• Literasi
  • Menggabungkan Sastra dan Anime ala Jims, Menintrepetasikan Keresahan dalam Zine

Menggabungkan Sastra dan Anime ala Jims, Menintrepetasikan Keresahan dalam Zine

Zine puisi dan prosa Membakar Serafim di Langit Biru karya Jim Alberka dibedah di Kedai Jante.

Jim Alberka saat membacakan salah satu prosanya zine Membakar Serafim di Langit Biru di Kedai Jante, Bandung, Jumat, 4 Juli 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam5 Juli 2025


BandungBergerak.id“Segala peristiwa yang terjadi di dunia ini, seperti busa di permukaan air, hanyalah akibat dari sebab-sebab yang mendahuluinya,” tutur Jim Alberka, membacakan salah satu prosa berjudul Peristiwa yang ditulisnya dalam zine puisi dan prosa bertajuk ‘Membakar Serafim di Langit Biru’, pada acara diskusi mingguan Bukan Jumaahan, di Kedai Jante, Bandung, Jumat, 4 Juli 2025.

Zine kumpulan puisi ini karya Jim yang kedua. Antologi puisi perdana Jim dirilis pada tahun 2022 dengan tajuk ‘Riak Hampa’. Kedua zine mewakili segala kegundahan dalam benaknya. Menulis, bagi Jim adalah jalur paling ampuh melepas segala bentuk pertanyaan yang sulit dijawab.

Tulisan Jim tercipta ketika rorongrongan kehampaan menyelimuti dirinya. Segala pertanyaan dalam benaknya selalu muncul akan ruang hampa di benaknya. Pertanyaan yang kerap menganggu Jim itu kerap muncul ketika hari sudah gelap. Kehidupan yang nyata bagi Jim adalah di malam hari.

Namun, begitu menemui jalan buntu atas kehampaan itu, Jim memilih mencari jawabannya sendiri melalui sebuah tulisan. Di kamar yang lenggang, bait demi bait dia susun perlahan, yang akhirnya jawaban itu lahir dalam wujud puisi dan prosa.

“Kau tak perlu membebani dirimu dengan kemungkinan yang belum terjadi, lupakan saja. Dari hati yang dipenuhi mimpi, mengalir darah ilusi,” tandasnya melanjutkan bacaannya.

Dia merasakan kesulitannya saat memendam sebuah peristiwa yang sukar untuk dikeluarkan. Seperti ada suatu hal pelik yang terjadi dalam perasaanya. Bisa dikatakan perasaan yang dipendamnya itu terbilang kompleks. Sebab dia menggambarkan kegundahan akan masa depan.

“Mereka yang memimpikan masa depan, pada akhirnya tak mengggenggam apa pun,” tandas Jim.

Rasanya sulit bagi Jim menuangkan kehampaan itu dalam bentuk cerita. Maka dari itu, Jims memilih alternatif lain dalam mengeluarkan unek-uneknya. “Saat itu aku sedang ada di fase masih mempertanyakan dan aku coba merangkumnya pada tulisan yang diberi judul Peristiwa,” ungkapnya.

Jim sering merasakan kesulitannya dalam menyampaikan kehampaan pada dirinya. Misalnya, kehampaan yang muncul akibat persoalan asmara, Jim mengaku sangat sulit untuk menceritakan ke kerabatnya. Dia lebih nyaman bercerita melalui tulisan.

“Karena aku kalau untuk ngomongin urusan-urusan yang lebih pribadi itu jarang berani untuk ngobrolin ke orang gitu,” ujarnya. “Kayak misalkan aku punya masalah percintaan, nih. Dan apa yang aku rasakan tuh aku enggak pernah berani untuk cerita ke orang lain,” lanjutnya.

Baca Juga: Zine yang tak Lekang Ditelan Zaman
Zine, Media Alternatif yang Paling Murah dan Gampang

Memadukan Anime dalam Sastra

Kesukaan Jim pada anime dan manga (komik Jepang) terlihat dalam zine ini. Kata ‘Serafim’ sendiri mengambil dari salah karakter manga berjudul Owari no Serph. Serapim disebut sebagai malaikat tertinggi yang dekat dengan sang Pencipta.

“Nah, nah di manga itu ada salah satu malaikat yang namanya Serafim. Di situ tuh dia bercita sangat kejam,” tuturnya. Serafim dia sebut sebagai algojo yang sering membantai umat manusia.

Serafim sebagai representasi dari simbol yang menjadi tema khusus zine ini. Kalimat ‘Langit Biru’ yang menyertainya menunjukkan sesuatu yang anomali, di mana langit biru kerap disandingkan sebagai keindahan. Namun, dia ingin langit biru yang sudah terkonstruksi akan keindahan itu dijadikan sebagai tempat penghancuran.

“Karena kan kalau ngomongin tentang sesuatu yang indah, orang-orang ingin ngejaga itu gitu. Ingin memelihara itu tapi aku mencoba gimana kalau yang indah itu dihancurkan. Siapa tahu akan ada sesuatu yang lebih indah lagi gitu di depannya,” lanjutnya.

Fajar Maskot memandang karya Jim merupakan sebuah perenungan terhadap hal-hal yang dilewati sehari-hari. Dia juga menyoroti karya Jim berjudul ‘Aku Lirih’. Menurut Fajar, tulisan tersebut seakan menggambarkan kefanaan yang jauh dari kehidupan Jim.

Fajar mencatat keunikan gaya Jim dalam mengintegrasikan perasaan kehilangan dan keterasingan dengan hal-hal yang jauh, seperti antariksa, menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang membuat seseorang merasa sangat jauh, seperti astronot yang tak bisa kembali.

“Dan itu kan mengindikasikan bahwa aku lirih di sini tuh di puisi-puisi Jim itu yang ngomongin hal-hal yang emang bahwa cinta tuh membuat ‘gue’ itu sangat jauh gitu,” tuturnya.

Dia mencontohkan metafora dalam penggambaran ‘cinta’ yang dialami Jim, seperti karya Pablo Neruda, yang menggambarkan sosok perempuan seperti bintang atau bulan. “Dan Jim itu di sini mencoba untuk menyandingkan dirinya dengan planet-planet di kejauhan atau bintang-bintang yang menyendiri,” tambahnya.

 

 

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//