Surat Cinta dan Dukungan Menjadi Pahlawan Nasional untuk Inggit Garnasih
Murid-murid SD Negeri 143 Kopo menulis surat cinta untuk Inggit Garnasih. Masyarakat dan pemerintah Jawa Barat kembali mengusulkan pemberian gelar pahlawan nasional.
Penulis Prima Mulia17 Februari 2023
BandungBergerak.id - Salza dengan antusias membolak-balik lembaran kertas berisi paparan singkat tentang Inggit Garnasih (1888-1984). Murid kelas 4 SD Negeri 143 Kopo, Kelurahan Nyengseret, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung itu lalu menuliskan beberapa kalimat.
"Sedang nulis surat, boleh juga puisi. Nanti surat ini akan kita bawa dan simpan di Museum Ibu Inggit di depan jalan," katanya, Jumat (17/2/2023) pagi.
Zerlina dan Ardi, keduanya murid kelas 6 SD Negeri 143 Kopo, melakukan aktivitas serupa. Mereka mengobrol sebentar tentang siapa Inggit Garnasih. Zerlina tahu bahwa Inggit adalah istri Sukarno.
"Selain itu ia juga ikut berjasa untuk kemerdekaan Indonesia, kan ?" timpal Ardi.
SD Negeri 143 Kopo berada persis di belakang Rumah Bersejarah Inggit Garnasih yang sekaligus dijadikan museum. Beres menulis surat, para murid berjalan beriringan ke sana. Mereka mengheningkan cipta, berdoa, lalu satu per satu menyimpan sepucuk surat dan sekuntum mawar merah di depan prasasti dan bingkai foto Inggti Garnasih.
Aksi menulis surat cinta merupakan bagian dari rangkaian Bulan Cinta Inggit Garnasih yang diinisiasi oleh para pemuda Karang Taruna Kelurahan Nyengseret, Astanaanyar, Kota Bandung. Hari ini, 17 Februari 2023, bertepatan dengan peringatan 135 tahun hari lahir Inggit.
"Banyak orang yang tidak mengenal Ibu Inggit itu siapa, sedangkan sosok Ibu Inggit sangat penting untuk bangsa Indonesia. Peran-peran perjuangannya (penting)," kata Sandi Syarif, mewakili Karang Taruna Nyengseret.
Baca Juga: Ungkapan Cinta Anak Muda Kamasan untuk Inggit Garnasih
BANDUNG HARI INI: Inggit Garnasih Lahir, Mendampingi Sukarno sampai Gerbang Kemerdekaan
MEMORABILIA BUKU (32): Kisah Buku dan Bulan Cinta Inggit Garnasih
Menjadi Pahlawan Nasional
Tidak sekadar mengerjakan urusan domestik, Inggit Garnasih adalah sosok tangguh pendamping Sukarno di masa-masa sulit. Termasuk ketika Si Bung Besar dipenjara dan dibuang ke pengasingan. Rumah yang kini jadi museum itulah yang menjadi tempat diskusi Bung Karno dengan para tokoh pergerakan.
Inggit mengorbankan banyak hal demi mendukung perjuangan Sukarno. Dialah yang menyelundupkan buku-buku untuk sang suami selama ia mendekam di Penjara Sukamiskin dan Penjara Banceuy. Buku-buku yang menjadi bahan Bung Karno menuliskan pledoinya yang mashyur Indonesia Menggugat.
Pada 11 Agustus 1997, Inggit Garnasih diganjar dengan tanda kehormatan “Bintang Mahaputera Utama” lewat Keputusan Presiden RI Nomor 073/TK/1997. Usulan menjadikannya pahlawan nasional muncul berulang. Sudah dua kali namanya resmi diajukan, tapi belum juga kesampaian. Tahun ini menjadi yang ketiga kalinya.
"Ya mudah-mudahan dengan adanya kegiatan ini kita bisa mendukung pengajuan Ibu Inggit jadi Pahlawan Nasional di Indonesia," tutur Syarif.
Mengunjungi Rumah Bersejarah Inggit Garnasih
Jajang Ruhiat, juru pelihara dan pemandu Rumah Bersejarah Inggit Ganarsih, gembira menyambut para murid SD Negeri 143 Kopo yang datang dengan membawa surat cinta dan mawar.
“Anak-anak adalah generasi masa depan bangsa. Terlepas mau berhasil atau tidaknya ke depan, yang jelas mereka harus ingat bahwa kita itu jangan lupa kepada sejarah yang kita lalui,” ucapnya.
Selain tulisan mengenai kisah singkat Inggit, Rumah Bersejarah Inggit Garnasih, yang terletak di Jalan Ciateul Nomor 8 Kota Bandung, menampilkan juga foto-foto bersejarah, Batu Pipisan, dan Batu Gandik. Awalnya rumah ini berisi berbagai macam perabot rumah peninggalan Inggit dan Sukarno. Namun, ketika rumah tersebut diambil alih pengelolaannya oleh pemerintah, semua perabotan di dalamnya dikembalikan kepada ahli waris.
Menilik catatan sejarah, rumah ini ditinggali oleh Inggit dan Sukarno dari tahun 1926 sampai tahun 1934. Bentuknya rumah panggung, tidak seperti tampilan saat ini.
Ketika Sukarno dijebloskan ke dalam Penjara Banceuy dan Penjara Sukamiskin, rumah tersebut menjadi saksi perjuangan Inggit Garnasih untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya dan kebutuhan Sukarno di penjara. Dia menjahit baju, menjual bedak dan rokok, serta menjadi agen sabun dan cangkul kecil-kecilan.
Dalam peristiwa Bandung Lautan Api, Inggit Garnasih beserta anak dan cucunya mengungsi ke Banjaran dan Garut. Pada akhir tahun 1949, Inggit memutuskan untuk kembali ke Bandung dan menetap sementara di kediaman H. Doerrasjid. Keingingan membangun rumah milik sendiri terwujud berkat prakarsa Asmara Hadi, sang menantu, dengan bantuan teman-teman seperjuangannya seperti Gatot Mangkoepradja, A.M. Hanafi, Winoto, dan S.K. Trimurti.
Rumah baru yang berdiri di lahan bekas rumah panggung Inggit dan Sukarno di masa lalu tersebut selesai dibangun pada tahun 1951. Di sinilah Inggit menetap hingga akhir hayatnya. Setiap orang bisa berkunjung ke Rumah Bersejarah Inggit Garnasih ini secara cuma-cuma.
*Tulisan ini turut disumbang hasil reportase oleh Dini Putri