• Berita
  • Menembus Gelap Tanpa Penerangan Jalan Sukarno Hatta

Menembus Gelap Tanpa Penerangan Jalan Sukarno Hatta

Para pengguna jalan, pejalan kaki, pemilik kios, dan tukang parkir khawatir dengan kondisi gelap Jalan Sukarno Hatta, Bandung. Para peneliti mengungkap korban jiwa b

Penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta, Bandung mati, 16 Juli 2025. (Foto: Insan Radhyan Nurrahim/BandungBergerak)

Penulis Insan Radhiyan Nurrahim, 25 Juli 2025


BandungBergerak.idSudah berminggu-minggu penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta mati tak berdaya. Jalan gelap membentang dari simpang Jalan Raya Panyileukan hingga depan Polda Jabar. Tak ada satu pun penerangan yang menerangi jalan nasional di sepanjang jalan itu. Tikungan putar arah di jalan tersebut menjadi ancaman bagi siapa pun yang tak berhati-hati.

“Setahu saya lampu di sini udah mati lebih dari tiga mingguan. Waktu itu hujan besar, nah terus sehabis ada satu lampu yang konslet lalu bikin merembet ke lampu lainnya,” ujar seorang tukang parkir yang biasa berjaga di tikungan kawasan Cimincrang, 16 Juli 2025.

Selain mengatur kendaraan yang memutar balik, tukang parkir sekaligus menjadi saksi bahwa betapa gelap bisa mengancam nyawa seseorang. Penerangan jalan yang mati sangat berbahaya bagi kendaraan maupun tukang parkir tersebut, karena ia yang berjam-jam berdiri di tepi jalan untuk membantu pengendara memutar arah dengan secercah imbalan rupiah saja.

“Saya hampir ketabrak waktu bantuin orang muter balik. Mereka ngebut dan nggak ngeliat saya karena lampu mati,” katanya. “Sekarang malah jadi takut. Mereka takut saya, saya juga takut ditabrak,” ujar tukang parkir.

Penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta, Bandung mati, 16 Juli 2025. (Foto: Insan Radhyan Nurrahim/BandungBergerak)
Penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta, Bandung mati, 16 Juli 2025. (Foto: Insan Radhyan Nurrahim/BandungBergerak)

Banyak dari pengendara enggan berhenti karena takut gelap dan kriminalitas. Keberadaan tukang parkir pun dicurigai.

“Saya mau bantu muter balik malah dikira orang aneh-aneh. Jadi pemasukan saya sebagai tukang parkir juga berkurang gara-gara lampu mati. Tolong bantuin gimana caranya biar pemerintah perhatiin,” katanya.

Perasaan takut juga dialami pejalan kaki. Ia tidak boleh lengah dalam situasi jalan gelap.

“Saya jalan kaki aja barusan, abis beli makanan di warung pinggir jalan. Kalau pun mau nyeberang pasti saya nyalain flash HP biar kelihatan kendaraan. Bahaya banget kalau lampu mati gini,” ungkap Putra, pejalan kaki yang melintas di sisi jalan.

Penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta, Bandung mati, 16 Juli 2025. (Foto: Insan Radhyan Nurrahim/BandungBergerak)
Penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta, Bandung mati, 16 Juli 2025. (Foto: Insan Radhyan Nurrahim/BandungBergerak)

Apa Kata Pengendara?

Adit, salah satu dari sekian banyak pengendara yang selalu melintasi Jalan Soekarno Hatta setiap hari, mengatakan hal yang serupa terkait kondisi penerangan jalan umum di area tersebut. Hampir setiap hari ia selalu melewati Soekarno Hatta dari bunderan Cibiru sampai jalan raya panyileukan.

“Lumayan mempengaruhi konsentrasi juga sih kalau nggak ada lampu. Jadi harus ekstra hati-hati,” katanya. “Alhamdulillah belum pernah kecelakaan, tapi ya selalu ada rasa was-was.”

Menurut adit, kondisi gelap adalah keadaan yang mengharuskan ia lebih peka terhadap sekeliling. Ketiadaan penerangan membuat fokus berkendara terbelah, antara menjaga kecepatan, memantau sisi kanan kiri, dan memastikan tidak ada jalan berlubang.

“Selalu ngecek lampu jauh kendaraan itu penting buat antisipasi kecelakaan, Kalau saya mah karena tiap malam lewat situ, udah hapal banget kondisi jalan. Jadi aman-aman aja,” ungkapnya.

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tak semua orang bisa “terbiasa” dengan gelap. Di balik rasa aman Adit, ada kekhawatiran yang tetap ia simpan, ada pula harapan yang terus ia ingin sampaikan pada mereka yang punya kuasa untuk menyalakan kembali terang.

Lampu-lampu kios dan warung di pingiran Jalan Sukarno Hatta menjadi satu-satunya sumber cahaya. Antara lain kios milik Een. Meski cahayanya tidak seberapa, setidaknya kios Een cukup menandai jalan. Sudah bertahun-tahun ia berjualan di Sukarno Hatta.

“Iya memang mati. Tapi kalau di warung kan sisi jalan banget ya. Kita sih ada dua lampu sendiri di depan warung. Kebanyakan juga gitu di lurusan ini, jalan gelapnya kebantu sama lampu-lampu kios,” ujar Een, sambil membereskan dagangannya.

Penerangan Jalan Sukarno Hatta bukan tanggung jawab pengelola kios sisi jalan. Jalan nasional ini memerlukan penerangan yang sangat ayak.

“Yang paling bahaya itu, kalau malam suka ada kendaraan yang ngebut. Terus, di kios sebelah kadang suka ada mobil parkir di trotoar. Bahaya aja sih kalau parkirnya di bahu jalan gitu, terus nggak keliatan juga kan,” tutur Een.

Baca Juga: Warga Mengeluhkan Kondisi Jembatan Citarum Dayeuhkolot tak Kunjung Diperbaiki
GELAP DAN RUSAK JALAN SUKARNO HATTA BANDUNG: Cemas di Segmen Gedebage

Penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta, Bandung mati, 16 Juli 2025. (Foto: Insan Radhyan Nurrahim/BandungBergerak)
Penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta, Bandung mati, 16 Juli 2025. (Foto: Insan Radhyan Nurrahim/BandungBergerak)

Kematian tak Terhindarkan

Jalan Sukarno Hatta di Kota Bandung memiliki tingkat kecelakaan lalu lintas yang tinggi. Sejumlah penelitian menampilkan potret kerawanan yang serius, dengan kecelakaan yang tak jarang berujung pada kematian.

Salah satu penelitian dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung, mencatat bahwa pada tahun 2022 terjadi 72 kejadian kecelakaan di ruas Jalan Soekarno Hatta. Jumlah tersebut setara dengan 13,5 persendari total kecelakaan di Kota Bandung sepanjang tahun tersebut. Penelitian ini juga mengidentifikasi titik-titik rawan kecelakaan, dengan segmen paling berisiko berada di antara Simpang Gede Bage hingga Simpang Ibrahim Adjie. Pada segmen ini, Angka Ekuivalen Kecelakaan (AEK) tercatat mencapai 233, melebihi batas kendali atas (Upper Control Limit) sebesar 204.

Data tersebut menunjukkan bahwa dari 72 kejadian pada 2022, sebanyak 38 orang meninggal dunia, 5 mengalami luka berat, dan 57 luka ringan. Faktor manusia menjadi penyebab utama kecelakaan, terutama akibat kelengahan pengemudi, yang menyumbang 41,89 persen dari total insiden. Korban paling banyak berasal dari kelompok usia 16–30 tahun (58 persen), dengan dominasi laki-laki sebesar 71 persen. Sebanyak 61 persen pengendara yang terlibat memiliki SIM C, dan kejadian paling banyak terjadi pada pukul 00.00 hingga 06.00 WIB dengan persentase 36,1 persen. Dalam hal profesi, wiraswasta menjadi kelompok paling banyak terlibat, yakni 54 persen dari keseluruhan kasus.

Penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta, Bandung mati, 16 Juli 2025. (Foto: Insan Radhyan Nurrahim/BandungBergerak)
Penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta, Bandung mati, 16 Juli 2025. (Foto: Insan Radhyan Nurrahim/BandungBergerak)

Sementara itu, penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Risna Rismiana Sari, Kukuh Budiarsi, dan M. Satria Maulana dari Politeknik Negeri Bandung juga mencatat kecelakaan tinggi pada ruas yang sama. Dalam rentang 2015–2017, dari total 1.837 kecelakaan di Kota Bandung, sebanyak 12 persen terjadi di Jalan Soekarno Hatta, dengan total 225 kejadian. Tipe kecelakaan paling umum adalah tabrak manusia (35 persen), yang menunjukkan adanya keterbatasan fasilitas penyeberangan.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa 58 persen kecelakaan melibatkan kendaraan roda dua dan 18 persen melibatkan pejalan kaki. Waktu kejadian tertinggi tercatat antara pukul 09.00–16.00 WIB (33 persen), dengan penyebab terbanyak adalah kurangnya antisipasi dan konsentrasi pengendara, sebesar 33 persen.

Jalan Soekarno Hatta sendiri merupakan jalan arteri terpanjang di Kota Bandung, membentang sejauh 18,46 km dari bundaran Cibereum hingga bundaran Cibiru. Berdasarkan data lakalantas tahun 2015 hingga 2017, tercatat 254 kejadian kecelakaan di jalan ini. Rinciannya, 73 kejadian pada tahun 2015, 104 kejadian pada 2016, dan 78 kejadian pada 2017. Dari total penyebab kecelakaan, 192 di antaranya disebabkan oleh faktor manusia dan 63 oleh faktor jalan serta lingkungan. Persentase faktor manusia mencapai 80,06 persen, sementara faktor jalan dan lingkungan sebesar 19,94 persen.

Penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta, Bandung mati, 16 Juli 2025. (Foto: Insan Radhyan Nurrahim/BandungBergerak)
Penerangan jalan umum (JPU) di ruas Sukarno Hatta, Bandung mati, 16 Juli 2025. (Foto: Insan Radhyan Nurrahim/BandungBergerak)

Menanggapi kondisi minimnya penerangan yang juga menjadi bagian dari kerentanan ini, Pemerintah Kota Bandung melalui siaran pers Diskominfo pada 23 Juli menyatakan tengah mengajukan proyek revitalisasi dan pembangunan Penerangan Jalan Umum (PJU) dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Proyek senilai Rp426,8 miliar ini mencakup pembangunan 21.067 titik lampu jalan baru serta pengelolaan dan pemeliharaan 60.000 titik penerangan.

Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menyampaikan bahwa proyek ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang yang ramah lingkungan dan efisien secara fiskal. Ia juga menyoroti keresahannya terhadap kondisi penerangan di jalan tersebut. “Banyak lampu yang mati, saya juga sudah keuheul, geus paroek wae,” ujar Wali Kota Bandung Muhammad Farhan.

Namun, Farhan menegaskan bahwa kewenangan Jalan Soekarno Hatta berada di tangan pemerintah pusat, sehingga Pemkot tidak bisa serta merta melakukan perbaikan. “Kalau izinnya turun, langsung kita laksanakan. Karena anggaran mah insyaallah ada,” katanya.

Meski inisiatif Pemkot Bandung telah berjalan, implementasi di lapangan masih menunggu persetujuan dari kementerian terkait. Proyek “Bandung Caang Utama” ini mendapat dukungan dari Dinas Perhubungan, DPMPTSP, dan Bank Indonesia, serta masuk dalam daftar 10 proyek investasi unggulan di ajang West Java Investment Challenge (WJIC) 2025.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//