• Berita
  • Masih Banyak Pekerjaan Mengatasi Kemacetan Selain Membangun BRT Bandung Raya

Masih Banyak Pekerjaan Mengatasi Kemacetan Selain Membangun BRT Bandung Raya

Pembangunan Bus Rapid Transit atau BRT Bandung Raya mesti saling terhubung dengan angkutan kota (angkot). Jika tidak, akan terjadi rebutan penumpang.

Kendaraan terjebak kemacetan sepanjang lebih dari dua kilometer menjelang gerbang keluar Tol Pasteur, Kota Bandung, Kamis 6 Juli 2021. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah2 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Mengatasi kamacetan di Kota Bandung kerap membentur jalan buntu. Tidak adanya moda transportasi massal yang tangguh menjadi salah satu penyebabnya. Rencana pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya pun kembali menggelinding. Meski demikian, pembangunan BRT belum cukup untuk membenahi masalah transportasi umum Kota Kembang yang sudah akut. 

Co-founder Komunitas TransportForBandung Muhammad Zulyadri mengatakan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengatasi kemacetan di Kota Bandung, antara lain mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum. Kendati demikian, Zulyadri mendukung pembangunan BRT Bandung Raya.  

Menurutnya, kawasan urban seperti Kota Bandung selama ini tidak mempunyai transportasi massal yang lebih baik. BRT Bandung Raya diharapkan bisa menjadi jalan pembuka untuk memperbaiki sistem transportasi publik.

"Ya mungkin melalui BRT inilah jalan mulainya. BRT itu secara garis besarnya sistem bus kota dengan jalur khusus. Contoh yang paling dekatnya yaitu Transjakarta," kata Zulyadri, saat dihubungi BandungBergerak, Rabu, 31 Juli 2024.

Ia menekankan, tentu ada konsekuensi dari pembangunan moda transportasi baru, antara lain akan ada banyak ruas jalan yang terambil jalur khusus BRT Bandung Raya. Layanan BRT Bandung Raya direncanakan akan terintegrasi dengan Stasiun Kereta Cepat Padalarang, Stasiun Kereta Api Cimahi, dan Terminal Tipe A Leuwipanjang, serta Stasiun Kereta Cepat Tegalluar. Dengan begitu, ia memperkirakan tidak akan ada pembebasan lahan dalam pembangunan BRT Bandung Raya.

Konsekuensi itu, lanjut Zulyadri, sebanding dengan manfaatnya karena sistem bus memiliki daya angkut yang lebih besar dibandingkan kendaraan pribadi. "Jadi justru bisa dikatakan manfaatnya sepadan bahkan lebih besar walaupun ada ruas jalan yang terambil," terangnya.

Di samping itu, Zulyadri menyebut masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan antara lainnya mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum. Di saat yang sama, ia mendorong konversi angkutan kota (angkot) dan mengatur ulang rutenya menjadi kendaraan pengumpan (feeder) agar tidak timbul rebutan penumpang.

BRT Bandung Raya Mendorong Transportasi Umum Terintegrasi?

Pembangunan BRT Bandung Raya dilakukan pemerintah pusat dengan dana pinjaman dari Bank Dunia (World Bank). Pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Sulaksono Wibowo mengatakan, pembangunan BRT Bandung Raya memungkinkan Bandung dan sekitarnya memiliki jaringan angkutan massal yang terintegrasi.

Namun, Sony mengingatkan BRT Bandung Raya harus terhubung dengan angkutan kota. Selain itu, diperlukan berbagai fasilitas seperti halte, fasilitas pejalan kaki, papan petunjuk, dan depo-depo atau garasi. Menurut dosen Teknik Sipil ITB ini, Terminal Cicaheum cocok menjadi depo karena sudah memiliki rute dan lahan.

"Menjadikan Terminal Cicaheum sebagai depo BRT adalah sudah cocok. Adapun permasalahan lain dari pemindahan tersebut hanyalah bersifat teknis, seperti penataan di Leuwipanjangnya, perbaikan lajur-lajur dalam terminal Cicaheum untuk sirkulasi BRT, dan sebagainya," kata Sony.

Mengenai layanan bus jarak jauh (AKAP dan AKDP) yang beroperasi di Terminal Cicaheum, ia menyarankan untuk ditempatkan di jalan antar kota atau tol. Pemindahan Terminal Cicaheum ke Terminal Leuwipanjang dinilai tepat karena lokasinya dekat dengan pintunya Tol Pasirkoja.

“Dengan memindahkan bus antar kota (AKAP dan AKDP) ke Leuwipanjang, maka pergerakan bus antar kota dari dan ke Cicaheum tidak akan lagi menambah kemacetan yang sudah terjadi di sekitar Jalan Jenderal A Yani dan Cicaheum," ungkap Sony.

Baca Juga: Terminal Cicaheum Telah Jauh Berjarak dari Masa Jayanya
BRT Bandung Raya Kurang Menyentuh Rute-rute Baru
Pemprov Jabar akan Membangun Transportasi Publik BRT Bandung Raya pada 2024, Warga Membutuhkan Implementasi

Kerugian Triliun Rupiah Akibat Kemacetan

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Risyapudin Nursin mengatakan, pengembangan BRT Bandung Raya tahap satu akan dimulai tahun 2025, tahap 2 tahun 2026, dan tahap 3 dilakukan 2027. Bus Rapid Transit digadang-gadang sebagai sistem angkutan cepat berbasis bus ramah lingkungan dan menggunakan energi rendah karbon. 

"Waktu tempuhnya akan lebih cepat dengan jalur khusus serta adanya kepastian jadwal," kata Risyapudin dalam keterangan resmi, diakses Kamis, 1 Agustus 2024. 

Selain itu, BRT Bandung Raya akan bertarif murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dilengkapi sistem informasi yang jelas di halte, bus, dan aplikasi. Infrastruktur dan desain bus akan didesain dengan konsep kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial.

Pembangunan BRT Bandung Raya mendapatkan payung hukum Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ia berharap, BRT Bandung Raya bisa menjadi solusi mengurai kemacetan dan mengurangi polusi udara. Menurutnya, selama ini Kota Bandung mengalami kerugian ekonomi sebesar 12 triliun rupiah per tahun akibat kemacetan.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artikel lain tentang BRT Bandung Raya

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//