• Berita
  • Runyam, Transportasi Publik Bandung belum Nyaman

Runyam, Transportasi Publik Bandung belum Nyaman

Komunitas Semua Berhak Nyaman mendiskusikan kondisi transportasi publik di Bandung. Warga Bandung belum mendapatkan kenyamanan dalam mengakses fasilitas dasar ini.

Penumpang bus DAMRI Bandung dialihkan ke Trans Metro Bandung (TMB), Kamis (28/10/2021). Sejumlah rute bus DAMRI berhenti beroperasi sementara dengan dalih tak ada biaya operasional. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Trystan Ramadhane13 September 2023


BandungBergerak.idSebagai metropolitan, transportasi umum di Kota Bandung belum memberikan kenyamanan pada penggunanya. Fasilitas mendasar di kota yang mengklaim smart city ini kurang diurus secara serius oleh pemegang kebijakan.

“Pergerakan masyarakat yang masif menyebabkan adanya pola car centric imbas dari transportasi umum dan tata kota yang tidak diurus dengan benar,” kata pakar Perencanaan Kota dan Wilayah dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Miming Miharja, dalam diskusi publik yang diselenggarakan Komunitas Semua Berhak Nyaman bertajuk “#MauNaikApa?”, Minggu 10 September 2023.

“Kita harusnya iri terhadap negara lain, yang memiliki fasilitas transportasi umum yang lebih baik dan nyaman. Dengan bersuara, aspirasi kita bisa saja didengar dalam memberikan fasilitas transportasi umum yang nyaman untuk semua orang,” ungkap Miming Miharja.

Diskusi yang berlangsung di bawah Jembatan Layang Pasupati ini menghadirkan tiga orang narasumber dari lintas generasi. Hendri Aditya, narasumber diskusi lainnya yang berprofesi sebagai kreator konten mengatakan, ketersediaan armada transportasi umum di Kota Bandung belum maksimal.

Hendri mengatakan, ketersediaan armada transportasi publik menjadi salah satu kendala dari banyaknya permasalahan seputar transportasi umum di Kota Bandung. “Saya juga menilai diperlukan adanya perhatian lebih pada fasilitas pejalan kaki,” tambahnya.

Selama tinggal di Kota Bandung, Hendri merasakan trotoar kota belum sampai pada tahap nyaman dan aman bagi warganya. Padahal fasilitas publik ini berperan sangat vital bagi pejalan kaki.

Sementara pendiri dari komunitas Transport for Bandung Raihan Aulia menyoroti ketidakjelasan dalam menentukan harga (ongkos) bagi penggunaan sejumlah transportasi umum seperti angkutan kota (Angkot). “Ongkos yang naik tidak diikuti dengan fasilitas yang memadai,” imbuhnya.

Padahal, ia menambahkan, mobilitas masyarakat Kota Bandung yang tinggi seharusnya juga ditunjang dengan transportasi umum yang baik.

Salah satu imbas dari tidak maksimalnya transportasi publik di Kota Bandung adalah kemacetan. Kota Kembang merupakan kota terbesar keempat di Indonesia. Pada September 2019, Asian Development Bank (ADB) menobatkan Kota Bandung sebagai kota termacet se-Indonesia dalam Update of the Asian Development Outlook. Pada tingkat Asia, Kota Bandung menduduki urutan kota termacet ke-14, diikuti Jakarta di urutan ke-17, dan Surabaya menduduki posisi ke-20.

Riset ADB menghitung bahwa untuk mencapai titik A ke titik B di Kota Bandung pada jam sibuk, pengendara memerlukan waktu 24 persen lebih banyak dibandingkan jam lowong. Selain itu, pertumbuhan kendaraan di Kota Bandung mengalami peningkatan rata-rata 11 persen per tahun. 

Menurut data dari Badan Pendapatan Daerah Jawa Barat, Kota Bandung merupakan daerah dengan jumlah kendaraan bermotor terbanyak dari rentang tahun 2014 sampai 2019 yang jumlahnya mencapai 6.025.481 unit. Menyusul Kota Bekasi dengan angka 4.815.375 unit, dan Kota Bogor dengan angka 4.105.375 unit. 

Dari data itu, jumlah kendaran di Kota Bandung bahkan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduknya sekitar tiga juta jiwa.   

Baca Juga: Sukarela Membenahi Transportasi Publik
Klaim Smart City Kota Bandung tak Membekas pada Transportasi Publik
Pemprov Jabar akan Membangun Transportasi Publik BRT Bandung Raya pada 2024, Warga Membutuhkan Implementasi

Angkutan kota (angkot) di Terminal Cicaheum, Bandung, 5 September 2022. Sejak tahun 70an angkutan umum di Bandung tidak banyak berubah. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Angkutan kota (angkot) di Terminal Cicaheum, Bandung, 5 September 2022. Sejak tahun 70an angkutan umum di Bandung tidak banyak berubah. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Membutuhkan Kesadaran Publik

Komunitas Semua Berhak Nyaman merupakan kelompok masyarakat yang dibentuk tahun 2021. Pada awalnya komunitas ini berfokus untuk mengupayakan hidup yang lebih baik bagi kaum tunawisma Kota Bandung.

Sejak 2022 hingga sekarang, komunitas ini kemudian memilih transportasi umum sebagai fokus utama. Menurut pendiri Komunitas Semua Berhak Nyaman Ridho Apriansyah Putra Johani, diskusi tentang transportasi umum ini merupakan acara pertama mereka dengan mengundang berbagai lapisan masyarakat.

Ridho mengatakan, sebagian besar masyarakat di Kota Bandung belum dapat beralih ke penggunaan transportasi umum. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena kurangnya kesadaran pada generasi muda untuk memulai kebiasaan dalam menggunakan transportasi umum, misalnya Trans Metro Bandung (TMB).

Melihat dinamika Kota Bandung yang penuh dengan berbagai permasalahan, Ridho dan kawan-kawa merasa perlu menyuarakan aspirasi terkait kondisi transportasi umum Kota Bandung. Dengan mengangkat tema seputar kenyamanan dan keamanan transportasi umum di Kota Bandung, diskusi ini juga mengajak sejumlah komunitas lain seperti Transport for Bandung, perwakilan dari Teman Bus Bandung dan bdg.life. Beberapa peserta yang hadir juga tampak berasal dari berbagai kalangan, seperti kalangan akademik dan masyarakat pengguna transportasi umum.

Sebagian dari peserta yang hadir mengikuti kegiatan diskusi hingga sesi acara berakhir. Sesi games dan foto bersama juga menjadi penanda berakhirnya acara diskusi tersebut. Menariknya, selepas diskusi berakhir komunitas Semua Berhak Nyaman juga mengajak sejumlah peserta untuk naik transportasi umum bersama-sama. Dengan titik akhir di Terminal Cicaheum, peserta juga diajak untuk mengamati kondisi transportasi umum di Bandung secara langsung. 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//