• Cerita
  • Zine, Media Alternatif yang Paling Murah dan Gampang

Zine, Media Alternatif yang Paling Murah dan Gampang

Zine masih dipercaya para pegiat komunitas sebagai media alternatif yang bisa diterbitkan mandiri. Dengan banyaknya media cetak tutup, tidak lantas menumpas zine.

Sampul zine yang diunggah di akun Instagram Screaming at World. Lewat kerja digitalisasi, zine hari ini bisa lebih mudah diakses oleh warga. (Sumber foto: akun Instagram Screaming at World)

Penulis Reza Khoerul Iman20 Februari 2023


BandungBergerak.id – Sudah dua dekade kiranya Deden Erwin berkecimpung dalam dunia tulis-menulis, terbit-menerbit, hingga mendigitalisasi zine di Kota Bandung. Menurutnya, dari sebelum tahun 2000 zine telah menjadi tonggak utama penyebaran informasi komunitas-komunitas di Kota Bandung.

Penggunaan zine sebagai media penyebaran informasi alternatif banyak digunakan oleh komunitas karena modalnya paling murah, dan urusan menerbitkannya pun gampang. Bahkan beberapa zine ada yang hanya ditulis tangan atau menggunakan sistem tempel seperti kliping.

"Menurut saya kenapa zine itu banyak pelakunya, karena ya zine itu media paling gampang dan murah. Kenapa gampang, ya karena gak perlu ongkos yang banyak dan teknis penerbitan yang simpel," terang Deden Erwin pada saat ditemui BandungBergerak.id pada gelaran pameran buku Haus Buku, Sabtu, (11/02/2023).

Deden menguraikan panjang lebar mengenai kiprah zine di Bandung dalam satu diskusi di gelaran pameran Haus Buku #3, di gedung Perpustakaan Ajip Rosidi, Jalan Garut no. 2, Kota Bandung. Ia salah satu pegiat zine dari Bandung.

Hingga saat ini, zine masih dipercaya para pegiat komunitas  sebagai media alternatif yang diterbitkan secara mandiri. Di Bandung, misalnya, zine akrab ditemukan di titik-titik penggusuran warga dalam beberapa tahun belakangan. Mulai dari Tamansari, Dago Elos, hingga Anyer Dalam.  Beberapa lembaga seperti LBH Bandung hingga Kontras pun belakangan ikut menerbitkan zine.

Meskipun kini kemajuan teknologi informasi semakin pesat, bahkan berada di tengah kondisi banyaknya media cetak yang tutup, kondisi tersebut tidak lantas menumpas zine.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #61: Kisah Yadi Menjelajahi Ribuan Kilometer dengan Sepeda Ontel
Surat Cinta dan Dukungan Menjadi Pahlawan Nasional untuk Inggit Garnasih
MAHASISWA BERSUARA: Sebuah Sayembara Esai, Sebuah Ajakan Terlibat
Main-Mind di Museum: Pertunjukan Inklusif Berbasis Teater Museum

Zine, Media Pengembangan Komunitas

"Zine itu tempat semua orang berproses. Banyak orang yang awalnya menulis zine secara bebas namun karena ketelatenannya dalam menulis membuat tulisannya menjadi berkualitas. Akhirnya secara perlahan teknik-teknik jurnalisme mulai diterapkan dalam membuat zine, walaupun masih banyak kaidah-kaidah penulisannya yang masih banyak diacuhkan," ujar Deden.

Kemudahan zine dalam pendistribusiannya dijadikan komunitas di Kota Bandung sebagai media untuk pengembangannya, terutama dalam menulis. Deden menyebut zine sebagai media komunitas untuk berproses.

Cukup banyak pegiat komunitas yang menulis di zine kemudian menjadi tokoh yang cukup dikenal orang hingga kini. Deden menyebut kebanyakan komunitas itu dari kalangan orang-orang yang berkegiatan di dunia musik, seperti Burgerkill.

"Kebanyakan komunitas atau orang yang kini terkenal itu kebanyakan terkenalnya karena dampak pemberitaan di zine. Sesolid itu gitu," tutur Deden.

Andrias Arifin atau yang kerap dikenal Andrenaline Katarsis menyebut, bahwa mereka yang menulis di zine itu memang kebanyakan dari orang-orang yang pintar dan biasanya memiliki relasi yang luas, sehingga informasi-informasi yang dimuat di zine selalu memiliki perspektif yang menarik dan tidak ada di media-media lain. Ada juga zine yang awalnya biasa-biasanya tetapi kemudian lambat laun menjadi zine yang punya kualitas dan diminati orang.

Andre menyebut banyak grup musik yang dibesarkan oleh zine seperti Mocca, The Sigit, hingga Burgerkill. Mereka terkenal karena imbas dari pemberitaan di zine.

Di Balik Kemudahan Penerbitan Zine

Zine memang diyakini oleh para komunitas sebagai media yang relatif murah dan gampang dalam pendistribusiannya. Namun, di balik ke kemudahannya itu tetap saja ditemukan tantangan dan rintangannya.

Tantangan yang relatif dirasakan oleh para distributor zine biasanya terdapat pada konsistensi serta membutuhkan usaha yang banyak. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Deden bahwa ada juga zine-zine yang akhirnya berhenti produksi.

Tak sedikit karena urusan konsistensi tersebut saja zine-zine yang akhirnya berhenti produksi.

Selain pendistribusiannya yang mudah, banyak zine yang memiliki konten berkualitas. Tema-tema yang dituliskan dalam zine biasanya dibawakan dengan kritis serta menggunakan perspektif yang berbeda dari media umumnya. Itu yang membuat zine tetap kuat dan diminati oleh banyak orang.

"Kenapa zine di Bandung mengakar kuat dan menjadi referensi orang, ya karena secara tematik zine-nya itu bagus-bagus. Kebanyakan zine di Bandung itu membahas soal musik, kayak 13 Zine sama A Riyan, Membakar Batas sama Ucok, ada juga zine yang pernah ditulis oleh alm. Eben Burgerkill, dan masih banyak zine-zine musik lainnya, belum lagi yang soal isu ideologi atau politik," ujar Deden.

Sampai hari ini, secara tidak langsung zine di Bandung banyak dilirik orang dan menjadi referensi. Deden mengaku dirinya bisa berbicara seperti itu karena zine-zine yang tadi ia sebutkan itu sangat banyak beredar sampai hari ini.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//