• Berita
  • Membela Kawan-kawan Difabel Bandung dalam Pemenuhan Hak Pelayanan Tes HIV

Membela Kawan-kawan Difabel Bandung dalam Pemenuhan Hak Pelayanan Tes HIV

Perwadi Bandung meluncurkan film animasi tentang edukasi terkait pemenuhan hak-hak kawan difabel dalam melakukan tes HIV di Puskesmas Garuda.

Persatuan Warna Disabilitas (Perwadi) meluncurkan video layanan inklusif HIV di Puskesmas Garuda, Kecamatan Andir, Bandung, Senin, 10 Februari 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah11 Februari 2025


BandungBergerak.id – Semua orang berhak mendapatkan akses yang setara terhadap fasilitas-fasilitas kesehatan, tak terkecuali bagi kawan-kawan difabel yang memerlukan pelayanan tes HIV (human immunodeficiency virus). Pesan ini terkandung dalam video layanan inklusif HIV di Puskesmas Garuda, Kecamatan Andir, Bandung, yang diluncurkan Persatuan Warna Disabilitas (Perwadi), Senin, 10 Februari 2025.

Inisiatif ini diharapkan bisa meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai pelayanan HIV yang inklusif. Ketua Perwadi Kota Bandung, Hendro Yudistira menjelaskan, video animasi ini bisa dijadikan sebagai alat advokasi supaya fasilitas-fasilitas kesehatan semakin ramah terhadap kawan difabel.

Lelaki yang biasa disapa Hero juga menjelaskan, 12 dari 21 anggota Perwadi Bandung merupakan penyandang disabilitas yang hidup dengan HIV. Video animasi berdurasi 1 menit 40 detik ini bagian dari komitmen organisasi dalam memperjuangkan pemenuhan hak-hak disabilitas. Selain mendorong fasilitas dan pelayanan kesehatan, video animasi memberikan edukasi kepada kawan disabilitas yang selama ini belum memahaminya. 

Dewan Pengurus Perwadi Kota Bandung Abbe mengatakan, video animasi dan peluncurannya di Puskesmas Garuda sebagai pilot project. Dari segi pelayanan dan fasilitas puskesmas ini dinilai ramah difabel. Puskesmas misalnya menyediakan ubin pemandu hingga toilet ramah difabel.

Abbe juga menyebut, video animasi yang dibikin Perwadi dengan menggandeng kreator animasi ini diharapkan menjadi stimulus untuk 80 puskesmas yang ada di Kota Bandung. Beberapa masukan terkait tidak adanya juru bahasa isyarat dalam layar akan dilakukan pengembangan di kemudian hari.

“Pilihannya oleh teman-teman, mereka menuangkan idenya, dan tidak menyulitkan pembuatan videonya, menuangkan idenya mereka dengan menggandeng animator,” beber Abbe.

Di tempat yang sama, Kepala UPTD Puskesmas Garuda Intan Annisa mengungkapkan, video animasi ini membantu memberikan penjelasan terkait hak-hak disabilitas. Di Puskesmas Garuda sendiri melayani 463 ODHIV reaktif yang terapi arv, dua pasien di antaranya difabel.

Pentingnya Edukasi HIV Aids di Kota Bandung  

Data HIV/AIDS Kota Bandung sejak pertama kali tercatat pada 1991 sampai September 2024 mencapai 12.170 kasus. Subkoordinator P2P Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung Agung mengatakan, setiap tahunnya di Kota Bandung bertambah 200-400 kasus baru penyakit HIV. Mereka yang berkunjung ke fasilitas-fasilitas kesehatan di Bandung per tahun bertambah 800-900 kasus baru dengan proporsi 60 persen laki-laki.

Agung menjelaskan, peningkatan kasus disebabkan karena proses deteksi dini yang meningkat. Mengenai penyandang disabilitas yang ODHIV ia belum memiliki pendataan yang begitu detail dikarenakan masih terbatasnya akses komunikasi dan keterjangkauan. Adanya video animasi yang dibuat oleh organisasi pejuang hak-hak disabilitas ini cukup memudahkan dalam hal edukasi dan sosialisasi.

Baca Juga: Suatu Hari dalam Kehidupan Abbe Setelah Positif HIV
Cerita Ibu di Bandung yang Hidup dengan HIV, Menanti Antiretroviral Ramah Anak
HIV/AIDS di Bandung dalam Bingkai Medis dan Moralitas

Pemahaman HIV/AIDS bagi Remaja

Pengetahuan serta pemahaman mengenai HIV AIDS sangat penting bagi siapa pun termasuk remaja. Para peneliti dari Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Alsanawi Hasibuan, Muhammad Farhan Zaqie Maulana, dan Sitriatul Mauliyah dalam artikel Melojaknya Kasus HIV di Kalangan Remaja Indonesia (Amsir Community Service Journal Vol 2, nomor 1 Februari 2024) menjelaskan, peningkatan pemahaman tentang HIV/AIDS dipengaruhi oleh berbagai faktor budaya, akses informasi, serta pendidikan. Hal ini juga turut mempengaruhi perilaku remaja yang bertanggung jawab terkait pencegahan HIV AIDS.

Pencegahan HIV/AIDS bisa dijelaskan oleh para tenaga kesehatan, masyarakat, dan juga keluarga. Diketahui HIV menular akibat hubungan seksual tanpa kondom serta penggunaan jarum suntik yang tidak steril.

Meski demikian, stigma dan diskriminasi terhadap HIV/AIDS masih terjadi di kalangan remaja yang menjadi hambatan serius dalam upaya pencegahan serta pengobatan. Oleh sebab itu, peran keluarga dan lingkungan sosial sangat penting untuk mendukung upaya pencegahan bagi yang terinfeksi HIV dan memberikan dukungan emosional, informasi yang akurat, dan membantu mengurangi stigma.

“Kesadaran masyarakat, pendidikan, dan dukungan kepada ODHA dan keluarganya dianggap krusial untuk mengurangi stigma. Peran keluarga dan lingkungan sosial menjadi kunci dalam membentuk perilaku sehat remaja,” jelas para peneliti. “Dukungan ini tidak hanya memfasilitasi penanganan kondisi HIV, tetapi juga dapat membentuk perilaku pencegahan yang lebih baik melalui pendekatan yang holistik.”

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artikel lain tentang tentang HIV/AIDS

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//