• Komunitas
  • PROFIL RUMAH BELAJAR GARTALA: Harapan Pendidikan bagi Masyarakat Terpinggirkan

PROFIL RUMAH BELAJAR GARTALA: Harapan Pendidikan bagi Masyarakat Terpinggirkan

Pengajar di Rumah Belajar Gartala adalah bukti bahwa pendidikan tak melulu identik dengan kesan kaku dan mahal.

Anak-anak belajar di Rumah Belajar Gartala di Gang Sarimanis II, Nomor 112, Sarijadi, Bandung, 2022. Rumah belajar ini memberikan pelajaran gratis pada murid-murid yang terkendala mahalnya biaya pendidikan. (Foto: Dini Putri Rahmayanti)*

Penulis Tofan Aditya28 Oktober 2022


BandungBergerak.id - Minggu (16/10/2022) lalu, rumah yang belamat di Gang Sarimanis II, Nomor 112, Sarijadi, Bandung, tak seramai biasanya. Terhitung, hanya ada 8 anak-anak dan 4 pengajar. Meski begitu, anak-anak dan pengajar nampak antuasias menjalankan aktivitas di pagi yang hangat.

Keysha terlihat sibuk memilih krayon yang ingin dipakainya. “Aku ingin menggambar langit,” ucap Keysha sambil mengambil krayon warna kuning dan biru. Aqila, Nja, Rafan, Rangga, dan Azam tidak mau ketinggalan. Mereka mengambil krayon masing-masing.

Sambil didampingi oleh Fikri, salah seorang pengajar, anak-anak yang masih berusia 5 sampai 12 tahun itu fokus menggoreskan warna pada kertas di hadapan mereka. Lain ruangan, lain pula aktivitasnya. April dan Alif tidak mewarnai, mereka memilih belajar membaca dan mengaji. Tentu, sambil didampingi pengajar lainnya.

“Kadang si anaknya yang milih. Padahal sudah kita siapin, hari ini kita belajarnya ini. Tapi karena anaknya ga mau, daripada gimana-gimana. Akhirnya ya sudah, ikutin saja. Jadi menyesuaikan,” terang Fikri yang merupakan mahasiswa program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) UPI.

Sesekali, tawa anak-anak pecah saat mereka bercanda satu sama lain. Sesekali juga, mereka memamerkan tangan mereka yang penuh warna kepada pengajar-pengajar yang ada.

Langit begitu cerah, matahari seolah ikut bersemangat melihat senyum anak-anak dan pengajar di Rumah Belajar Gartala, tempat bagi siapa pun yang membutuhkan pendidikan tapi tersendat oleh minimnya ruang dan mahalnya akses pembelajaran tambahan.

Interaksi murid dan pengajar di Rumah Belajar Gartala di Gang Sarimanis II, Nomor 112, Sarijadi, Bandung, 2022. Rumah belajar ini memberikan pelajaran gratis pada murid-murid yang terkendala mahalnya biaya pendidikan. (Foto: Dini Putri Rahmayanti)
Interaksi murid dan pengajar di Rumah Belajar Gartala di Gang Sarimanis II, Nomor 112, Sarijadi, Bandung, 2022. Rumah belajar ini memberikan pelajaran gratis pada murid-murid yang terkendala mahalnya biaya pendidikan. (Foto: Dini Putri Rahmayanti)*

Rumah Belajar Gartala, Seberkas Cahaya Harapan yang Lahir dari Gelapnya Pagebluk

Gartala adalah akronim dari Gauri, Arunika, dan Kartala. Dalam bahasa Sanksekerta, gauri berarti penghidupan yang tentram, arunika berarti seberkas cahaya mentari pagi, dan kartala berarti penerang. Tidak hanya sekadar nama, ketiga kata tersebut merupakan harapan bagi Rumah Belajar Gartala: penerang bagi semua orang agar mendapatkan penghidupan yang lebih baik.

