YLBHI dan LBH Seluruh Indonesia: Revisi KUHAP Dibahas Kilat, tidak Sejalan dengan Konstitusi dan Penegakan HAM
YLBHI dan LBH Seluruh Indonesia membeberkan pasal-pasal KUHAP yang berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) dan melemahnya perlindungan publik.
Penulis Tim Redaksi16 Juli 2025
BandungBergerak.id - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dilakukan secara kilat dan penuh pelanggaran terhadap prinsip negara hukum dan hak asasi manusia. Dalam siaran pers tertanggal 13 Juli 2025, YLBHI menegaskan bahwa pembahasan kilat RKUHAP yang ugal-ugalan dan penuh pelanggaran terhadap prinsip negara hukum, partisipasi publik yang sejati, serta hak asasi manusia semakin menambah daftar buruk warisan pemerintah dan DPR RI.
YLBHI bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP mendesak Presiden dan DPR menghentikan proses pembahasan, mengulang secara terbuka dan bermakna dengan partisipasi publik yang sejati.
YLBHI menyoroti daftar isian masalah (DIM) yang mencapai 1.676 poin hanya dibahas dua hari pada 10-11 Juli 2025. “Bagi kami ini menunjukan pengabaian terhadap prinsip penyusunan Undang-Undang yang benar,” tulis YLBHI, dalam siaran pers.
Pembahasan kilat juga tampak sejak awal. Draf muncul mendadak pada Februari 2025 dan disepakati sebagai draf versi DPR pada Maret 2025. Beberapa anggota DPR tidak mengetahui asal-usulnya, tidak dibahas dalam rapat terbuka, dan penyusunan DIM versi pemerintah hanya melibatkan pertemuan terbatas. Para akademisi dan ahli yang terlibat mengaku hanya menjadi pajangan.
Pelemahan Perlindungan Publik
YLBHI menilai pembahasan pasal-pasal RKUHAP dangkal, tidak menyentuh substansi perlindungan korban salah tangkap, penyiksaan, dan kriminalisasi. Bahkan, draf terbaru justru memperluas kewenangan subjektif kepolisian tanpa mekanisme pengawasan eksternal yang independen.
“Kerangka hukum yang melegitimasi tindakan subjektif polisi sangat terbuka terjadinya penyalahgunaan wewenang. Lebih dari itu posisi polisi sebagai penegak hukum dalam sistem peradilan pidana menjadi superior,” kata YLBHI.
YLBHI bersama koalisi merumuskan setidaknya 11 persoalan krusial. Beberapa di antaranya:
1. Penyidik Polri menjadi utama, membawahi penyidik non-Polri kecuali KPK, Kejaksaan, dan TNI.
2. Peran TNI meluas. Semua matra TNI bisa menjadi penyidik tindak pidana umum.
3. Penangkapan sampai 7 hari. KUHAP lama membatasi penangkapan 1x24 jam, tetapi RKUHAP membuka peluang penangkapan sampai tujuh hari.
4. Penahanan dan penggeledahan subjektif. Polisi dapat melakukan penahanan dan penggeledahan kapan saja dengan alasan mendesak yang ditentukan sepihak.
5. Penyitaan sewenang-wenang. Mekanisme penyitaan tanpa izin pengadilan juga dilegitimasi.
6. Pengawasan internal lemah. Masyarakat hanya dapat mengadu ke atasan penyidik, yang selama ini terbukti tidak efektif.
7. Bantuan hukum terbatas. Bantuan hukum tidak dijamin bagi kelompok rentan. Hak memilih kuasa hukum sendiri pun dihapus.
8. Bahaya penyadapan sewenang-wenang. Penyidik dapat melakukan penyadapan tanpa izin pengadilan.
Rekomendasi Koalisi Masyarakat Sipil
YLBHI bersama LBH Banda Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Samarinda, Makassar, Manado, Papua, LBH Kalimantan Barat, dan LBH Papua Merauke menyerukan, untuk menyuarakan suarakan bersama kepada presiden dan DPR agar benar-benar mau memiliki hukum acara pidana yang akuntabel, bukan hanya melindungi kewenangan tanpa kontrol. YLBHI mendesak:
- Presiden dan Ketua DPR menghentikan dan menarik pembahasan RKUHAP serta mengulang proses dengan partisipasi publik.
- Pemerintah melakukan kajian akademik mendalam bersama universitas, lembaga negara seperti Komnas HAM, Ombudsman RI, Komnas Perempuan, LPSK, KPAI, Komisi Yudisial, Kompolnas, Komisi Kejaksaan, Komisi Informasi Publik, organisasi bantuan hukum, advokat, lembaga HAM, dan korban penyalahgunaan kewenangan.
- Seluruh warga negara, akademisi, dan gerakan masyarakat sipil diimbau turut memantau dan terlibat aktif dalam pembahasan RKUHAP.
Baca Juga: Aksi Menolak KUHP di Bandung Berujung Ricuh, Sejumlah Mahasiswa Ditangkap Polisi
Koalisi Masyarakat Sipil Menggalang Petisi Penolakan Revisi KUHAP yang Disusun Ugal-ugalan
Bantahan dari DPR RI
Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) masih terus berjalan di DPR RI. “Terkait dengan (RUU) KUHAP, DPR tentu saja sampai saat ini masih melakukan proses pembahasan. Dan kami melakukan pembahasan tersebut secara terbuka,” ujar Puan, dalam konferensi pers usai Rapat Paripurna DPR RI ke-24 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025, yang digelar di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025.
Ia menjelaskan, DPR telah dan terus melibatkan berbagai pihak dalam proses penyusunan dan pembahasan revisi KUHAP, baik melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) maupun Rapat Dengar Pendapat (RDP). Menurutnya, proses ini tidak dilakukan secara tergesa-gesa karena menyangkut instrumen hukum yang krusial dan berdampak langsung pada penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia.
“Kami mengundang pihak-pihak yang memang kami harus lakukan bersama-sama untuk bisa melakukan pembahasan tersebut,” imbuh Puan.
Menanggapi isu bahwa pembahasan RUU KUHAP terkesan tertutup atau belum diumumkan ke publik, Puan menegaskan bahwa hal tersebut terjadi semata-mata karena prosesnya memang masih berlangsung dan belum sampai pada tahap penyampaian resmi ke publik secara menyeluruh.
“Kalau kemudian belum dibuka ataupun terbuka, karena memang sampai saat ini proses tersebut masih dilakukan. Melakukan RDPU dan RDP untuk kemudian meminta masukan dari semua pihak yang ada, di seluruh elemen masyarakat,” jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Puan menambahkan bahwa DPR telah memulai proses ini sejak beberapa bulan lalu, bahkan sejak masa sidang sebelumnya. Ia menegaskan bahwa pembahasan RUU KUHAP dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan keterbukaan, serta akan diumumkan kepada publik pada saat yang tepat.
“Kita tidak terburu-buru, kita juga sudah melakukan ini dari bulan-bulan yang lalu, dari sidang-sidang yang lalu. Dan nanti tentu saja kami akan juga membuka hal ini pada waktunya,” tutup Puan.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB