PROFIL BIKE TO WORK BANDUNG: Menggerakkan Warga Bersepeda
Bike to Work berarti menggunakan sepeda dalam kehidupan sehari-hari. Gerakan ini menjadi solusi bagi kesehatan maupun mengurangi kemacetan Kota Bandung.
Penulis Awla Rajul4 Januari 2023
BandungBergerak.id - Perjalanan dari Soreang ke kampus UPI tidaklah mudah jika ditempuh dengan sepeda. Kontur menanjak menjadi tantangan cukup berat. Belum lagi harus bersaing dengan kendaraan lain yang tak jarang beringas.
Tetapi jarak sepanjang 27,7 kilometer bila ditempuh dengan mobil melalui tol itu pernah biasa dilahap oleh Wildan Fachdiansyah, kini Ketua Bike to Work (B2W) Bandung. Dulu ia biasa pulang pergi dari rumahnya di Soreang, Kabupaten Bandung, ketika ke kampus negeri di utara Kota Bandung itu.
Selain Wildan, salah seorang anggota B2W Bandung yang aktif bersepeda adalah Hatning Natalia Maindra (42). Meski sekarang dalam pemulihan penyakit kanker, perempuan yang akrab disapa Aming ini tetap aktif bersepeda.
Aming bersepeda sejak 2009 saat kerja di salah satu bank swasta di Kota Bandung. Rumah Aming juga di Kabupaten Bandung, tepatnya di Baleendah, kawasan yang kerap dilanda banjir kala musim hujan.
Baik Wildan maupun Aming, sama-sama getol mengkampanyekan pentingnya mengurangi pemakaian kendaraan pribadi roda empat maupun dua dengan bersepeda. Mereka juga mengajak warga untuk beralih ke transportasi publik.
Berawal dari Bike Commuter Bandung
Pada tahun 2006 silam, ada sebuah kelompok yang bernama Bike Commuter Bandung. Kelompok ini merupakan perkumpulan orang-orang yang sehari-harinya commuting menggunakan sepeda ke tempat kerja.
Di saat yang hampir bersamaan, lahir sebuah gerakan di ibu kota dengan nama Bike to Work (B2W) Indonesia. Kelompok ini bermula dari Komunitas Jalur Pipa Gas, pegiat sepeda gunung.
Karena kesamaan visi dan tujuan, yaitu menggalakkan sepeda sebagai alat transportasi dan mencapai kualitas hidup yang baik dengan olahraga, Bike Commuter Bandung kemudian melebur menjadi B2W. Lahirlah gerakan yang sama di Bandung pada tahun 2007, yaitu Bike to Work (B2W) Bandung.
Bike to Work Bandung adalah gerakan yang mengkampanyekan penggunaan sepeda sebagai alat transportasi sehari-hari. Tak usah jauh-jauh untuk memulai kebiasaan menggunakan sepeda, sebab kebiasaan ini bisa dimulai dengan mencoba rute-rute yang pendek dulu, misal belanja ke pasar, jarak ke kantor yang sepanjang lima kilometer, atau berangkat ke sekolah.
Akhir tahun lalu, di awal November B2W Bandung melaksanakan Hello Bike Festival selama tiga hari di Summarecon Bandung. Salah satu kegiatan utamanya adalah meluncurkan akselerasi program Bike to School. Kegiatan ini akan digalakkan ke depannya, sebab dengan sistem zonasi, siswa akan menempuh jarak yang dekat ke sekolah. Jadi para siswa idealnya memakai sepeda.
Festival ini diadakan sebagai salah satu kegiatan untuk menyapa kembali pesepeda yang ada di Bandung, setelah lama dipisahkan karena pagebluk. Kegiatan ini sekaligus agenda pertama dalam kepengurusan baru B2W Bandung yang diketuai oleh Wildan Fachdiansyah dan diharapkan konsisten dilakukan setiap tahunnya.
Selain diprakarsai oleh B2W Bandung, festival ini juga turut dimeriahkan oleh komunitas-komunitas pesepeda lainnya di Bandung. Wildan memandang festiva ini sebagai momentum membangun kesadaran bersepeda sebagai alat mobilitas sehari-hari.
