CERITA ORANG BANDUNG #91: Ina dan Rujak Teras Cihampelas, Susah Senang Ia Lakoni
Ina Wana Asih merasakan asam garam berjualan di Teras Cihampelas, Bandung. Ia ragu dengan isu pembongkaran karena akan memakan biaya tak sedikit.
Penulis Yopi Muharam11 Juli 2025
BandungBergerak.id - Usianya sudah menginjak 65 tahun. Ina Wana Asih tampak bugar dengan senyum ramah yang selalu mengembang. Ia adalah salah satu dari puluhan pedagang yang bertahan di atas Teras Cihampelas, yang belakangan ini diterpa isu miring pembongkaran.
Ibu dua anak itu menempati salah satu kios di teras yang dibangun di era Wali Kota Ridwan Kamil. Sudah delapan tahun Ina jualan kuliner rujak di pedestrian yang sempat menjadi primadona warga Bandung pada awal-awal peresmian.
Sebelum jualan rujak, Ina berjualan ayam dan bebek goreng di Jalan Cihampelas bawah sejak tahun 2010. Sejak teras diresmikan di tahun 2017, dia bersama sejumlah pedagang berbondong-bondong menempati kios kecil di Teras Cihampelas.
Pindah jualan ke atas teras tidak mudah. Ukuran kios di Teras Cihampelas tidak memungkinkan untuk jualan makanan berat. Setelah memutar otak, Ina memutuskan jualan kuliner yang lebih simpel, yaitu rujak bumbu.
Bagi Ina, jualan adalah sumbu hidupnya. Sejak suaminya divonis struk di tahun 2010, ia harus jadi tulang punggung keluarga, termasuk membiayai kuliah kedua anaknya. “Suami ibu sakit 10 tahun. Ya, terpaksa saya harus mencari nafkah,” cerita Ina, kepada BandungBergerak.
Tidak murah ongkos yang harus dibayar Ina untuk merawat suaminya yang harus rawat jalan. Sekali rawat dan menebus obat, ia harus merogoh kocek hingga ratusan ribu.
Sebelum sakit, sang suami bekerja sebagai dosen di Politeknik TEDC di Cimahi. Karena bukan PNS, sang suami tidak mempunyai pesangon atau dana pensiunan setelah berhenti mengajar.
Di tengah beban hidup yang semakin berat, Ina tetap setia dan terus merawat sampai sang suami tiba di akhir hayat. Tahun 2021, suaminya meninggal dunia.
Kenangan Masa Jaya Teras Cihampelas
Teras Cihampelas sejak awal dibangun sudah menuai banyak kritik. Diklaim sebagai infrastruktur yang mengadopsi model pedestrian di negara-negara maju, Teras Cihampelas memiliki kelemahan mendasar, yaitu tidak terhubung dengan destinasi mana pun.
Di awal-awal peresmian Teras Cihampelas memang mendapatkan sambutan luar biasa dari pengunjung atau wisatawan. Kios Ina turut ramai pembeli. Dalam sehari ia bisa mendapatkan omzet 500-1 juta rupiah.
Seiring berjalannya waktu, dan kekurangan mendasar fungsi Teras Cihampelas sebagai pedestrian yang tidak terhubung dengan lokasi mana pun, pengunjung mulai bosan. Pageblug Covid-19 lantas menyapu seluruh aktivitas sosial dan ekonomi dunia mulai 2020. Teras Cihampelas menjadi sepi dan tak terurus.
Selama pandemi Ina dan para pedagang terpaksa vakum. Ina berharap pandemi segera berakhir dan pengunjung teras ramai kembali. Nahas, sampai pandemi lama berlalu hingga kini, Teras Cihampelas tetap sepi, bahkan terkesan sebagai bangunan mangkrak yang dikeluhkan para pengguna Jalan Cihampelas di bawahnya.
Dalam keadaan sepi, Ina masih bertahan. Pendapatannya terus merosot. “Ibu sekarang paling dapat 200 juga udah alhamdulillah,” ucap Ina.

Dibangun Mahal, Dibongkar juga Mahal
Keberadaan Teras Cihampelas menuai kritik dari warga maupun ahli di Bandung. Gubernur Jabar Dedi Mulyadi bahkan mengembuskan usul pembongkaran infrastruktur yang dibangun dari yang APBD dengan nilai lebih dari 80 miliar rupiah.
Kabar rencana pembongkaran Teras Cihampelas tentu meresahkan bagi para pedagang yang masih bertahan. Dahulu mereka dipindahkan dari Jalan Cihampelas ke atas Teras Cihampelas. Jika teras dibongkar, mereka mau dipindahkan ke mana lagi?
Ina, yang juga tergabung sebagai anggota Koperasi Pedagang Cihampelas, merasa pesimis pembongkaran benar-benar dilakukan. Menurutnya, pembongkaran membutuhkan biaya besar dan perencanaan matang. Sementara sumber pencaharian para pedagang akan turut terbongkar.
