• Berita
  • Terminal Cicaheum Telah Jauh Berjarak dari Masa Jayanya

Terminal Cicaheum Telah Jauh Berjarak dari Masa Jayanya

Kondisi Terminal Cicaheum, Bandung sangat memprihatinkan dari tahun ke tahun. Jumlah penumpang terus menyusut, banyak armada bus menganggur.

Warung di Terminal Cicaheum, Bandung, Jumat, 26 Juli 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Nabila Eva Hilfani 30 Juli 2024


BandungBergerak.id - Terminal Cicaheum sudah lama menjadi salah satu pintu gerbang kedatangan dan keluar Kota Bandung. Terminal yang melayani wilayah selatan atau timur Jawa Barat ini diterpa isu kencang tentang penutupan karena akan dijadikan depo Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya. Di tengah isu tersebut, bagaimana kondisi sehari-hari di terminal Tipe A yang sudah berdiri sejak tahun 1974?

Terminal yang berlokasi di ujung Jalan Jendral Ahmad Yani Kota Bandung tampak sepi ketika BandungBergerak berkunjung, Minggu, 28 Juli 2024. Bus-bus antarkota dalam provinsi (AKDP) maupun antarkota antarprovinsi (AKAP) berjajar seperti membeku menunggu penumpang. Denyut kehidupan hanya tampak dari aktivitas para pedagang asongan, warung-warung kecil, dan penjual oleh-oleh khas Bandung di sekeliling terminal.

Kernet-kernet bus berseragam hijau tua menyala duduk bosan di atas kursi kayu panjang sambil bersandar pada tembok di belakangnya sambil berharap bus tempat mereka menyambung hidup penuh terisi penumpang.

“Power bank. Power bank. Power banknya teh?” menjadi satu dari banyak pedagang asongan yang menawarkan barang dagangannya kepada penumpang yang jumlahnya sedikit itu di area tunggu. Laki-laki berusia sekitar 40 tahunan duduk tertidur bersandarkan tangan di atas meja yang menyangga pipi sambil bersila di atas kursi kayu panjang, menunggu warung kecilnya yang tampak sepi pembeli.

Begitupun dengan laki-laki penjaga warung yang telah berusia lebih dari setengah abad, ia terduduk lunglai di atas kursi kayu kecil sambil menawarkan barang dagangannya kepada orang-orang yang sesekali melewati kios milik juragannya.

Berbeda nasib dengan laki-laki penjual bandros. Tungku dalam gerobak kecilnya terus menyala, menyajikan bandros kepada setiap penumpang yang menghampiri dan membeli habis tiap bandros panas yang baru saja ia sajikan.

Kapungkur nu seueur jalmi mah, ayeuna mah tos teu aya jalmi na, (dulu yang banyak orangnya, sekarang sedikit orang yang datang),” ujar Jajang Sutisna (57 tahun), penjual bandros yang telah menjajakan dagangan di Terminal Cicaheum sejak tahun 1993.

Jajang Sutisna, laki-laki paruh baya dengan baju kaos putih berkerah, dilengkapi rompi abu yang telah memudar, dan peci putih menutupi rambutnya yang telah memutih, menjadi saksi perjalanan beroperasinya terminal Cicaheum dalam tiga dekade. Selain kue pancong yang terbuat dari tepung dan kelapa, ia pernah jualan serabi, es cendol, dan telur gabus di terminal yang menjadi tempat syuting sitkom Preman Pensiun.

Udageun kana pangabutuh mah sami, hoyong jadi jalmi nu kaya. Tapi pan matok deui kana kamampuan sareng pangeursakeun nu maha kawasa. Abi tos kana surabi, kana bandros, tos kana cendol, kana telor gabus, tos sagala rupi abi mah. Mun di emut-emut padamelan na cape, langkung gampil di bandros, bandros deui. Kerajaan memenuhi kebutuhan sih sama, ingin menjadi orang kaya, tapi kan balik lagi pada kemampuan dan pemberian Yang Maha Kuasa. Saya sudah pernah menjual serabi, bandros, cendol, telor gabus, sudah banyak rupa saya jual. Kalau dipikir-pikir cape dalam proses pembuatannya, lebih gampang bandros, balik lagi ke bandros),kata Jajang, tertawa kecil.

Laki-laki kelahiran Garut yang meninggalkan istri dan tiga anak di kampung halamanya itu juga bercerita bagaimana Terminal Cicaheum ini begitu lusuh dibandingkan dengan terminal lainnya.

Upami abi ningal kitunya, ninggal tukang icalan di Ujung Berung, kalah. Ningal bangunan-bangunan atawa daerah-daerah Rancaekek baragus-bagus, kadieu (Cicaheum) mah kumuh saleresna mah. Cicaheum mah (Jika saya lihat ya, lihat pedagang di Ujung Berung, kalah (lebih banyak dibandingkan di Cicaheum). Lihat bangunan-bangunan atau daerah daerah-daerah Rancaekek bagus-bagus (bangunannnya). Kalau Cicaheum kumuh),” terang Ujang.

Beratapkan genting berlumut dan seng berkarat menjadi wajah hampir setiap bagunan yang ada di dalam area Terminal Cicaheum. Rupanya yang begitu lawas menandakan jelas bahwa salah satu terminal legendaris milik Kota Bandung ini tidak pernah mengalami proses perbaikan besar-besaran.

“Renovasi secara besar sih ga ada. Cuma pemeliharaan,” terang Roni Hermanto, Kepala Terminal Cicaheum, saat bercerita mengenai perjalanan beroperasinya terminal Cicaheum kepada tim BandungBergerak.id di kantornya, Kamis, 25 Juli 2024.

Fasilitas area tunggu penumpang yang tidak terawat, kursi-kursi besi yang sudah mulai berkarat, dan kursi-kursi plastik yang jumlahnya sudah tidak utuh sudah menjadi pemandangan biasa. Fasilitas-fasilitas ini biasa dimanfaatkan oleh penumpang bus yang sedikit itu dan pedagang asongan.

Toilet berwajahkan dua pintu kiri-kanan untuk perempuan dan laki-laki. Sosok laki-laki yang sudah tidak muda lagi duduk di antara dua pintu toilet menjaga kotak kayu yang dijadikan tempat koin orang-orang yang telah usai menggunakan kamar kecil. Temboknya yang bercatkan putih dan kusen yang berwarna biru menjadi fasilitas di terminal Cicaheum lainnya yang berada tidak jauh dari area tunggu.

Satu yang tidak boleh terlewatkan, area parkir kendaraan pengunjung. Area yang memiliki luas terbatas sehingga hanya tersedia untuk kendaraan bermotor roda dua. Bahkan area parkir di terminal Cicaheum itu menggunakan sebagian ruas jalan kedatangannya bus. Bukan area yang sengaja dibangun dengan segala sistem penanda yang harus melengkapinya.

Baca Juga: Tragedi Kecelakaan Kereta Cicalengka dan Buruknya Transportasi Publik Kita
Rutinitas Bus Date Kami di Bandung: Cinta Urang Beurat di Akses Transportasi Publik
Runyam, Transportasi Publik Bandung belum Nyaman

Terminal Cicaheum dari Ramai hingga Sepi

Tidak seperti era tahun 90-an yang masih menjadikan bus sebagai pilihan transportasi masyarakat, hari ini dengan berbagai jenis transportasi yang dapat dipesan melalui aplikasi dan banyaknya masyarakat yang lebih memilih menggunakan transportasi pribadi membuat Terminal Cicaheum dari tahun ke tahun mengalami penurunan jumlah penumpang.

Sejak pandemi Covid-19, jumlah penumpang di terminal Cicaheum terjun bebas. Banyak perusahaan armada bus gulung tikar karena sepi peminat.

Keredupan Terminal Cicaheum juga dirasakan oleh perempuan muda penjaga warung di ujung jalan pintu keluarnya bus terminal. Perempuan berusia 23 tahun ini mau bercerita meski enggan disebut namanya. Ia telah satu tahun membantu ayahnya menjaga kios kecil di terminal.

Menurutnya, terminal Cicaheum mulai sepi pengunjung sejak pandemi Covid-19 melanda. Dulu, ayahnya masih menjadi pedagang asongan, suasana terminal masih ramai oleh pengunjung. Kondisi sekarang jauh berbeda, makanan ringan yang dijual di kiosnya hanya laku sedikit.

Redupnya terminal Cicaheum diakui oleh kepala terminal Roni Hermanto yang telah menjadi Kepala Terminal Cicaheum sejak tahun 2017.

“Kalau jaya-jayanya itu ya sekitar tahun-tahun 90. Mobil (bus) itu sempet ditunggu oleh penumpang. Kalau sekarang kan mobil yang menunggu penumpang. Jadi terbalik,” terang Roni Hermanto yang juga menjadi saksi kejayaan terminal Cicaheum kala dirinya masih menduduki bangku kuliah di Bandung. Di masa kuliah ia menggunakan bus di Terminal Cicaheum menuju kampung halamannya di Garut.

Data yang diperoleh dari kantor Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Terminal Cicaheum menunjukkan, dari tahun 2010 jumlah penumpang dan kendaraan yang ada di terminal Cicaheum terus mengalami penurunan.

Tahun 2012 menjadi tahun yang memiliki jumlah penumpang dan kendaraan bus yang paling tinggi. Jumlah kedatangan kendaraan 105.685 unit dengan penumpang 1.259.211 orang. Sementara jumlah keberangkatan kendaraan sebanyak 89.656 unit dengan jumlah 1.078.433 penumpang.

Sejak itu, jumlah kendaraan dan penumpang terus menurun, hingga di tahun 2023 jumlah kedatangan kendaraan hanya 38.207 unit dengan 168.186 penumpang, dan jumlah keberangkatan kendaraan hanya 37.256 unit dengan 298.159 penumpang.

Penurunan penumpang paling signifikan terjadi pada bus AKDP. Contohnya, salah satu armada bus Sumedang sampai sekarang masih belum beroperasi. Bus tujuan Garut tinggal satu unit. “AKDP yang justru paling terasa,” jelas Roni.

Terminal Cicaheum dan Program Bus Rapid Transit Bandung Raya

Baru-baru ini santer terdengar kabar rencana lanjutan pembangunan BRT Bandung Raya, program transportasi publik dengan dana dari Bank Dunia melalui pemerintah pusat. Dalam megaproyek ini, Terminal Cicaheum menjadi salah satu tujuan rute BRT Stasiun Cimahi-Cicaheum, Cicaheum-Stasiun Cimahi.

Kepala Terminal Cicaheum, Roni Hermanto juga telah mendapatkan informasi terkait pembangunan depo BRT Bandung Raya di terminal Cicaheum. Namun, informasi rincinya Roni akui belum ia dapatkan.

“Soal BRT memang betul, saya dengar, saya dengar juga dari pimpinan dari Dishub (Dinas Perhubungan) bahwa, akan dibangun depo BRT untuk Bandung Raya dan Terminal Cicaheum nanti difungsikan buat deponya BRT,” jelas Roni.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain Nabila Eva Hilfani, atau artikel-artikel lain tentang Transportasi Publik

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//