“Bandung ini cukup punya modal untuk dijadikan kota sepeda karena hampir setiap wilayah punya komunitas tersendiri. Dan ini cukup dijadikan dasar bagi kita untuk membangun kesadaran bahwa Bandung sudah mulai macet, udah sulit untuk mobilitas dengan kendaraan pribadi, makanya ayo kita beralih ke sepeda atau kendaraan umum,” ungkap Wildan saat ditemui BandungBergerak di Buah Batu, Jum’at (2/12/2022).
Buah Transformasi dari Gerakan-Gerakan
Sebagai sebuah gerakan, Bike to Work Bandung memiliki empat misi utama dalam kampanye gerakannya, yaitu Bike to Work, Bike to Campuss, Bike to School, dan Share The Road. Bike to Work tidak diartikan hanya menggunakan sepeda ke tempat kerja. Arti luas Bike to Work bahwa sepeda bisa digunakan untuk berbagai aktivitas. Gerakan ini ditujukan secara luas kepada seluruh kalangan.
Adapun Bike to School merupakan kampanye gerakan kepada siswa untuk menggunakan sepeda sebagai alat transportasinya. Di umurnya yang belum sah mengenderai kendaraan pribadi, menggunakan sepeda adalah salah satu alternatif menarik. Apalagi dengan sistem zonasi saat ini di mana jarak tempuh dari rumah ke sekolah tidak terlampau jauh dan memungkinkan dijangkau sepeda.
Seperti namanya, Bike to Campus adalah gerakan yang ditujukan kepada mahasiswa untuk menggunakan sepeda ke kampus. Kampanye terakhir adalah Share The Road, yaitu berbagi jalan. Tidak sebatas pada mengkampanyekan penggunaan sepeda sebagai alat transportasi, B2W Bandung berusaha membangun kesadaran untuk berbagi jalan, bahwa jalan adalah milik bersama.
“Misalnya yang jalan kaki, bersepeda, yang pakai mobil atau motor, dan yang pakai kendaraan umum kita harus berbagi jalan. Biar kita bisa saling menghargai akhirnya kita bisa menciptakan kota yang lebih nyaman untuk ditinggali,” jelas Wildan.
Wildan bergabung di B2W Bandung sejak 2008, saat masih siswa SMA. Selama 14 tahun ia aktif bersepeda dan aktif melakukan gerakan ini. Selama kurun tersebut, ia sudah melihat dan merasakan beberapa perubahan yang dihasilkan gerakannya. Salah satunya adalah adanya perhatian pemerintah untuk membangun fasilitas untuk pesepeda, seperti jalur sepeda dan parkirannya.
Total jalur sepeda di Bandung yang diketahui Wildan sepanjang 13 kilometer. Jumlah ini masih belum ideal untuk ukuran kota sebesar Bandung. Namun menurutnya, setidaknya sudah ada perhatian dan harus ditingkatkan lagi ke depannya.
B2W Bandung dan beberapa komunitas lainnya turut mendorong terselenggara kembalinya Car Free Day di Bandung, selain terus menyuarakan pembangunan jalur sepeda.
“Misalnya ada Car Free Day, ada jalur sepeda yang dibikin. Ya minimal dulu memang jalurnya masih asal-asalan, lama-lama jadi proper dan sekarang jadi 13 kilometer. Itu transformasi yang saya lihat, parkiran juga sudah ada. Dulu kan sepeda sangat tidak dianggap, ya udahlah sangat tidak didukung. Kalau sekarang alhamdulillah sudah, kami juga apresiasi ada fasilitas-fasilitas yang mulai dibangun untuk sepeda,” tambah Wildan.
Manfaat Bersepeda
Wildan sudah aktif menggunakan sepeda sebagai alat transportasi sejak SMA. Kebiasaan ini dilanjutkan saat ia kuliah. Ia tidak memungkiri secara fisik menggunakan sepeda memang lelah. Ditambah dengan kontur jalanan di Bandung yang tidak rata.
Namun, perbandingan waktu menggunakan sepeda dengan menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum rata-rata tidak jauh berbeda, sekitar 10-15 menitan. Belum lagi sejak harga BBM naik, antrean di SPBU mengular panjang yang membuat waktu tempuh dengan sepeda menjadi lebih singkat.
Dengan menggunakan sepeda, tubuh juga akan berkeringat ketika tiba di lokasi tujuan. Tapi kemudian ada siasat yang bisa dilakukan agar tetap nyaman selama bersepeda, misalnya santai ketika bergowes, mempersiapkan waktu yang luang sejak keberangkatan, dan menyiasatkan untuk mandi atau ganti baju di lokasi tujuan.
Keuntungan secara pribadi yang dirasakan oleh Wildan adalah tubuh lebih fit dan tidak harus meluangkan waktu khusus untuk olahraga. Ia pun merasa lebih produktif saat bekerja karena lebih positif saat memulai hari, badan lebih segar karena olahraga, dan tidak terjebak macet.
“Saya gak harus menyediakan waktu lebih ke gym, karena saya sepedaan misal sehari satu sampai dua jam itu sudah memenuhi kebutuhan olahraga fisik. Kesehatan saya juga cukup fit. Jadi secara ekonomi ada benefitnya, secara kesehatan apalagi, secara waktu juga yang dikeluarkan memang lebih banyak tapi itu sepadan dengan benefit yang kita terima,” ungkap Wildan.
Manfaat sehat bersepeda dirasakan pula oleh Aming, rekan Wildan di B2W Bandung. Aming mengaku jika dari dulu tidak menabung olahraga dengan rajin bersepeda, kemungkinan fungsi tubuhnya akan lebih banyak berkurang saat perawatan penyakit kanker yang dideritanya.
Bagi Aming, tidak ada alasan untuk tidak berolahraga. Misalnya, lokasi rumah yang jauh dengan kantor bisa disiasati dengan membawa sepada lipat ke dalam mobil. Lantas, saat jam makan siang menggunakan sepeda untuk mencari makan atau ke lokasi-lokasi terdekat yang bisa dijangkau dengan sepeda.
Di samping itu, bersepeda sebagai satu langkah kecil untuk merawat lingkungan karena mengurangi emisi karbon. Aming menyatakan, langkah-langkah kecil ini yang akan berdampak dan jika terus dicontohkan akan semakin banyak yang melakukan dan mencoba dengan sendirinya.
Stigma Pesepeda dan Pesepeda Perempuan
Sebelum pamor hobi bersepeda naik ketika pandemi, pesepeda belum mendapatkan pandangan yang setara dengan pengguna transportasi lainnya. Aming mengatakan ada yang memandang pengguna sepeda adalah orang yang kurang secara ekonomi. Padahal tidak sepenuhnya demikian. Sebab pengalaman yang ia rasakan justru orang-orang yang menggunakan sepeda adalah orang yang berada. Sepeda dipilih karena menjadi alternatif berolahraga bagi orang-orang yang tidak sempat berolagraga.
Pengalaman lain, Aming merasa ada pandangan bahwa sepeda adalah kendaraan laki-laki. Perempuan yang rajin menggunakan sepeda dipandang aneh.
“Sudahlah perempuan menggunakan sepeda pula, ya siap-siaplah. Itulah resiko include yang harus kami terima,” cetus Aming, Kamis (15/12/2022).
Tak hanya itu, di jalan pesepeda kerap mendapatkan diskriminasi dari pengguna jalan lainnya. Namun, kata Aming, setelah dijalani dan terbiasa dengan sendirinya ia bisa mengatasi dan mangakali bagaimana caranya bersepeda di jalan,di malam hari, dan pada momen apa pun.
Memang ada ketakutan tersendiri bagi pesepeda perempuan. Misalnya ketakutan pada perubahan warna kulit menjadi lebih hitam karena sering terbakar matahari selama bersepeda. Ada juga kekhawatiran tidak bisa menempuh perjalanan jauh.