Salimah Abdilah Husna dan Rifa Rihhadatul’Aisy Setiadin adalah penggagas lahirnya Rumah Belajar Gartala. Kala itu, Rifa, mahasiswa program studi PGSD UPI, frustasi akibat tidak adanya ruang untuk mengaktualisasi ilmu di dalam kelas gara-gara pagebluk. Rifa kemudian curhat kepada Salimah, sahabat kecilnya. Dalam curhatan tersebut, selain minimnya ruang aktualisasi ilmu, Rifa dan Salimah pun mendapati banyaknya anak-anak yang mengalami learning loss gara-gara pembelajaran jarak jauh.

“Kan nggak semua orang punya hape, kuota, wifi. Jadi kita bantu nih di Gartala,” tutur Sali, mahasiswa program studi teknik informatika di Politeknik TEDC.

Mulanya, tak banyak yang tertarik, bahkan hanya terhitung jari. Seiring waktu, Rumah Belajar Gartala ini mulai menarik perhatian anak-anak lain, bahkan dari luar kecamatan. Kini, rumah belajar ini menjadi alternatif bagi siapa pun yang ingin mendapatkan pembelajaran tambahan. Tak ada angka pasti berapa jumlah anak-anak yang datang ke tempat ini. Terkadang tujuh, delapan, lima belas, atau dua puluh. Bahkan, sekali waktu pernah juga tiga orang.

Namun, berapa pun jumlah anak yang datang ke sini, pembelajaran harus tetap dilangsungkan. Anak-anak yang belajar di sini kebanyakan berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Keluarga yang tidak mampu membiayai anak-anaknya mendapatkan pembelajaran tambahan di luar sekolah.

Holistik, nonformal, dan gratis adalah 3 kata yang dapat menggambarkan Rumah Belajar Gartala. Sebisa mungkin, rumah belajar ini memfasilitasi pendidikan bermutu yang dibutuhkan oleh anak-anak, tentu lewat pola pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Selain untuk anak-anak, rumah belajar ini juga berupaya memberdayakan anak muda yang memiliki ketertarikan dalam dunia pendidikan dengan membuka kesempatan sebagai volunteer. Siapa pun, asalkan memiliki semangat untuk belajar, dapat bergabung di Rumah Belajar Gartala.

Baca Juga: PROFIL RIVERSIDE FOREST: Membangun Sepak Bola Rakyat di Tangga Batu Tamansari
PROFIL INSTITUT DRAWING BANDUNG: Belajar Melukis di Jalanan Kota Bandung
PROFIL ULTIMUS: Rumah Buku Alternatif dan Suluh Pemikiran Kritis di Kota Bandung

Rumah Belajar Gartala di Gang Sarimanis II, Nomor 112, Sarijadi, Bandung, 2022. Rumah belajar ini memberikan pelajaran gratis pada murid-murid yang terkendala mahalnya biaya pendidikan. (Foto: Dini Putri Rahmayanti)*
Rumah Belajar Gartala di Gang Sarimanis II, Nomor 112, Sarijadi, Bandung, 2022. Rumah belajar ini memberikan pelajaran gratis pada murid-murid yang terkendala mahalnya biaya pendidikan. (Foto: Dini Putri Rahmayanti)*

Hanya Bermodal Semangat dan Uang Patungan

“Pak, sudah selesai! Aku mau cuci tangan,” seru Azam sambil menunjukkan tangannya yang sudah tak karuan oleh warna-warni krayon.

Para pengajar melirik satu sama lain. Bukan tanpa alasan, sudah beberapa hari tak ada air di tempat ini.

“Kita ke masjid saja yuk!” Ajak Fikri sambil menggandeng tangan anak-anak dan mengantarkannya ke masjid.

Memang, tempat berukuran 4x6 meter yang dipakai oleh Rumah Belajar Gartala terbilang sederhana. Selain air yang terkadang ada dan terkadang tidak, cat di sudut-sudut ruangan juga terlihat sudah mulai luntur. Gambar-gambar di tembok juga telah tertutup oleh bercak hitam karena lembap. Meski demikian sederhananya, tempat ini adalah saksi berkembangnya Rumah Belajar Gartala.

