umum. Humas dan Admin Pusat Bahasa Isyarat (Pusbisindo) Jawa Barat Hani menjelaskan, bahasa isyarat merupakan alat komunikasi yang efektif dan mudah dipelajari. Dia berharap agar semua masyarakat bisa langsung terhubung menggunakan bahasa isyarat, sehingga komunikasi dengan teman Tuli bisa langsung terjadi tanpa bantuan juru bahasa isyarat.

Pusbisindo menyediakan ruang belajar bahasa isyarat bagi masyarakat umum. Yayasan ini hadir agar masyarakat bisa lebih peduli serta tahu bagaimana cara komunikasi dengan teman-teman Tuli.

Hani menuturkan, tidak semua teman tuli, bisa atau nyaman menggunakan komunikasi verbal. Hani juga menyampaikan, masih banyak orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas tuli. Namun, mereka masih belum membolehkan anaknya menggunakan menggunakan bahasa Isyarat dalam kehidupan sehari-hari.

“Mereka justru berusaha agar anaknya dapat berkomunikasi secara verbal melalui terapi-terapi yang ada. Saya berharap lewat Pusbisindo, bahasa isyarat bisa lebih disebarkan dan dikenalkan lebih luas, khususnya di Jawa Barat,” jelas Hani, ditemui BandungBergerak.

Tak hanya itu, di sekolah dari jenjang usia dini hingga perguruang tinggi masih terdapat hambatan. Masih sedikit kampus atau kampus yang menyediakan akses bahasa isyarat. Proses belajar menyebabkan ketertinggalan dikarenakan tidak ada guru atau dosen yang bisa berbahasa isyarat di kelas.

Hani menambahkan, jika bahasa isyarat dikenalkan sejak usia dini banyak sekali manfaat yang bisa didapat utamanya dalam pengembangan kemampuan visual. Anak-anak Tuli yang terbiasa dengan bahasa visual bisa berkembang lebih optimal.

“Sayangnya, masih banyak sekolah maupun kampus yang belum benar-benar inklusif. Kadang mereka mengaku inklusif, tetapi kenyataannya hanya menerima peserta didik Tuli, tanpa menyediakan fasilitas pendukung atau aksesibilitas yang memadai,” tuturnya.

Inklusif bukan hanya soal nerima, tetapi menyediakan lingkungan yang ramah dan sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing jenis disabilitas terutama untuk Tuli. Dia berharap semua pihak memahami masalah ini.

Mewujudkan Kesetaraan Bukan Sekadar Mimpi

Semakin banyak orang mulai memahami pentingnya berkomunikasi dengan berbagai cara, termasuk melalui bahasa isyarat. Dalam Dream Festival 2025, Hani menyampaikan harapannya agar penggunaan bahasa isyarat menjadi bagian dari kebiasaan masyarakat.

“Dengan adanya Dream Festival ini, saya berharap orang-orang yang datang ke sini bisa mulai belajar dan menggunakan bahasa isyarat. Karena cara berkomunikasi itu beragam. Salah satunya adalah dengan isyarat,” jelas Hani.

Kesetaraan, khususnya bagi penyandang disabilitas dan anak-anak, masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. CEO Save the Children Indonesia, Dessy Kurwiany Ukar, menyebutkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, terdapat sekitar 16 juta penyandang disabilitas di Indonesia, dengan sekitar 1 juta di antaranya merupakan anak-anak usia 5 sampai 17 tahun.

Di Provinsi Jawa Barat sendiri, terdapat 3 juta penyandang disabilitas. Menurut Dessy, hal ini menuntut perubahan nyata dari semua pihak: pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Save the Children Indonesia telah menandatangani nota kesepakatan dengan Pemerintah Kota Bandung untuk mendorong perubahan kebijakan yang mendukung anak-anak, termasuk anak dengan disabilitas.

“Tanpa sarana dan prasarana yang konkret, mimpi itu tidak akan pernah terwujud. Kita terus memberikan edukasi agar masyarakat, keluarga dan komunitas kita di sekeliling kita memahami bagaimana memperlakukan disabilitas dan secara umumnya anak-anak,” kata Dessy kepada BandungBergerak.

Dessy menekankan bahwa nota kesepahaman tersebut bukan sekadar simbol, melainkan pintu masuk untuk aksi nyata, advokasi, dan kampanye berkelanjutan. Langkah awal yang telah dilakukan antara lain pemetaan dan peningkatan kesadaran publik serta pembangunan fasilitas dan infrastruktur, yang telah mendapat dukungan dari Wali Kota Bandung Muhammad Farhan.

“Kami intinya adalah kembali memastikan bahwa hak-hak anak terpenuhi. Itu merupakan prinsip utama kami. Kami pasti akan selalu melihat dari aspek tersebut. Apapun kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus memastikan bahwa satu, anak-anak didengar, memang hak-hak anak terpenuhi,” jelasnya.

Baca Juga: Simpul Benang Kawan Difabel Bandung, Merajut Daya di Binong Jati
Membela Kawan-kawan Difabel Bandung dalam Pemenuhan Hak Pelayanan Tes HIV

Pemkot Bandung Akui Belum Menjadi Kota yang Inklusif dan Ramah Anak

Wali Kota Bandung Muhammad Farhan, secara terbuka mengakui bahwa Kota Bandung belum sepenuhnya inklusif, khususnya bagi anak-anak penyandang disabilitas.

“Saya akui, selama empat bulan saya menjabat sebagai Wali Kota, saya keliling dan melihat sendiri banyak fasilitas di Kota Bandung yang belum punya akses layak. Bukan hanya untuk anak-anak disabilitas, untuk orang dewasa disabilitas saja, masih banyak yang belum bisa diakses dengan nyaman,” ujar Farhan saat menyampaikan sambutan dalam Dream Festival di Plaza Balai Kota, Minggu, 29 Juni 2025.

Sebagai langkah awal, Pemkot Bandung bekerja sama dengan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga melakukan perbaikan trotoar di sekitar Taman Lalu Lintas. Farhan menyebut penggunaan bahan aspal sebagai solusi yang lebih murah dan dapat dikerjakan melalui swakelola.

“Lebih murah. Murah pisan. Saking murahnya sampai enggak harus mengadakan lelang. Itu bisa swakelola. Murah itu. Kalau sepeda aja bisa (melintas), berarti kursi roda bisa enggak? Nah, tapi kita mesti percobaan,” jelas Farhan.

Perbaikan trotoar sejauh ini baru mencapai 200 meter dari target 800 meter. Farhan ingin memastikan trotoar di ruas Jalan Belitung, Jalan Sumatra, Jalan Aceh, dan Jalan Kalimantan menjadi nyaman dan aman untuk semua orang. Ia menegaskan bahwa fungsi harus diutamakan dibandingkan estetika.

Menurutnya, mewujudkan kota ramah anak memerlukan mekanisme perlindungan dan pengawasan yang konkret. Ruang publik juga harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, termasuk dengan menyediakan kawasan tanpa rokok (KTR).

“Ruang publik juga harus ramah anak. Salah satu indikator kota ramah anak adalah adanya kawasan tanpa rokok (KTR) di ruang-ruang publik. Itu harus kita pastikan,” jelasnya.

Farhan menekankan bahwa keterlibatan masyarakat menjadi faktor penting dalam menciptakan perubahan yang inklusif.

“Kalau Kota Bandung menunjukkan keberpihakan pada inklusivitas, maka warga Kota Bandung juga akan ikut berubah. Mudah-mudahan dalam dua-tiga tahun ke depan, perubahan itu terlihat,” tegasnya.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//