Padahal, ada banyak kiat yang bisa dilakukan. Untuk menghindarkan kulit dari sengatan matahari bisa diatasi dengan menggunakan perawatan kulit, krim pencegah sinar matahari, menggunakan topi, dan semacamnya.
“Tapi jarak jauh emang perempuan sanggup? Banyak aku bilang. Sebenarnya banyak perempuan yang bisa, jadi gak perlu takut. Karena perempuan jangan jadi alasan, deh. Sama. Kita sebagai perempuan juga bisa lakukan apa yang laki-laki lakukan,” ungkapnya menyemangati.
Belakangan bahkan Aming melihat sudah banyak perempuan yang bersepeda. Perempuan-perempuan yang tidak khawatir dan tidak terbebani karena kulit akan menghitam. Sudah mulai banyak perempuan yang berani untuk menunjukkan karakternya dengan bersepeda.
“Mulai dari yang dekat saja dulu kalau belum bisa yang jauh. Bersepeda saja dulu dari yang dekat, ke warung misalnya. Jangan langsung niat jauh-jauh ke Pangandaran misalnya, kan itu dianggap sebagai hajinya pesepeda Bandung. Dan bersepedalah dengan hati yang senang dan tertib lalu lintas,” pesannya, mengajak masyarakat untuk memulai bersepeda.
Baca Juga: PROFIL SEKOLAH DAMAI INDONESIA (SEKODI): Teman Muda yang Meretas Perbedaan
PROFIL KOMUNITAS MASYARAKAT KREATIF KAMPOENG TJIBARANI: Melihat Citra Bandung dari Pinggiran Cikapundung
PROFIL RUMAH BELAJAR GARTALA: Harapan Pendidikan bagi Masyarakat Terpinggirkan
Target-Target dan yang Akan Terus Dilakukan
B2W Bandung ke depannya akan terus menumbuhkan minat agar lebih banyak masyarakat yang bersepeda dan pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap pesepeda. Harapan Wildan, minimal pesepeda bisa terintegrasi dengan transportasi umum. Sehingga pesepeda mudah menjangkau transportasi umum dan aman. Misalnya dibuatkan parkiran yang aman di setiap fasilitas transportasi publik dan tempat-tempat publik lainnya.
Wildan dan teman-teman B2W Bandung berencana menyusun buku saku atau pedoman yang berisi edukasi tentang cara bersepeda yang baik dan benar, keselamatannya di jalanan, serta spesifikasi sepeda yang cocok di Bandung dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing orang.
“Kita harap juga nanti akan ada buku pedoman untuk bersepeda di Bandung. Karena kemarin pandemi, salah satunya juga kita lihat banyak pesepeda baru tapi enggak ngerti yang aman bagaimana. Jadi enggak hanya menuntut fasilitas dari pemerintah, kami dari komunitas juga ingin mensosialisasikan bersepeda yang aman seperti apa, jadi kita bisa saling sinergi,” ungkap Wildan.
B2W Bandung memiliki 135 relawan yang tercatat. Namun secara umum, siapa pun bisa bergabung dan ikut aktif dalam kegiatannya. Bahkan tidak terbatas pada jenis sepeda yang digunakan. Selain empat misi yang terus digalakkan, B2W Bandung memiliki agenda rutin lainnya, seperti PSK (Patepung Sabtu Kahiji).
Agenda ini dilakukan setiap sabtu pertama di bulan tertentu dan membahas hal-hal yang menarik, baik seputar sepeda maupun bahasan lainnya. Fun Bike Festival juga direncanakan menjadi festival tahunan bagi pesepeda di Bandung. Selain itu juga ada agenda kumpul bersama dengan anggota B2W Bandung yang intens dan lebih santai lainnya untuk silaturahmi sesama anggota.
“Selain itu kita lagi menyusun konsep untuk sosialisasi keliling di kota Bandung. Kita koordinasi dulu sama pemkot untuk melanjutkan gerakan Bike to School lagi,” ungkap Wildan.