Dulunya, tempat ini adalah sebuah kontrakan kosong. Rumah Belajar Gartala yang dibentuk pada September 2020 meminjam tempat ini kepada pemiliknya. Pada perjanjian awal, rumah ini hanya dipinjamkan sampai habis tahun 2020, artinya di awal tahun 2021 tempat ini mesti dibayar penuh. Namun, setelah berdiskusi kembali, melihat kegigihan para pengajar dan semangat anak-anak, pemilik kontrakan setuju untuk meringankan beban Rumah Belajar Gartala dengan cukup membayar semampunya.

“Saya titipkan rumahnya ke Mbak Sali saja yah. Semoga jadi manfaat,” Salimah menirukan ulang perkataan pemilik kontrakan.

Pada tanggal 1 Januari 2021, Rumah Belajar Gartala diresmikan. Sebagai tempat belajar nonprofit, uang menjadi salah satu kendala yang pasti dihadapi. Modal awal dari Rumah Belajar Gartala adalah patungan sebesar 100 ribu rupiah dari masing-masing pengurusnya. Setelah itu, sempat pula melakukan open donasi agar Rumah Belajar Gartala dapat bertahan. Sampai pada akhirnya, lambat laun, muncul satu persatu ‘orang baik’ yang membantu memenuhi kebutuhan Rumah Belajar Gartala, baik itu berupa uang maupun barang.

“Awalnya kosong. Bener-bener kosong, cuma ada lemari doang sama meja. Terus, setiap ada yang kegiatan di sini, ada yang ngasih. Buku, lemari, rak, papan tulis, ya semua inilah pemberian dari ‘orang baik’,” tutur Salimah sambil menunjukkan beberapa barang yang ada di ruangan ini.

Di tengah berkembangnya Rumah Belajar Gartala, sekali waktu, datang pemerintah yang mencoba memberikan tawaran bantuan kepada rumah belajar ini.

“Pernah sempat ada yang ngajakin penawaran gitu, tapi ditolak. Karena khawatir nanti jadi hak milik gitu. Kalo sudah jadi hak milik, khawatirnya jadi beda,” tegas Salimah.

Pendidikan Inklusif, Gartala untuk Semua

Selesai mencuci tangan, Fikri dan anak-anak, kembali ke tempat belajar. Ketika hendak lanjut ke pembelajaran bahasa Inggris, semua baru tersadar kalau Rafan tak ada di ruangan. Menurut pengakuan Fikri, Rafan tadi bersama April, pulang lewat jalan yang berbeda. Kini, semua melirik April. Tanpa ditanya, April menggelengkan kepalanya. Seketika para pengajar panik. Ketika hendak dicari, Rafan muncul di depan pintu, berjalan santai, sambil menenteng minuman botol yang baru saja dia beli. Sontak, kelakuan Rafan membuat seisi ruangan sesak oleh gelak tawa.

Begitulah aktivitas sehari-hari dari Rumah Belajar Gartala. Setiap Sabtu dan Minggu, anak-anak dan pengajar berkumpul di tempat sederhana ini. Sejak pukul 10 sampai 12, anak-anak dan pengajar tak henti-hentinya saling berbagi, saling belajar, saling tertawa.

Di luar sana, banyak sekali harapan agar Rumah Belajar Gartala dapat membuka cabang untuk membawa semangat pendidikan ke tempat-tempat lain. Tapi, karena sumber daya yang masih terbatas, permintaan tersebut hanya dijadikan target untuk tahun-tahun ke depannya.

“Gartala menginginkan pendidikan dapat diakses oleh semua orang. Nggak boleh ada yang tertinggal. Siapa pun bisa belajar di Gartala,” pungkas Nida, mahasiswa program studi Pendidikan Khusus yang juga pengurus Rumah Belajar Gartala.

Senyum di bibir anak-anak dan pengajar di Rumah Belajar Gartala adalah bukti bahwa pendidikan tak melulu identik dengan kesan kaku dan mahal. Melalui semangat belajar dan berjejaring, Rumah Belajar Gartala membuktikan dapat berdiri setangguh ini, tanpa uluran tangan pemerintah.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//