RESENSI BUKU: Animal Farm, Hewan Ternak dengan Pemimpin Babi Haus Kuasa
Animal Farm karya George Orwell merupakan satir yang selalu relevan dalam situasi politik setiap negara di dunia yang bergerak mundur menjauhi demokrasi.
Penulis Shakila Azzahra M3 Agustus 2025
BandungBergerak.id — Buku ini dipublikasikan pertama kali di Inggris pada 17 Agustus 1945. Apakah hanya kebetulan kondisi Indonesia setelah merdeka mirip dengan kisah yang diceritakan Animal Farm?
George Orwell, nama pena dari Eric Arthur Blair, adalah penulis Inggris berhaluan sosialis demokratis yang lahir di India pada 1903. Ia menempuh pendidikan di Inggris dan sempat bergabung dengan Kepolisian Imperial India di Burma (kini Myanmar) pada 1922–1927—pengalaman yang kemudian ia sesali. Sekembalinya ke Inggris, ia menuliskan kisah itu dalam novel Burmese Days (1934).
Setelahnya, Orwell hidup di tengah kelas pekerja, menyerap langsung pengalaman hidup yang kelak membentuk gaya dan isi tulisan-tulisannya—baik dalam bentuk prosa, esai, maupun buku. Selama Perang Dunia II, ia ditolak untuk bertugas di medan perang dan memilih bergabung dengan BBC bagian India, sebelum akhirnya keluar pada 1943. Ia kemudian menjadi jurnalis, serta menjabat sebagai editor sastra di Tribune, media milik Partai Buruh Inggris.
Karya terkenalnya, Animal Farm, rampung pada 1944 dan terbit setahun kemudian setelah melalui berbagai penolakan penerbit. Lewat fabel politik ini, Orwell menyampaikan kritik tajam terhadap kepemimpinan totalitarian ala Stalin dan ketiadaan prinsip demokrasi dalam sistem tersebut.
Dalam Animal Farm, Orwell menggunakan Peternakan Manor sebagai penggambaran atas peristiwa Revolusi Rusia 1917 hingga era totalitarianisme Stalin di Uni Soviet. Meski menceritakan peristiwa lampau, pembaca (termasuk saya), dari belahan dunia manapun akan tetap bisa melihat kesamaan cerita dengan apa yang terjadi di negara masing-masing. Saya dibuat tertawa miris akan banyaknya kemiripan dari apa yang terjadi di buku ini dengan keadaan Indonesia kini. Kisah binatang ternak menggambarkan secara general berbagai pemeran dalam tatanan politik dan sosial. Pemimpin dan pekerja, pengikut dan pemberontak.
Buku ini tipis, ditulis dengan sangat sederhana untuk topik yang sangat rumit. Animal Farm atau judul Indonesianya ‘binatangisme’, mengemas kritik dengan cara yang dapat dimengerti oleh semua kalangan pembaca; bahwa keadilan atau kesetaraan mutlak tidak akan pernah benar-benar bisa diraih. Penggunaan fabel sebagai alegori untuk menceritakan secara sederhana tentang isu politik dan kesetaraan memberi nuansa ganjil namun cemerlang, membuat buku ini menarik perhatian banyak orang.
Menggunakan Imajinasi untuk Membayangkan Representasi
Babi memproklamasikan diri sebagai ‘pemikir’ paling baik dari semua binatang. Mereka bisa membaca, juga cakap dalam hal mengelola. Mereka menempatkan diri mereka sendiri sebagai supervisor yang bertugas mengorganisasikan ternak dan mengelola seluruh peternakan. Mereka pada akhirnya mengklaim otoritas untuk mengelola semua binatang ternak dan hasil kerjanya karena memang begitu tugasnya; dan usulan itu disepakati semua binatang.
Ada tiga babi yang ditonjolkan. Dua babi merepresentasikan dua tipe pemimpin, Snowball sebagai pemimpin dengan stereotip idealis dan Napoleon sebagai pemimpin dengan stereotip totaliter. Kemudian ada Squealer, representasi buzzer yang siap cuap-cuap jadi juru bicara pemimpin mana saja yang sedang berkuasa atau yang bisa memberikan keuntungan paling besar baginya.
