• Berita
  • Aksi Kamisan Jatinangor Menyikapi Retret Kepala Daerah di IPDN

Aksi Kamisan Jatinangor Menyikapi Retret Kepala Daerah di IPDN

Aksi Kamisan Jatinangor menyoroti retret kepala daerah, kasus pelanggaran HAM, menolak sentralisasi, dan mengkritik penulisan ulang sejarah.

Sejumlah mahasiswa melakukan aksi Kamisan di Jatinangor, Sumedang, bersamaan dengan berlangsungnya penutupan retret kepala daerah, 26 Juni 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Tim Redaksi1 Juli 2025


BandungBergerak.id – Aksi Kamisan Jatinangor urung melaksanakan aksi di depan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), bertepatan dengan hari terakhir Retret Kepala Daerah gelombang kedua. Satu hari sebelum aksi dimulai terjadi pemindahan lokasi ke Lapangan Sabusu. Sejumlah tekanan membuat aksi yang fokus menyuarakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) harus pindah tempat.

“Tapi sayangnya, semalem, satu hari sebelum aksi itu aku dan kawan-kawan dapet banyak teleponlah dari berbagai pihak gitu,” jelas Danu (22 tahun), salah satu penggerak Aksi Kamisan Jatinangor.

Telepon-telepon tersebut datang dari pihak-pihak yang keberatan dengan rencana Aksi Kamisan Jatinangor di depan IPDN. Pemindahan tempat aksi dilakukan untuk menghindari bentrokan yang mungkin terjadi jikalau aksi tetap dilaksanakan di depan IPDN. Padahal pihak Aksi Kamisan Jatinangor hanya ingin menyuarakan pesan-pesan dan aspirasi terkait isu HAM lewat aksi damai.

“Semuanya sama, neken kita buat membatalkan aksi, atau menggeser aksinya supaya pindah ke dalam Unpad lagi aja,” ungkap Danu.

Bukan tanpa alasan mereka ingin aksi di depan IPDN yang menjadi tempat Retret Kepala Daerah. “Kali ini menyambut kepala daerah yang lagi Retret di IPDN Jatinangor, kita mau nemuin merekalah, kita mau menjemput mereka untuk aksi di depan IPDN,” ujar Danu.

Aksi Kamisan Jatinangor juga ingin menitikberatkan kasus pelanggaran HAM yang ada di berbagai daerah, seperti kasus pelanggaran HAM di Raja Ampat beberapa waktu lalu. Bagi Danu, mayoritas pelanggaran HAM di daerah ini bermula pada masyarakat adat yang haknya dirampas oleh pemerintah dengan dalih membangun negara, seperti kasus masifnya pembangunan proyek.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan keragamannya, sudah seharusnya memiliki sistem pemerintahan yang dijalankan secara desentralisasi atau otonomi daerah. Namun, adanya praktik retret yang dijalankan di Jatinangor ini menurut Danu memberikan kesan pemerintahan yang sentralisasi. Oleh karena itu, tema utama yang diangkat oleh Aksi Kamisan Jatinangor minggu ini, yaitu “Tegakkan Hak Asasi, Lawan Upaya Sentralisasi”.

Dengan pindahnya Aksi Kamisan Jatinangor, para aktivis mempertanyakan jaminan kebebasan bersuara yang dimiliki oleh rakyat Indonesia.

Baca Juga: Aksi Kamisan Bandung Menolak Lupa Ita Martadinata, Aktivis Sekaligus Saksi Korban Perkosaan 1998
Suara Pelajar di Aksi Kamisan Bandung ke-423, Menyoroti Maraknya Sengketa Lahan di Kota Bandung 

Kasus Pelanggaran HAM dan Penulisan Ulang Sejarah

Mengangkat isu mengenai pelanggaran HAM, Aksi Kamisan Jatinangor memiliki tujuan untuk merawat ingatan masyarakat Indonesia agar tidak pernah lupa akan kejadian yang pernah menimpa negara. Isu ini diangkat sebagai penyikapan terhadap upaya penulisan ulang sejarah yang dikhawatirkan menghapus pelanggaran HAM di masa lalu.

Aksi Kamisan Jatinangor merasa pemerintah sangat selektif terhadap sejarah yang ingin ditampilkan. “Mereka hanya menulis, apa yang mau mereka tulis aja,” ujar Danu.

Refa (18 tahun), Koordinator Utama Garda Padjadjaran 2025, menambahkan, ia merasa kecewa dengan kondisi Indonesia saat ini. “Semakin ke sini, semakin terlihat bagaimana pemerintah mengkhianati rakyatnya sendiri dan nggak mendengarkan suara rakyatnya,” ujar Refa.

*Reportase ini dikerjakan reporter BandungBergerak Aqeela Syahida Fatara dan Wilda Nabila Yoga

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//