Milik Semua di Selasar Pav Sunaryo, Pameran Desain yang Bisa Ditiru Siapa Saja
Pameran bertajuk Milik Semua di Selasar Pav Sunaryo, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung mengusung konsep desain terbuka, mendorong partisipasi pengunjung pameran.
Penulis Selsha Septifanie Gunawan15 Juli 2025
BandungBergerak.id - Di dalam ruang paviliun terbuka di Selasar Pav Sunaryo, berbagai jenis karya ditata rapi di atas tumpukan bata ekspos yang disusun bertingkat. Material, komponen, dan cetakan desain dipamerkan secara terbuka—menunjukkan bahwa setiap bagian dari karya ini dapat direproduksi, dibongkar, dan dirakit kembali oleh siapa saja.
“Lewat Milik Semua, kami ingin menawarkan desain yang tidak hanya terbuka dari sisi hak kekayaan intelektual, tetapi juga mudah diaplikasikan oleh siapa saja,” tutur Heru Hikayat, salah satu kurator dari Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), Bandung.
Pameran Senang Bersamamu: Milik Semua diselenggarakan di Selasar Pavilion Sunaryo, Bandung, pada Jumat, 11 Juli 2025. Pameran ini terbuka untuk publik mulai tanggal 12 hingga 27 Juli 2025.
Pameran ini mengusung konsep desain terbuka (open design)—sebuah pendekatan yang mendorong keterbukaan akses dan partisipasi dalam proses perancangan. Desain yang dihasilkan dapat memperkaya kehidupan masyarakat dan tidak terbatas hanya untuk pihak tertentu. Dengan konsep ini design yang dipamerkan dapat diakses, digunakan, maupun dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kreativitas dan kebutuhan setiap individu.
Membawa enam kontributor dengan latar belakang yang berbeda, di antaranya Convert textured, Lokal Container, Nouv Wek, Owi Liunic, Precious Plastic, hingga Studio Pancaroba yang berkolaborasi bersama benda, karya-karya yang ditampilkan di pameran ini menjadikan pameran yang menghadirkan ragam rancangan inovatif—mulai dari produk berbahan dasar plastik daur ulang, ilustrasi, tipografi, meja, produk lampu bertenaga surya hingga desain tempat tinggal tunawisma.
Meskipun jenis-jenisnya berbeda, setiap hasil karya merupakan karya modular—bisa dibuat dari bagian-bagian yang bisa dirakit sendiri. Maka dari itu, setiap karya memiliki QR code sebagai panduan teknis. Selain itu material yang digunakan pada setiap karya pun merupakan material yang mudah didapatkan.

Berangkat dari Keresahan: Desain sebagai Bentuk Solidaritas Sosial
Igo (31 tahun), dari Convert Textured mengatakan bahwa karya yang dibawa merupakan hasil dari keresahannya terhadap kondisi sistem penerangan di Kota Bandung yang jauh dari kata layak—gelap dan membahayakan. Berangkat dari keresahan tersebut, Convert Textured merancang design lampu tenaga surya bernama Daylight Monument, yang tidak hanya ramah lingkungan karena menggunakan panel surya, tetapi juga dapat dikendalikan melalui ponsel pintar.
Ia pun menuturkan tantangan saat merancang karyanya. Tantangan pertama terletak pada aspek teknis, karena lampu harus dirancang sesederhana mungkin supaya lampu mudah dibuat dan dapat direplikasi oleh siapa saja. “Kami berusaha agar desainnya bisa dibuat ulang dengan mudah, tanpa memerlukan keahlian atau alat yang rumit,” jelasnya.
Desainnya pun dibuat menyerupai panjat pinang. Igo menjelaskan bahwa bentuk tersebut tidak dipilih secara sembarangan, melainkan sarat akan makna simbolik.
“Bentuknya terinspirasi dari panjat pinang. Filosofinya adalah semangat gotong royong untuk mencapai sesuatu. Dalam konteks ini, mencapai terang,” ucapnya.
Tidak hanya dari segi teknis, pemilihan material pun menjadi tantangan. Igo dan timnya sengaja menghindari penggunaan bahan-bahan high-end demi memastikan produk ini tetap terjangkau dan dapat dibuat dari material yang tersedia di sekitar lingkungan masing-masing.
Keresahan serupa juga diangkat oleh Studio Pancaroba, yang menghadirkan desain produk shelter portabel bagi para tunawisma. Menurut salah satu senimannya, masyarakat terbiasa melihat tunawisma yang tidur di jalan seolah hal tersebut adalah sesuatu yang wajar. Padahal, persoalan ini menunjukkan adanya kegagalan sistem. Mereka menekankan bahwa karya yang mereka bawa bukan sekadar solusi fungsional, tetapi juga bentuk kritik sosial terhadap minimnya perhatian negara terhadap pemukiman layak bagi kelompok marjinal.
Shelter yang dirancang Studio Pancaroba dibuat berdasarkan hasil riset langsung bersama komunitas tunawisma. Mereka menemukan bahwa kehidupan tunawisma tidak pasti dan nomaden. Maka, shelter pun dirancang agar ringan, dapat dilipat, mudah dibawa, serta modular. Materialnya tidak baku, hanya metode pembuatannya yang dibagikan, agar bisa disesuaikan dengan kondisi lokal.
“Setelah karya ini dijalankan, kami merasa tugas kami selesai. Sisanya bukan lagi tanggung jawab kami, karena solusi pemukiman tunawisma adalah tanggung jawab pemerintah. Kami hanya ingin men-trigger teman-teman yang ingin bersolidaritas,” ucap salah satu seniman Studio Pancaroba.
Baca Juga: Menerjemahkan Seni di Dinding Pameran
Pameran Binar Mahasiswa DKV Itenas Bandung, Merangkai Keberanian Melalui Karya
Bentuk Kritik Industri Kreatif: Membongkar Eksklusivitas, Menawarkan Akses, dan Solidaritas
Dalam konteks industri kreatif, orientasi terhadap laba sering kali menjadi tujuan utama. Namun bagi tim kurator Milik Semua, cara pandang ini perlu ditinjau ulang. Mereka menekankan bahwa dalam dunia desain, yang membuat sebuah karya bernilai bukanlah objek fisiknya, melainkan ide di baliknya.
“Karena itu kita bicara tentang hak kekayaan intelektual—sesuatu yang immaterial, yang tidak bisa dipegang, tapi punya nilai tinggi,” ujar Heru.
Ketika ditanya apakah pameran ini juga merupakan bentuk kritik terhadap dunia desain saat ini, ia membenarkan. Menurutnya, banyak desain yang selama ini sulit diterapkan dan terkesan eksklusif. Milik Semua hadir sebagai tawaran alternatif—desain yang inklusif, mudah diakses, dan bisa dijalankan siapa saja.
Melalui Milik Semua, para seniman dan perancang ingin membuktikan bahwa desain bisa menjadi sarana solidaritas sosial. Dengan membagikan ide dan metode secara terbuka, mereka menantang batas antara pemilik dan pengguna, antara seniman dan publik. Desain menjadi sesuatu yang bisa diakses, dimodifikasi, dan dilanjutkan—bukan untuk dimiliki, tetapi untuk dibagikan.
Dalam pameran ini, setiap karya dilengkapi dengan zine berisi petunjuk teknis dan informasi tambahan sebagai bentuk distribusi ide. Tujuannya adalah agar desain tidak berhenti sebagai objek pajangan, melainkan dapat direproduksi dan dimodifikasi sesuai kebutuhan masyarakat.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB