• Berita
  • TEDxBandung Mengupas Kekuasaan Sipil Menjelang Pilkada Serentak 2024

TEDxBandung Mengupas Kekuasaan Sipil Menjelang Pilkada Serentak 2024

TEDxBandung berusaha memantik peserta diskusi agar lebih mawas diri dengan pilihannya menjelang pesta demokrasi Pilkada Serentak tanggal 27 November 2024.

Acara TEDxBandung Salon dengan tema Imagining Our Common Future di Fragment Project, Dago, Sabtu, 9 November 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)

Penulis Salma Nur Fauziyah19 November 2024


BandungBergerak.idMemasuki momentum pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2014 yang diselenggarakan serentak, TEDxBandung menggelar diskusi bertajuk kekuasaan. Salah satu bentuk kekuasaan adalah kekuasaan sipil yang memiliki enam unsur utama, yaitu kekuatan fisik, kekayaan, tindakan pemerintah, norma sosial, ide, dan jumlah atau banyaknya massa. Keenam hal itu akan mempengaruhi bagaimana suatu kekuasaan bekerja. 

Teori kekuasaan tersebut dibahas di acara TEDxBandung Salon dengan tema ‘Imagining Our Common Future’ di Fragment Project, Dago, Sabtu, 9 November 2024. Acara dimulai dengan menonton video TED-Ed pertama berjudul How to Understand Power (Bagaimana Cara Memahami Kekuasaan) oleh Eric Liu. 

Video berdurasi 7 menit itu menjabarkan tiga hal utama mengenai kekuasaan: dari mana kekuasaan berasal, bagaimana melakukannya, dan apa yang dapat kita lakukan. Kekuasaan sendiri didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan. Bentuk kekuasaan berada di mana saja. Seperti dalam keluarga, pekerjaan, hingga suatu hubungan. Fokus video itu mengenai civic arena (arena sipil), di mana masyarakat memilih dan mengambil tindakan sesuai dengan yang kita inginkan.

Menurut Eric Liu, terdapat tiga hukum kekuasaan yang patut ditelaah. Hukum pertama adalah kekuasaan tidak pernah statis.

It’s always either accumulating or decaying in civic areas. So, if you aren’t taking action, you’re being acted upon (Selalu bertambah atau berkurang di arena sipil. Jadi, jika kamu tak beraksi apapun, kamu akan dimanfaatkan orang lain),” jelas Eric Liu, dalam videonya.

Selanjutnya, ada hukum kedua kekuasaan, yakni kekuasaan ibarat air. Kekuasaan mengalir di kehidupan sehari-hari. Seperti politik memanfaatkan seseorang untuk mengkuti arus atau aliran yang diinginkan seseorang.

Terakhir, hukum kekuasaan ketiga adalah kekuasaan itu berlipat ganda. Dalam hal ini kekuasaan dapat menghasilkan lebih banyak dan begitu juga sebaliknya. Hal yang perlu diingat dari penjelasan Eric Liu adalah mengaplikasikan hukum kesatu dan kedua untuk menghindari adanya situasi di mana kekuasaan hanya bertumpu di satu orang.

Here, it’s useful to think in terms of literacy. Your challenge is to learn how to read power and write power (Ini manfaatnya berpikir dalam literasi. Tantanganmu adalah bagaimana kamu dapat membaca dan menulis kekuasaan),” kata Eric Lu.

Dalam hal ini literasi bukan hanya diartikan sema-mata hanya membaca buku, tapi bagaimana membaca dan memahami apa yang terjadi di masyarakat. Kemudian memetakan dan memahami bagaimana bentuk kekuasaan, siapa yang membuatnya, dan lain-lain. Hal ini akan membantu bagaimana seseorang untuk membuat strategi dan berlatih menjadi seseorang yang berhak atas kekuasaan.

Tidak hanya video Eric Lu, TEDxBandung memutar video berikutnya dari TED-Ed yang berjudul Picture a perfect society. What does it look like? (Menggambarkan masyarakat sempurna. Seperti apakah bentuknya?”) oleh Joseph Lacey.

Selama hampir enam menit, Joseph Lacey menjabarkan pandangan filsuf politik, John Rawls, mengenai “the original position” dalam karyanya tahun 1971, A Theory of Justice.

Prinsip-prinsip Rawls untuk memastikan setiap orang memiliki sumber daya dan peluang yang sama dapat diwujudkan dalam demokrasi. Namun, dengan adanya struktur sosial saat ini tidak mungkin akan terwujud. Rawls percaya bahwa filosofi pasar bebas dan kesejahteraan kapitalisme sama saja dengan penghimpunan kekayaan dan kekuasaan yang tidak adil.

So Rawls proposed a new kind of democracy. One where no person was considered less valuable. (Jadi, Rawls mengusulkan jenis demokrasi baru. Jenis di mana tidak ada orang yang dianggap kurang berharga dari yang lain.)” jelas dalam video itu, yang dinarasikan oleh Addison Anderson.

Hal-hal ini dapat dicapai dengan memutuskan bagaimana mendistribusikan primary good atau barang primer yang termasuk kebebasan dasar, peluang, kekayaan yang diperlukan untuk mencapai sebuah tujuan.

Pada akhirnya merangsang para pemangku kebijakan untuk menciptakan prinsip kesetaraan kesempatan yang adil dan prinsip perbedaan. Prinsip-prinsip ini yang membentuk fondasi masyarakat dalam bentuk demokrasi kepemilikan properti. Di sisi lain, Rawls memandang jika untuk mengadopsi pendekatan prinsip ini perlu perubahan yang besar.

Pandangan Rawls ini juga tentu mendapat kritikan. Joseph Lacey menyebutkan, Ronald Dworkin dan Martha Nussbaum mengkritik pemikiran ini. Salah satu kritikannya adalah bahwa Rawls mengabaikan kompleksitas yang terjadi dalam realita di masyarakat.

Meski begitu, pemikiran Rawls mengenai prinsip-prinsip ini banyak mengilhami para aktivis, pemangku kebijakan dan filsuf politik mengenai kesetaraan sosial dan politik masyarakat.

Acara TEDxBandung Salon dengan tema Imagining Our Common Future di Fragment Project, Dago, Sabtu, 9 November 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)
Acara TEDxBandung Salon dengan tema Imagining Our Common Future di Fragment Project, Dago, Sabtu, 9 November 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)

Pilihan Politik

“Kita adalah miniatur alam semesta. Makin sini aku berpikir, kemudian melihat pola-pola di alam, melihat pola-pola dalam diriku. Kok banyak kemiripan, ya?”

Terpejam untuk Melihat merupakan film dokumenter produksi Anatman Films yang disutradarai Mahatma Putra. Film berdurasi satu jam lebih ini mengajak penonton berefleksi mengenai pilihan yang kita pilih sehari-hari ternyata memiliki dampak pada semesta.

Ini adalah film utama yang diputar setelah dua video TED-Ed sebelumnya. Film ini dibuka oleh sebuah puisi yang diadaptasi dari puisi berjudul Call Me by My Names oleh Thich Nhat Hanh. Puisi itu dibacakan dengan penuh penghayatan oleh Nadine Alexandra, seorang aktris yang juga aktivis lingkungan.

Bagian pertama film membahas tentang interkoneksi. Ada dua tokoh sentral yang membahas keterhubungan manusia dengan alam semesta. Ada Nissa Wargadipura (pendiri pesantren ekologi Ath Thaariq, Garut) dan Dwi Pertiwi (praktisi permakultur di Omah Lor, Yogyakarta).

Keduanya sepakat mengenai keterhubungan manusia dengan alam. Dari sisi agama Islam terdapat visi yang sangat kuat terhadap hubungan manusia dengan alam semesta. Nissa menekankan bahwa tidak hanya hubungan pada tuhan dan manusia saja, tetapi juga pada alam. Hal inilah yang diadopsi dalam kurikulum yang diterapkan pada pesantrennya.

Selain Nissa, ada Dwi dari Omah Lor yang melihat bagaimana pola alam sama dengan tubuh manusia. Ia memandang jika merusak alam sama dengan menyakiti diri sendiri.

“Ada sebuah pepatah minang yang bilang guru terbaik itu alam semesta,” ujar Dwi dalam film dokumenter tersebut.

Bagian kedua membahas mengenai keresahan jurnalis dan aktivis dalam kondisi politik praktis yang tengah dihadapi Indonesia kini. Mereka adalah orang-orang yang berada di garda terdepan dalam memperjuangkan suara orang-orang yang temarjinalkan.

Ada Joan Rumengan (Jurnalis dan Praktisi Meditasi), Evi Mariani (Co-Founder dan Executive Director Project Multatuli) dan Mama Atha (transpuan pendiri Sanggar Seni Kampung Duri) yang menjadi tokoh sentral dalam bagian ini.

Begitupun di bagian berikutnya, tokoh penceritaannya pun berubah. Masing-masing dengan cerita dan pilihan hidup yang berbeda. Seperti Anggiasari Puji Aryatie, Staf Khusus Wakil Ketua MPR-RI, seorang perempuan difabel yang berjuang keras membela hak-hak disabilitas dari dalam sistem pemerintahan. Adapula Maharlika, seorang petani dari Banjaran yang memilih keluar dari sistem kehidupan yang serba kapitalis.

Film ini memang terbagi-bagi menjadi 6 bagian, termasuk prolog dan epilog. Di bagian epilog, penonton seakan diajak berefleksi tentang pilihan-pilihan hidup yang meskipun kecil masih tetap berdampak.

“Kita bisa mulai bergerak bersama, secara kolektif, lewat cara kita masing-masing,” kata Dwi.

Baca Juga: TEDxBandung Mendorong Gerakan Inisiatif Komunitas dan Akar Rumput untuk Mengolah Gagasan
Membicarakan Krisis Demokrasi di Unpad, Sudahkan Negara Melayani Rakyatnya?
PILKADA JABAR 2024: Pilihlah Pemimpin yang Menghormati Kelompok-kelompok Rentan dan Minoritas

Acara TEDxBandung Salon dengan tema Imagining Our Common Future di Fragment Project, Dago, Sabtu, 9 November 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)
Acara TEDxBandung Salon dengan tema Imagining Our Common Future di Fragment Project, Dago, Sabtu, 9 November 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)

Tentang TEDxBandung Salon

TEDxBandung menggelar acara semi-workshop ini untuk pemantik para peserta agar lebih mawas diri dengan pilihannya menjelang pesta demokrasi Pilkada Serentak tanggal 27 November 2024 nanti.

“Jadi TEDxBandung sendiri asalnya kita dari tahun 2010,” ujar Rosiy, yang akrab dipanggil Zi.

TEDx sendiri sedang mencanangkan program berkaitan dengan demokrasi, karena situasi di dunia yang tengah dalam masa pemilihan. Hal ini turut disampaikan oleh Muhammad Fathur Rosiy, lisensi dari TEDxBandung yang baru, mengenai program Democracy Lab.

“Jadi harapannya sih dari acara ini juga memantik teman-teman untuk gimana sih, peran temen-temen terkait demokrasi,” tambah Zi. 

Pada perhelatan acara tersebut, Salon ini diniatkan menjadi watch party dan juga diskusi kelompok. Nantinya diskusi ini akan menjadi ajang untuk peserta yang datang mengutarakan ide atau gagasan dalam mengatasi permasalahan yang ada di Bandung. 

Salon ini merupakan pra-acara dari acara utama. TEDxBandung 2024: KIWARI akan diselenggarakan pada 7 Desember 2024 mendatang di Museum Sri Baduga.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Salma Nur Fauziyah atau artikel-artikel tentang Pilkada atau Pilwalkot Bandung 2024

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//