• Komunitas
  • PROFIL TRANSPORTFORBANDUNG: Sukarela Membenahi Transportasi Publik

PROFIL TRANSPORTFORBANDUNG: Sukarela Membenahi Transportasi Publik

Komunitas TransportforBandung menjadi wadah sukarela untuk mewujudkan transportasi publik yang lebih baik di Bandung Raya.

TransportforBandung bertemu dengan operator Trans Metro Pasundan (TMP). (Foto: Awla Rajul/BandungBererak.id)

Penulis Awla Rajul11 Januari 2023


BandungBergerak.id—Komunitas TransportforBandung menjadi satu-satunya komunitas di Bandung Raya yang aktivitasnya fokus pada transportasi publik. Komunitas tersebut rutin memberikan informasi teranyar, sekaligus terjun langsung memberikan sosialisasi mengenai mobilitas transportasi publik di Bandung Raya. Uniknya, warga sering salah kaprah menyangka relawan komunitas ini sebagai pegawai Dinas Perhubungan, atau malah perwakilan manajemen perusahaan otobus.

Komunitas TransportforBandung didirikan oleh Raihan Aulia pada Juli 2020 lalu. Mulanya Raihan bergabung dan sering ikut diskusi Forum Diskusi TransportforJakarta (FDTJ) pada 2016. Tak lama berselang ia kemudian kuliah di Bandung dan melihat belum ada komunitas yang mewadahi segala mobilitas transportasi di Bandung Raya. Setelah berbincang dengan pendiri FDTJ dan mendapatkan dukungan, ia lalu mendirikan TransportforBandung atau TFB.

Di tahun pertama Raihan menjalaninya serba sendiri. Ia memberikan informasi dan sosialisasi mengenai rute-rute transportasi publik melalui akun Instagram TransportforBandung. Ia bahkan sempat membuat sendiri peta rute transportasi umum di Bandung.

“Setahun awal itu saya jalani sendiri. Karena saya punya basic mendesain, jadi saya yang bikin postingan di Instagram TFB. Saya dulu juga bikin peta sendiri,” kenang Raihan saat ditemui di salah satu kafe di Buah Batu, Selasa, 6 Desember 2022.

Di akhir tahun 2021, Raihan memutuskan membuat grup Telegram sebagai wadah diskusi terkait transportasi publik di Bandung Raya. Forum Diskusi Transport for Bandung (FDTB) namanya. Selanjutnya ia mulai membuka komunitas TFB untuk umum dengan memberanikan diri merekrut anggota.

“Tahun 2022 awal, TMP udah ada, lalu saya buka oprec untuk mencari orang-orang yang mau capek buat transportasi Bandung,” ujar Raihan.

TFB merupakan wadah aktivisme terkait transportasi publik di Bandung Raya dan FDTB adalah wadah diskusinya. Kedua kegiatan ini diharapkannya benar-benar membawa manfaat kepada masyarakat Bandung.

Hingga akhir 2022 lalu tercatat lebih dari 600 orang bergabung menjadi anggota grup diskusi TFB. Dari grup diskusi tersebut kemudian ada yang menawarkan diri untuk ikut aktif menjadi bagian dari TransportforBandung.

Berdekatan dengan Trans Metro Pasundan (TMP) beroperasi, TFB kemudian membuka perekrutan anggota. Tak banyak yang mau merelakan diri untuk berpartisipasi aktif di komunitas ini, hanya tiga orang yang sukarela bergabung dan menjadi anggota. Dengan hanya lima orang dan diketuai oleh Raihan, nyatanya banyak kerja-kerja komunitas ini yang membuahkan manfaat bagi publik.

Uniknya, komunitas ini sempat dikira bagian dari pemerintah oleh manajemen dan operator TMP, bahkan Dinas Perhubungan. Padahal, komunitas ini merupakan wadah sukarela yang hendak bergerak untuk mewujudkan transportasi publik yang lebih baik di Bandung Raya.

Salah seorang yang bergabung saat dibuka perekrutan anggota tersebut adalah Muhammad Alfrido Erza. Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang kerap disapa Aldo ini mengungkapkan alasannya bergabung karena ingin membenahi transportasi publik di Bandung.

“Gak nyambung juga sama jurusan saya kuliah kalau dilihat. Saya coba aja di komunitas, dan Alhamdulillah bisa. Soalnya saya naik (angkutan) umum dari zaman dulu bis goyobod itu sampai sekarang TMP. Saya masih kecil juga mikir waktu itu, kok ini teh ada yang baru tapi masih ada yang kurang, haltenya atau apa gitu,” ujar Aldo, Selasa, 13 Desember 2022.

TransportforBandung memberikan petisi dari Change.org untuk pembukaan kembali rute TMP Leuwipanjang-Gading Tutuka yang bermasalah dengan oknum angkot. (Foto: Awla Rajul/BandungBererak.id)
TransportforBandung memberikan petisi dari Change.org untuk pembukaan kembali rute TMP Leuwipanjang-Gading Tutuka yang bermasalah dengan oknum angkot. (Foto: Awla Rajul/BandungBererak.id)

Baca Juga: PROFIL BIKE TO WORK BANDUNG: Menggerakkan Warga Bersepeda
PROFIL SEKOLAH DAMAI INDONESIA (SEKODI): Teman Muda yang Meretas Perbedaan
PROFIL KOMUNITAS MASYARAKAT KREATIF KAMPOENG TJIBARANI: Melihat Citra Bandung dari Pinggiran Cikapundung
PROFIL RUMAH BELAJAR GARTALA: Harapan Pendidikan bagi Masyarakat Terpinggirkan

Celah Kosong yang Tak Digarap Pemerintah

Hadirnya TFB sejatinya mengisi ruang kosong kerja-kerja yang belum disentuh pemerintah. Raihan Aulia menyebutkan, tujuan utama komunitas TFB untuk mewujudkan transportasi publik yang lebih baik di Bandung Raya, salah satunya dengan melakukan integrasi informasi.

Itulah mengapa, akun Instagram TFB memberikan informasi seputar TMP, TMB, kerta api, dan moda transportasi publik lainnya. Sebab masing-masing moda transportasi tersebut hanya memberikan informasinya masing-masing. TFB kemudian mencoba memberikan informasi yang terintegrasi dari seluruh moda transportasi yang ada.

“Pemerintah bisa bikin bis, bisa bikin jalur dan halte. Tapi kadang mereka mengabaikan sisi penumpangnya, gak mikirin kalau penumpang itu misal dari titik ini akan ke mana, kalau mau ke sini harus transit di mana, jadi kita mengisi ruang itu. Makanya kita bikin peta,” ujar Raihan.

TFB membuat secara swadaya peta transportasi publik di Bandung Raya. Relawan komunitas sendiri yang melakukan survei ke titik halte-halte, dan meletakkannya dalam peta. Oktober 2022 lalu TFB juga merampungkan peta TMP per koridornya, selain rute secara keseluruhan di Bandung Raya. Peta tersebut kemudian belakangan digunakan manajemen TMP, mencetaknya dan dipasangi di setiap bis.

“Kita itu membuat desain peta rute bis sama peta integrasi, dan waktu itu sudah kami serah terima ke manajemen teman bus. Alhamdulillah diterima dan dipasang di semua bis. Dan respons masyarakat juga bagus, senang. Malah baru ada yang tau ternyata ada lima koridor, dia taunya cuma satu koridor,” ujar Aldo.

Raihan mengaku senang saat diberi ruang untuk membantu, berkolaborasi dan mendapat sambutan yang baik. Ke depan, TFB akan berkolaborasi dengan Kementerian Perhubungan untuk membuat desain informasi di halte, peta, dan sebagainya.

“Halte di Bandung kan cuma halte aja gitu. Jadi kita ingin bisa berkolaborasi dengan pemkot dalam hal ini Dishub Kota Bandung atau siapa pun, pemerintah yang bisa kolaborasi. Kita menyediakan peta informasi di halte-halte, jadi biar penumpang itu gak bingung. Karena sebagus apa pun transportasinya, kalau gak ada yang tau itu bagaimana percuma, gak akan ada yang naik juga,” tambah Raihan.

Salah satu manfaat yang sudah dirasakan adalah kerja advokasi TFB saat jalur TMP Leuwipanjang -Gading Tutuka sempat ditutup karena dihadang oknum sopir angkot. Raihan bilang, video tersebut awalnya diterima dari supir bis. Video tersebut lalu diunggah di Instagram TFB hingga dibagikan dan viral di media sosial. TFB kemudian berkolaborasi dengan Change.org untuk mengumpulkan petisi warga agar jalur tersebut dibuka kembali. TFB bersama warga Soreang kemudian melakukan audiensi ke Dinas Perhubungan Jawa Barat membawa petisi tersebut hingga berbuah manis. Dari kasus ini nama TransportforBandung mencuat ke permukaan.

TransportforBandung menyerahkan peta integrasi dan peta koridor kepada manajemen Trans Metro Pasundan (TMP). (Foto: Awla Rajul/BandungBererak.id)
TransportforBandung menyerahkan peta integrasi dan peta koridor kepada manajemen Trans Metro Pasundan (TMP). (Foto: Awla Rajul/BandungBererak.id)

Sukarela Berbenah

Aldo merupakan Co-Founder dan sekaligus mendapat tugas menangani bidang multimedia untuk melakukan sosialisasi. Secara personal ia kenal dengan pihak manajemen dan operator transportasi publik. Karena ia dikenal bagian dari TransportforBandung, beberapa kali ia memberikan masukan-masukan terhadap pembenahan transportasi di Bandung Raya.

Aldo mengaku sudah menggunakan transportasi umum sejak SD, ikut orang tuanya. Meski begitu, ia merasakan selalu ada yang kurang dengan transportasi publik, entah haltenya, sistemnya, dan yang lainnya. Transportasi publik di Bandung Raya yang belum terintegrasi dan masih terpisah-pisah juga menjadi persoalan. Misalnya TMB yang tidak berhenti di halte, sistem pembayaran yang belum cashless, dan jadwal yang tidak menentu.

“Perubahannya itu (TMB) ya cuma ganti armada aja, tapi dasarnya gak dibenahi. Kalau TMP bagus mah bagus tapi penentuan haltenya ngaco, haltenya sedikit. Atau misal ada dua koridor di jalan yang sama, yang satu koridor berhenti, koridor lainnya enggak, terus sebaliknya. Terus satu titik ada dua nama halte, misal koridor 4 halte Santa Angela, koridor 3 nyebutnya Halte Merdeka, padahal di situ juga. Jadi bingung yang orang awam,” pungkas Aldo.

Karena kekurangan anggota banyak pekerjaan yang belum bisa digarap. Contohnya, TFB berencana melakukan silaturahmi dengan operator TMP, yaitu Big Bird dan Balai Teknik Perkeretapian. Namun, karena hanya jumlah anggota yang terbatas akhirnya harus mendahulukan agenda yang terdekat terlebih dahulu, seperti mengawal peluncuran bus listrik jelang pergantian akhir tahun lalu.

Beberapa pekerjaan bahkan langsung dilaksanakan spontan. Kendati sudah mengupayakan mengajak orang-orang untuk bergabung dalam komunitas ini hasilnya masih banyak yang belum bersedia.

“Alasanya gak punya keahlian atau apa gitu, padahal gak ada spesifikasi. Asal punya niat aja membenahi transportasi publik di Bandung dan secara suka dan rela. Karena kalau suka kan otomatis rela. Intinya sukarela gitu,” ujar Aldo.

Transportasi Publik yang Lebih Baik

Aldo bercerita perihal banyak orang-orang yang salah kaprah terhadap komunitas ini, sebab banyak yang mengira bahwa komunitas ini dibawahi oleh pemerintah. Sempat masuk sebuah ajakan untuk bertemu dari Damri. Saat bertemu, anggota-anggota TFB sempat terkejut sebab yang ditemuinya adalah General Manager (GM) Damri.

GM Damri ini ternyata penasaran dengan aktivitas TFB karena bisa memberikan informasi yang lebih komprehensif dari pemerintah, makanya sempat mengira TFB merupakan bagian dari pemerintah. TFB juga sempat dikenalkan ke Suveyor Indonesia. Kasusnya pun sama, mereka juga mengira TFB merupakan bagian dari pemerintah.

"Malah mereka mengira kami dari pemerintah pusat. Soalnya komunitas transpor ini ada di berbagai kota, jadi ngiranya cabang dari pusat. Semenjak kita kenal sama Damri sama Suveyor Indonesia, orang-orang itu juga ikut masuk ke grup Telegram itu. Jadi misalnya ada pengaduan pada supir damri yang kurang ramah, langsung aja kita tag orangnya. Dia terus nanya, kode busnya apa, jadi langsung interaksi,” ujar Aldo.

Aldo menegaskan bahwa TFB merupakan orang-orang bisa, bukan bagian dari pemerintah. Anggota TFB hanya masyarakat umum yang suka dan ingin ikut membenahi secara langsung transportasi publik.

Raihan menyadari bahwa TFB bukanlah siapa-siapa yang bisa memerintahkan untuk membangun transportasi publik, bukan pula pemerintah yang bisa membuat kebijakan. Tapi sebagai komunitas, sedikitnya bisa mengisi ruang-ruang kosong dan berkolaborasi untuk mewujudkan transportasi publik di Bandung Raya yang lebih baik.

“TFB itu berusaha untuk menumbuhkan kesadaran warga bahwa Bandung Raya butuh transportasi publik yang lebih baik. Dan kita berusaha berkolaborasi untuk mewujudkan itu. Kita kolaborasi dengan operator dan manajemen TMP, kolaborasi sama warga, apa pun akan kita dorong selama intinya untuk transportasi publik yang lebih baik,” pungkas Raihan.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//