Bandung Sebagai Kota Paling Macet Nomor 1 di Indonesia, Menguras Waktu dan Sumber Penghasilan Warga
Tom Tom Traffic merilis, setiap tahunnya masyarakat Kota Bandung harus menghabiskan 108 jam di jalan karena macet. Dampak kemacetan dirasakan langsung para ojol.
Penulis Yopi Muharam8 Juli 2025
BandungBergerak.id - Sudah tujuh tahun Cecep Tedi menjadi ojek online dan merasakan pahitnya jalanan Kota Bandung. Menurutnya, tiap tahun Kota Bandung makin macet dan panas. “Komo upami liburan weekend, liburan di hari Jumat, wah atos weh. Macet pisan [Jika musim liburan kemacetan semakin parah],” keluh pria 49 tahun, membuka obrolan, Senin sore, 7 Juli 2025.
Sebagai orang Bandung, dia tahu betul perubahan yang melanda Kota Kembang. Seiring bertambahnya usia, bertambah pula problem kemacetannya.
“Dulu mah teu begitu macet,” kata Cecep, yang bekerja mencari penumpang sejak pagi hari. Ia menduga kemacetan bisa terjadi karena penambahan motor dan mobil begitu cepat. “Karena gampang menyicil motor, jadi banyak yang beli, jadi weh padet jalan teh,” tambahnya.
Kemacetan Kota Bandung ramai dibicarakan menyusul survei Tom Tom Traffic yang menempatkan Bandung sebagai kota paling macet nomor 1 di Indonesia. Meski survei ini dirilis 2024 lalu, tetapi hasilnya ramai diperbincangkan di media sosial seperti X, baru-baru ini.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kemacetan sejauh ini belum membuahkan hasil. Pembangunan jembatan layang hingga perubahan arus jalan juga tidak merubah keadaan. “Seperti di Jalan Cipaganti dan Cihampelas yang asalnya dua arah, jadi satu arah. Tapi tetep weh macet,” terang Cecep.
Cecep biasa mangkal di kawasan Balubur Town Square (Baltos). Dia sering menyasar wisatawan yang baru datang dengan travel. Pria yang berdomisili di Cigadung itu mengungkapkan, musim liburan juga menambah kemacetan Kota Bandung.
Di hari-hari biasa, kemacetan kerap terjadi di jam masuk sekolah atau saat pulang kerja sore hari. Sementara di musim libur, kemacetan bisa terjadi di tiap jam. “Upami sonten macet parah [Di malam hari kemacetan semakin parah],” tandasnya.
Jalanan Bandung yang sempit tidak dapat membendung volume kendaraan. Kawasan macet yang biasa dilalui Cecep antara lain Dago, Cihampelas, dan Setiabudi. Sesekali ia melintas Bandung Timur yang tingkat kemacetannya juga parah. “Bandung Timur mah lebih parah di enjing-enjing macet, sore macet,” tandasnya terkekeh.
Cecep pernah mengantarkan penumpang dari kawasan pusat kota ke Pasir Impun di Bandung Timur yang menghabiskan waktu hampir satu jam. “Yang harusnya 30 menit, jadi hampir satu jam,” tuturnya.
Berpengaruh pada Pendapatan
Kemacetan yang terjadi di Kota Bandung berpengaruh pada pendapatan para ojol. Kemacetan telah menambah jarak dan menguras waktu jasa angkutan.
Omay Komarudin, driver yang sudah ngojol sejak tahun 2016, mengaku pendapatannya selalu menurun jika lalu lintas dilanda kemacetan.
“Lamun bisa mah kan lebih cepat, jadi (kalo lama) hese menang order deui. Karena menjadi lama. Kuduna menang tiga (penumpang) misalna, jadi ngan hiji,” terangnya.
Omay pernah mengantar penumpang dengan jarak yang seharusnya sampai dalam waktu 15 menit, tapi karena macet menjadi satu jam. Para penumpang pun sudah paham kondisi kemacetan Kota Bandung.
Kemacetan juga berdampak pada jumlah bensin atau operasional. Omay setiap harinya harus merogoh kocek 30 ribu rupiah untuk mengisi Pertamax. Jika dia terjebak macet, dia harus membeli bensin lagi.
Hal ini berdampak pada pendapatan yang bisa dibawa pulang ke rumah. Dalam sehari dia bisa menarik 10 penumpang. “Mun disebut cukup mah, nyaeta kurang. Tapi kumaha deui. Nya dicukup-cukup weh,” tutur pria 38 tahun itu.
Cecep pun merasakan hal yang sama. Kemacetan berdampak tingginya pengeluaran membeli BBM. Jika jalanan lancar, dia hanya perlu mengisi bensin Pertalite sebesar 20 ribu rupiah. Ketika jalanan macet, dia harus mengeluarkan uang kembali sebesar 20 ribu rupiah.
“Upami macet mah nya jadi bensin babari seep, soalnya kan sada wae motor nya lami di jalan [Kalau macet bensin semakin boros, karena mesin motor terus-terusan menyala],” terang Cecep.
Baca Juga: Warga Bojongsoang Mengeluhkan Kemacetan Kronis, Jalan Layang Bukan Solusi
Masih Banyak Pekerjaan Mengatasi Kemacetan Selain Membangun BRT Bandung Raya
Bandung Kota Paling Macet Nomor 1 di Indonesia
Laporan Tom Tom Traffic menyebutkan, setiap tahunnya masyarakat Kota Bandung harus menghabiskan 108 jam di jalan karena macet. Laporan ini merinci, per 10 kilometer masyarakat Kota Bandung harus menghabiskan 32 menit 37 detik di jalanan. Hal ini berbeda dengan Kota Jakarta yang hanya menghabiskan 25 menit per 10 kilometernya di jalan.
Dengan dasar tersebut, Tom Tom Traffic meneguhkan Kota Bandung pada kedudukan pertama sebagai kota paling macet nomor 1 di Indonesia, mengalahkan kota besar Jakarta. Di dunia, Kota Bandung berada di peringkat ke-12 sebagai kota termacet.
Faktor yang mendukung kemacetan Kota Bandung adalah kemudahan mengajukan kredit kendaraan pribadi. Mengutip dari laman databoks Kota Bandung, jumlah kendaraan bermotor saat ini mencapai 2,36 juta unit pada September 2024. Adapun jenis kendaraannya meliputi sepeda motor 1,78 juta unit; mobil penumpang 474,23 ribu unit; mobil bermuatan 89,42 ribu unit; bus 6.090 unit; kendaraan khusus 1.018 unit.
Jumlah tersebut hampir mendekati jumlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2.579.837 jiwa per semester pertama tahun 2024 (Disdukcapil).
Menghadapi masalah kemacetan ini, Pemkot Bandung berencana membangun sistem transportasi umum bus rapit transit (BRT). Lemahnya sistem transportasi umum disinyalir mendorong penggunaan kendaraan pribadi yang berkontribusi besar pada kemacetan.
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengatakan, selama pembangunan BRT dan masa transisi Kota Bandung akan semakin macet. “Kita akan membangun konstruksi BRT yang akan membuat Bandung macet sampai dua tahun ke depan. Tapi ini investasi jangka panjang untuk perbaikan transportasi,” ungkap Farhan dikutip di laman Pemkot Bandung.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB