• Kampus
  • TEDxPasundan: Merawat Budaya Sunda di Tengah Kota Urban

TEDxPasundan: Merawat Budaya Sunda di Tengah Kota Urban

TEDxPasundan menjadi ajang menyuarakan budaya lokal yang posisinya kini terpinggirkan arus global. Orang muda berperan penting.

Pertunjukan seni yang dihelat TESXPasundan di Pendopo Kota Bandung, 26 Juli 2025. (Foto: Iklima Syaira/BandungBergerak)

Penulis Iklima Syaira 1 Agustus 2025


BandungBergerak.idKota Bandung dikenal dengan sejarah dan budayanya. Di tengah arus global yang kian cepat, identitas lokal Bandung menghadapi tantangan. Berdasarkan data Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) tahun 2024 dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, IPK kota ini berada pada angka 56,19, yang tergolong dalam kategori “sedang”. Nilai tersebut menunjukkan bahwa eksistensi budaya di Bandung belum sepenuhnya terjaga.

Kemudahan akses terhadap berbagai tren baru membuat budaya lokal semakin terpinggirkan. Sejarah dan nilai-nilai yang pernah membentuk jati diri kota ini berisiko menghilang jika tidak diperkenalkan kembali. Generasi muda memiliki peran penting untuk menjaga agar budaya tetap hidup.

Bandung tidak kekurangan pemuda yang peduli pada budaya. Salah satu inisiatif yang lahir dari semangat tersebut adalah TEDxPasundan, sebuah program independen berlisensi TED yang diinisiasi oleh tiga mahasiswa Universitas Pasundan: Balqis Nawawi (Supervisor Divisi Licensee, Finance & Creative), Rahman Fauzi (Supervisor Divisi Program), dan Jaclyn Tamara (Supervisor Divisi Talent Acquisition & External Relation).

Mereka menghadirkan TEDxPasundan sebagai ruang perjumpaan gagasan dengan semangat kepasundanan, yakni nilai-nilai hidup masyarakat Sunda.

“Kami dari Universitas Pasundan (Unpas) itu sangat menjunjung kepasundanan, kita juga mau nyebarin kalo ga cuma orang Sunda doang yang bisa menganut dari kepasundanan itu sendiri, jadi kita mengincar dari semua university, semua daerah, semua suku biar bisa relate ke semua orang,” tutur Tamara kepada BandungBergerak, 26 Juli 2025 di Pendopo Kota Bandung.

Rahman menambahkan bahwa budaya Sunda bukan hanya soal bahasa, tapi juga soal prinsip hidup yang tercermin dalam perilaku sehari-hari.

Nanging saestuna aya nu leuwih penting tina ngomongkeun jeung ngan saukur ngomong bahasa Sunda, nyaeta kumaha cara arurang nunjukeun sikep jeung prinsip Sunda dina tingkah paripolah sapopoe. Jadi bagaimana cara kita menerapkan kebudayaan itu dalam kehidupan karena Sunda itu prinsip hidup bagaimana cara orang berkomunikasi, bagaimana orang silih asah, silih asuh, silih asih. Jadi silih asah, silih asuh, silih asih itu bukan tentang bahasa Sundanya tapi bagaimana kita punya welas asih, kasih sayang, rasa cinta terhadap alam, manusia maupun Tuhan [Sebetulnya ada yang lebih penting dari sekadar berbicara Sunda dan membahas bahasa Sunda, yaitu bagaimana kita menerapkan budaya Sunda dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana kita menerapkan kebudayaan dalam kehidupan karena Sunda berprinsip silih asah, silih asuh, silih asih],” paparnya.

Alih-alih sekadar menjadi ajang modernisasi, TEDxPasundan justru memadukan modernitas dengan nilai budaya lokal. Mereka menjadikan Tritangtu, konsep dasar dalam budaya Sunda, sebagai arah gerak TEDxPasundan.

“Nilai budaya Pasundan yaitu Tritangtu, di mana berisikan nilai Resi, Ratu, dan Rama. Di masing-masing nilai budaya ini tuh kita terjemahkan, yang pertama dari Resi sendiri kita terjemahkan sebagai nilai spiritualistik, dimana nilai spiritualistik ini lebih mengarah ke mindfulness setiap orang, di mana mereka nanti bisa lebih terbantu dalam menentukan arah hidupnya sendiri di tengah hiruk-pikuknya dunia gitu. Terus untuk nilai Ratu ini fokus ke humanity, dimana kita juga perlu mengingat bahwa nilai ini bisa membantu kita menumbuhkan empati rasa, saling membantu, rasa peduli terhadap satu sama lain. Yang terakhir yaitu nilai Rama atau alam, nilai ini tuh bisa mengingatkan kita kembali bahwa kita akan balik lagi ke alam ujung-ujungnya,” kata Balqis.

Baca Juga: vTEDxBandung Mendorong Gerakan Inisiatif Komunitas dan Akar Rumput untuk Mengolah Gagasan
TEDxBandung Mengupas Kekuasaan Sipil Menjelang Pilkada Serentak 2024

Nilai-nilai tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat Sunda. TEDxPasundan membangun ruang diskusi yang inklusif, tempat berbagai latar budaya bisa saling berbagi tanpa saling menghakimi. Menurut Tamara, penting bagi Universitas Pasundan untuk mengenalkan budaya Sunda dengan pendekatan yang bisa diterima oleh semua kalangan.

“Gimana caranya Pasundan University ini mengenalkan budaya Sunda tanpa mengkotakkan Sunda gitu. Gimana caranya kita buat relate sama mereka yang bukan Sunda, bahkan dari anak UNPAS sendiri banyak kok yang bukan orang Sunda. Di situ kita bertukar ide bahwa sebenarnya di budaya kami ada loh nilai Tritangtu, tapi versi kami tuh kayak gini. Nah, dari situ kami diskusi, baru bisa masukin bahwa nilai ini bisa relate dengan Indonesia,” jelasnya.

Kota Bandung kini dihuni oleh masyarakat dari berbagai latar belakang budaya. Hal ini berpotensi menjadi masalah jika tidak ada ruang untuk saling mengenal. Masyarakat non-Sunda bisa kesulitan mengenal budaya lokal, dan sebaliknya, masyarakat Sunda bisa kehilangan kesempatan untuk memahami budaya lain.

Untuk menjawab kebutuhan tersebut, pada 26 Juni 2025 TEDxPasundan menggelar sebuah karya bertajuk Sawala Budaya. Acara ini menjadi panggung bagi penyebaran nilai-nilai budaya melalui penggalian ulang terhadap seni wayang, yang kini bisa beradaptasi dengan zaman. Rahman menyebutkan bahwa bukan karena budaya dianggap kuno, melainkan karena kurangnya ruang untuk mempertahankannya.

“Peduli terhadap budaya tuh ga cuma tentang eskalasi, ga cuma tentang seberapa banyak yang peduli tapi seberapa banyak orang yang mau mempertahankan aja. Jadi, even pada akhirnya orang tidak percaya terhadap budayanya, bagi saya sih ya kita yang terlalu skeptis bahwa anak muda tidak suka budaya. Ya buktinya ini bisa-bisa aja gitu dan banyak orang kok mau terlibat. Ya tapi kalau kita terus bandingin dengan eskalasi yang lebih besar, ya tentu seiring perkembangan zaman budaya juga akan punya caranya sendiri untuk ditularkan gitu. Kalo dulu ada Walisongo mengenalkan agama lewat budaya yaitu wayang, mungkin sekarang kita harus ngenalin budaya lewat lagu K-Pop,” jelasnya.

Melalui TEDxPasundan, para mahasiswa ini tidak hanya merawat budaya Sunda, tapi juga memberi ruang bagi beragam budaya lainnya. Tujuannya agar Bandung tetap memiliki kesempatan untuk memperkenalkan budaya lokal ke skala yang lebih luas, tanpa mengabaikan kenyataan bahwa kota ini adalah rumah bagi berbagai budaya.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//