"Kalau misalnya rencana Pak Dedi itu bahwa teras ini dibongkar, jadi otomatis penghidupan warga di sini juga banyak yang rugi," ungkap Ina. "Banyak dari mereka menggantungkan hidupnya dari penghasilan dari jualan di teras ini. Mereka kan punya anak sekolah."
Selain pedagang, di koperasi Ina bertugas sebagai pendata bagi para pedagang baru yang ingin menempati lapak. Ia menganggap kabar pembongkaran Teras Cihampelas hanya sebatas isu. Pemerintah Kota Bandung sendiri telah memastikan bahwa Teras Cihampelas tidak akan dibongkar, melainkan akan direnovasi dan dirawat secara berkelanjutan.
Ina berharap Teras Cihampelas bisa kembali ramai seperti saat baru diresmikan. Ia mengajak masyarakat Kota Bandung untuk kembali mengunjungi dan mendukung keberadaan Teras Cihampelas.
“Ibu berharap untuk warga Bandung, tolong dibantu untuk promosikan keluar, terus kunjungilah kami lihat ada apa di teras ini,” harapnya.
Bagi Ina, Teras Cihampelas bukan hanya sekadar fasilitas publik, tetapi juga ikon Kota Bandung yang menjadi sumber penghidupan bagi pedagang kecil seperti dirinya.
Berbagi Makanan sebagai Hiburan
Matahari sudah di ujung ufuk. Suara bising kendaraan saling bersahutan di bawah Teras Cihampelas. Kontras terjadi di atas teras, lengang, dan hanya segelintir orang yang lalu-lalang.
Meja di hadapan Ina masih menyimpan sisa-sisa makanan. Sayur sop, tumis kangkung, selada, telor dadar bawang daun, dan sambel goang. Ina dan para pedagang di Teras Cihampelas sudah terbiasa botram atau makan bersama.
Ina sering menyumbang masakan ari rumahnya untuk disantap bersama rekan sejalan. “Ibu kan sudah tua. Lebih enak makanannya dibawa ke sini dan dimakan bersama,” tuturnya, terkekeh.
Bagi Inda dan para pedagang di Teras Cihampelas, botram adalah pelipur di tengah nasib Teras Cihampelas yang setiap harinya dilanda sepi.
Ina sudah terbiasa bercengkerama dengan para pedagang setempat sebelum pulang ke rumah. Dia membuka kios mulai pukul 10.00 WIB hingga jam 17.00 WIB, setiap hari Rabu sampai Minggu. Di hari Senin dan Selasa ia memilih libur untuk mengistirahatkan tubuhnya di rumahnya di kawasan Cipaganti.
Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #89: Sepi Dagangan Een di Pinggiran Cadas Pangeran
CERITA ORANG BANDUNG #90: Perjalanan Seni TonoMengurus Anak Jalanan
Namun, di rumah ia tidak benar-benar istirahat. Ada kegiatan lain yang ia jalankan. Sebelumnya, ia pernah aktif di kegiatan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kelurahan Cipaganti. Pengalaman itu pula yang mendorongnya untuk terlibat aktif mengelola Teras Cihampelas.
Ia menjadi saksi pertumbuhan Teras Cihampelas sejak dibangun dan diresmikan penuh sanjungan, sampai sekarang teras ini diterpa isu pembongkaran.
Ina saksi bahwa Teras Cihampelas bukan ruang dagang biasa. Teras Cihampelas mempunyai penghuni setiap malamnya. Mereka adalah orang perantauan yang tak tahu akan menetap di mana. Teras Cihampelas sebagai tempat bernaung mereka.
Ina menyebut mereka anak jalanan. Mereka datang malam hari untuk tidur dengan alas apa adanya. Sebagai seorang ibu, hati Ina teriris.
Ina berinisiatif memberi suaka pada anak-anak jalanan tersebut. Semuanya ada enam orang. Mereka berasal dari Garut, Ciparay, dan Bogor.
Ina percaya bahwa mereka butuh diberdayakan. Mereka bekreasi membuat kostum robot-robotan untuk meramaikan Teras Cihampelas juga. “Jadi mereka punya pemasukan dan membuat teras ini jadi ramai,” terang Ina.
Dari total enam orang itu, dua orang meninggal dunia ketika pulang ke kampung halaman. Dua orang lainnya sudah berkeluarga.
Ada dua orang lagi yang masih tinggal di rumah Ina. Mereka sudah bekerja di toko retail dan kurir makanan. “Jadi jiga budak bungsu ibu weh,” ujarnya.
Ina tak merasa terbebani harus mengurus mereka. Ia justru bangga karena di antara mereka sudah mempunyai pekerjaan dan hidup mandiri.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB