• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG #94: Kisah Toekang Saeh dan Kertas Daluangnya

CERITA ORANG BANDUNG #94: Kisah Toekang Saeh dan Kertas Daluangnya

Ahmad Mufid Sururi, dikenal Toekang Saeh, setia menjaga warisan nenek moyang berupa kertas daluang. Di masa lalu kertas ini biasa dipakai untuk menulis naskah kuno.

Ahmad Mufid Sururi, seniman pembuat kertas saeh atau daluang menunjukkan karyanya di workshop Toekang Saeh, Kampung Ciseupan, Kecamatan Ujungberung, Bandung, Jawa Barat, 24 Juli 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Prima Mulia26 Juli 2025


BandungBergerak.idAhmad Mufid Sururi membongkar beberapa karya lukisnya di tempat lokakaryanya yang bernama Toekang Saeh. Lukisan tersebut dilukis bukan di atas kanvas melainkan di kertas putih kecokelatan yang terbuat dari daluang. Studio Toekang Saeh berlamat di Kampung Ciseupan, Kelurahan Pasirjati, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung.

“Ini adalah contoh-contoh karya yang pernah saya buat,” kata Ahmad Mufid Sururi, seraya menunjukkan karya lukisnya, 24 Juli 2025.

Ahmad Mufid Sururi membongkar beberapa karya lukisnya di tempat lokakaryanya yang bernama Toekang Saeh. Lukisan tersebut dilukis bukan di atas kanvas melainkan di kertas putih kecokelatan yang terbuat dari daluang. Studio Toekang Saeh berlamat di Kampung Ciseupan, Kelurahan Pasirjati, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung.

“Ini adalah contoh-contoh karya yang pernah saya buat,” kata Ahmad Mufid Sururi, seraya menunjukkan karya lukisnya, 24 Juli 2025.

Sepintas kertas daluang yang terbuat dari pohon saeh mirip dengan kanvas dengan ukuran beragam. Bahkan karya-karya lukis daluang Mufid pernah dipamerkan di Amerika Serikat.

Mufid lalu mengeluarkan gulungan kertas daluang yang tergulung seperti naskah kuno. Saat gulungan dibeberkan tampak lukisan wayang.

“Ini adalah kesenian wayang beber, gambar wayangnya di lukis di atas kertas daluang. Ini karya gabungan dengan beberapa seniman, baru dikembalikan dari sebuah galeri di luar negeri,” kata Mufid.

Beberapa karyanya juga jadi koleksi di Perpustakaan Nasional dan Musium Tekstil. Sebagai seorang perupa, Mufid tak hanya memanfaatkan kertas daluang atau saeh ini sebagai medium seni lukis. Ia juga mengembangkan serat dari kulit bagian pohon saeh menjadi tekstil.

Salah satu karya tekstil kulit saeh Mufti berhasil tampil di babak final kontes seni kontemporer Bark Rhythms Contemporary Innovations & Ancestral Traditions kategori tekstil di Amerika Serikat tahun 2024. Karya berupa selendang panjang dari kulit pohon saeh ini mampu bersaing dengan lebih dari 200 karya dari seluruh dunia.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #92: Asep Sutajaya, dari Pena ke Cangkul
CERITA ORANG BANDUNG #93: Dari Tujuh Ribu Rupiah, Mang Cucun Hidup Bebas dan Mandiri

Ahmad Mufid Sururi, seniman pembuat kertas saeh atau daluang menunjukkan karyanya di workshop Toekang Saeh, Kampung Ciseupan, Kecamatan Ujungberung, Bandung, Jawa Barat, 24 Juli 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Ahmad Mufid Sururi, seniman pembuat kertas saeh atau daluang menunjukkan karyanya di workshop Toekang Saeh, Kampung Ciseupan, Kecamatan Ujungberung, Bandung, Jawa Barat, 24 Juli 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Dari Seni Musik

Tidak memiliki latar pendidikan formal seni rupa, Mufid justru lebih dulu berkecimpung di bidang seni musik. Pria eksentrik ini menguasai beberapa jenis alat musik. Ia dulu aktif bermusik di grup keroncong Rindu Order. “Saya mengenal kertas dari istri mendiang musisi dan aktivis Mukti Mukti, seni musik ini jadi pengantar untuk mengenal kertas,” katanya.

Ia mulai mengenal dan belajar membuat kertas dengan teknik cetak saring. Setelah menguasai pembuatan kertas seni dari bahan daur ulang batang pisang, koran bekas, atau dus bekas, Mufid juga membuat kertas tradisional Jepang washi, masih dengan teknik yang sama. Teknik cetak saring adalah menghancurkan semua bahan baku menjadi bubur kertas atau pulp.

Tahun 2006 ia tertarik dengan kertas daluang atau kertas saeh, kertas yang sejak masa lalu dipakai untuk menulis naskah-naskah kuno di Nusantara. Daluang adalah lembaran tipis yang dibuat dengan cara memukul-mukul kulit pohon saeh (Broussonetia papyrifera) atau juga di kenal sebagai Paper mulberry.

Konsisten membuat kertas daluang menarik perhatian seorang pakar dan pelestari kertas tradisional dari Jepang. Ia datang menemui Mufid, belajar untuk membuatnya, lalu dibuat dokumentasinya oleh stasiun televisi Jepang NHK. Riset dan proses dokumentasi berlanjut. Mufid lalu di ajak ke Jawa Timur dan ke Sulawesi untuk melihat beberapa kelompok masyarakat yang masih membuat daluang sebagai kertas dan tekstil.

“Saya tidak berhenti di daluang sebagai kertas, tapi terus mengeksplorasinya sebagai bahan pakaian atau tekstil. Di Sulawesi itu serat kulit pohon saeh itu juga sudah biasa di manfaatkan sebagai bahan pakaian. Data ini juga berdasarkan naskah kuno abad ke XVIII yang pernah saya baca, yaitu naskah Sanghyang Swawarcinta, tulisannya yaitu daluwang kulit ning kayu upakara(ng) ning busana cangcut baju pangadua tipulung sampit bahiri,” papar Mufid.

Ia sampai sekarang terus mencari teknik yang pas untuk menghasilkan serat kain yang tipis dengan tekstur artistik. Beberapa kain sudah ia buat baik yang polos warna alami ataupun kain yang sudah di warna dan di batik.

Mufid lalu mengajak ke kebun dekat rumahnya untuk menebang sebatang pohon daluang. “Saya peragakan biar jelas ya mulai dari nebang sampai jadi kertas. Pohon saeh ini sudah jarang, mungkin di anggap tidak menghasilkan,” katanya.

Mufid juga aktif mengkampanyekan penanaman pohon saeh di beranda-beranda rumah di kampung-kampung. “Maksudnya satu saeh di satu halaman rumah, lumayan ada yang respon tapi tidak banyak, contohnya seperti pohon saeh yang saya tanam di rumah tetangga,” katanya.

Mufid memperagakan pembuatan daluang yang membutuhkan kesabaran saat membuatnya. Pertama ia membuang kulit paling luar dari batang saeh dengan panjang sekitar 30 sentimeter berdiameter sekitar 5 centimeter. Lalu membuat irisan lurus sepanjang batang pada kulit bagian dalam yang berwarna putih kehijauan, setelah itu ia mulai memukul-mukul batang di bagian irisan tersebut. Sekitar 20 menit kemudian irisan yang dipukul-pukul itu mulai menipis dan berubah jadi lembaran. Lembaran tipis itu lama-lama memanjang sampai sekitar 20 centimeter.

Ahmad Mufid Sururi, seniman pembuat kertas saeh atau daluang menunjukkan karyanya di workshop Toekang Saeh, Kampung Ciseupan, Kecamatan Ujungberung, Bandung, Jawa Barat, 24 Juli 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Ahmad Mufid Sururi, seniman pembuat kertas saeh atau daluang menunjukkan karyanya di workshop Toekang Saeh, Kampung Ciseupan, Kecamatan Ujungberung, Bandung, Jawa Barat, 24 Juli 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

“Kira-kira seperti ini prosesnya, jika ingin membuat ukuran lebih besar kita harus menumpuknya, lalu di pukul-pukul lagi sampai jadi lebih lebar, begitu terus sampai sesuai dengan ukuran yang kita inginkan,” jelasnya lagi.  

Saat ini Mufid sedang menangani proyek pembuatan replika wayang beber kuno dari Jawa Timur sebagai salah satu upaya konservasi.

Ia juga sering mengisi materi pada workshop-worskhop pembuatan daluang di institusi pendidikan. Banyak perupa juga yang belajar langsung ke Toekang Saeh. Beberapa di antara mereka ada yang membuka studio di Yogyakarta dan Bali. Beberapa perupa dari mancanegara juga kerap belajar atau menurut istilah Mufid, mereka nyantri daluang di tempat lokakaryanya.

Mufid mungkin salah seorang dari segelintir orang di Indonesia yang terus mengembangkan daluang sebagai kertas dan tekstil. Ia sendirian mempertahankan teknik nenek moyang dalam pembuatan kertas dan tekstil daluang, di samping mengembangkan inovasi-inovasi dalam proses pembuatannya.

“Belajar dasarnya itu penting sebagai bentuk hormat pada leluhur karena mereka yang menciptakan tekniknya, setelah itu bisa berkembang dengan inovasi baru, saya tidak antiinovasi. Nggak masalah sendirian mempertahankan daluang, sepi tapi saya tidak kesepian,” ujarnya.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//