Ayam, Sapi, dan Kuda, menggambarkan kelas pekerja secara general. Mereka digambarkan ‘payah’ dalam menggunakan pikirannya. Kesulitan bisa membaca dan hanya tau bekerja dengan otot dan tenaga mereka. Sorotan pada kuda bernama Mollie, Clover, dan Boxer sebagai representasi tiga tipe kelas pekerja: yang malas bekerja dan asal-asalan, yang paham batasan pekerjaan, dan yang meyakini bahwa kerja lembur adalah pangkal kesuksesan. Sekali lagi, garis bawah pada generalisasi dan stereotip yang diwakilkan oleh tiga kuda.
Babi menggunakan otak, sedangkan binatang ternak lainnya hanya menggunakan otot. Para babi meyakini, berpikir untuk masa depan peternakan butuh tenaga lebih besar daripada cuma sekadar bertelur, menghasilkan susu, dan membangun ini itu. Narasi ini kemudian digunakan untuk menjustifikasi ketimpangan pakan sebagai upah dari hasil pekerjaan yang dilakukan binatang ternak. Babi mendapat jatah makan dan susu lebih banyak, tentu saja.
Kemudian, ada keledai dan kambing, representasi dua kutub yang berseberangan. Keledai bernama Benjamin digambarkan sebagai karakter paling pesimis dan sinis. Ia menggambarkan pekerja terdidik yang tidak tertarik pada politik. Ia paham keadaannya, tidak menentang perlawanan dan perubahan di peternakan, tetapi juga tidak mendukungnya. Ia memilih tidak peduli dan menolak berpihak. Baru saat lingkungannya (Boxer) terdampak, kepedulian yang ia berikan pada akhirnya sudah terlambat.
Di sisi lain, ada Kambing bernama Muriel yang menjadi gambaran pekerja dengan sedikit harapan karena setidaknya bisa membaca yang membantunya memahami situasi meski tidak bisa melakukan apa pun untuk memantik perubahan. Ia juga membantu binatang lain yang kesulitan untuk membacakan apa saja yang ditulis di Tujuh Perintah Binatangisme.
Baca Juga: RESENSI BUKU: Belajar dari Negeri di Ujung Tanduk
RESENSI BUKU: Surga yang Tak Dirindukan 1, Potret Seorang Istri yang Dimadu
Bahan Bakar Kebencian yang Menyalakan Semangat Kemerdekaan
Buku ini dimulai dengan harapan. Berbagai binatang dari Peternakan Manor mendengarkan pidato inspiratif Mayor Tua, babi senior yang diidolakan karena bijaksana.
Antara Manusia dan Babi, mana yang lebih baik dalam memimpin? Manusia tidak menghasilkan apa-apa tetapi mendapat untung dari memerah susu sapi, mengambil telur, dan mempekerjakan binatang. Mereka rajin memberi makan binatang ternak sebagai upah kerjanya. Babi juga tidak menghasilkan apa-apa, sih. Tetapi mereka mendapat untung dari perahan susu sapi, telur yang diserahkan ayam, dan mempekerjakan binatang untuk ‘kemerdekaan sesama binatang’. Mereka kawan yang pernah sama-sama menderita di bawah manusia.
Narasi ini memantik pertanyaan, ketika kerja-kerja pengawasan lebih layak mendapat upah tinggi lantas apakah itu membuat kerja-kerja fisik menjadi layak diberi upah kecil? Tentu tidak. Menjadi bahan refleksi ketika kita sering melihat pekerja kantoran dengan gaji mencapai dua digit sedangkan pekerja kebersihan dengan jam kerja yang sama digaji bahkan tidak seperempatnya. Belum mempertimbangkan resiko kesehatan dan perlindungan keselamatan kerja yang kurang terpenuhi di lapangan. Hal ini dijustifikasi dengan narasi bahwa pekerjaan fisik seperti yang dilakukan pekerja kebersihan dan binatang ternak, tidak butuh keterampilan (tentu saja keliru).
Kita semua setara dalam aspek yang berbeda, kenapa ada yang mendapat keadilan lebih dari yang lainnya? Makhluk mana yang menentukan siapa yang berhak dan siapa yang tidak?
Menurut para binatang, setelah hidup di bawah tirani manusia, hidup selanjutnya di bawah tirani Babi terasa lebih baik ---entah karena mereka kawan atau karena mereka tidak punya pilihan. Babi yang juga binatang pasti akan lebih tahu hak-hak dan kebutuhan binatang daripada manusia, kan?
Siapakah tokoh penjahat dalam buku ini? Menurut saya tidak ada, dan itu poinnya. Orwell menyisipkan kritik atas loyalitas mutlak dalam cerita. Dicontohkan dengan penokohan Snowball sebagai pahlawan kemerdekaan di awal dan Napoleon yang dianggap sebagai oposisinya. Kemudian, pengkultusan Napoleon sebagai pemimpin berikutnya berujung pada pengasingan Snowball dan ketaatan penuh pada Napoleon sebagai bukti loyalitas.
Narasi utama tentang dua babi dalam cerita awalnya menggiring pembaca pada anggapan bahwa hanya bisa ada satu pihak yang benar, sementara pihak lainnya pasti salah. Padahal, dalam kenyataan, tidak ada individu yang sepenuhnya baik atau sepenuhnya jahat. Mengidolakan seorang tokoh seolah ia selalu benar, dan membenci oposisi semata karena bertentangan dengan pemimpin yang kita dukung, adalah sikap yang menutup ruang berpikir kritis. Pengkultusan tokoh semacam ini dapat mendorong kelompok untuk bergerak berdasarkan loyalitas buta, serta membenci tanpa memahami substansi perbedaan pandangan.
Setiap individu memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda-beda. Maka, pengkultusan tokoh tidak membuat sebuah gerakan menjadi progresif, tetapi malah menjadi regresif.

Propaganda Mahir dan Kesalahan Berpikir
Salah satu teknik propaganda yang umum ditemukan dan ada pada cerita ini adalah penggunaan kesalahan berpikir. Contohnya, dilema palsu. Ketika Napoleon menduduki kekuasaan, melalui Squealer, binatang peternakan ditekan dengan dua pilihan: kalau tidak berpihak pada Napoleon maka dianggap berpihak pada Snowball. Kemudian, jika tidak berpihak pada Napoleon maka berarti mereka berpihak pada manusia.
Kesalahan berpikir menyempitkan pemikiran binatang hanya pada dua pilihan. Padahal banyak alternatif lain, hidup masing-masing, kabur, dan mencari kebebasan sendiri misalnya. Binatang ternak dibuat berpikir mereka sedang berada di gua dan harus memilih jalan kanan atau kiri, padahal mereka ada di padang rumput yang hanya dipagari. Dalam kasus kehidupan bernegara kita, paling gampangnya seperti propaganda pemilu, ‘Kalau pilih tidak pilih paslon D yang melindungi Indonesia, berarti kamu setuju Indonesia hancur!’
Propaganda Napoleon berhasil juga karena strategi manipulasi sejarah. Terdengar familiar?
Para binatang di peternakan kesulitan membaca, ada yang tidak bisa. Belum lagi, mereka pelupa. Kelemahan ini dimanfaatkan para babi untuk manipulasi sejarah. Tujuh Perintah Binatangisme yang mereka anut sejak kemerdekaan dari Peternak Jones diubah satu persatu. Mereka sadar ada yang salah, tetapi tidak bisa membuktikan di mana letak kesalahannya. Belum lagi, manipulasi psikologis (gaslighting) bahwa ‘sejak dulu keadaan/aturannya memang begini’. Benjamin, satu-satunya yang bisa membaca dan paham situasi dibuat tak berdaya karena pengikut babi yang tidak bisa membaca dan tidak yakin untuk berdiri sendiri terlalu banyak.
Lalu, kesalahan berpikir argumentum ad verecundiam atau meyakini penuh perkataan seseorang hanya karena duduk di jabatan. Kesalahan berpikir ini dialami oleh Boxer (karena manipulasi terus menerus dari Squealer). Ketika Snowball memimpin, Boxer sepenuhnya yakin pada arahannya. Kemudian, ketika kekuasaan jatuh ke tangan Napoleon, Boxer sepenuhnya patuh pada semua perintahnya hingga rela mati untuknya.
Kesetiaan Boxer ini bukan pada tokoh melainkan pada siapa yang sedang memimpin. Mirip dengan Squealer, hanya saja Boxer tidak mendapat untung yang sama, malah dapat sialnya. Fenomena ini dapat ditemui di negara kita dengan adanya pemikiran dangkal seperti ini: “Tidak mungkin Presiden melakukan tindakan buruk, dia kan Presiden! Pasti dia hanya ingin yang terbaik untuk kita”. Pemikiran tersebut kemudian mematikan pemikiran kritis.
Lebih banyak lagi propaganda dan kesalahan berpikir dalam buku ini, yang lucunya, mudah kita temukan dalam berita atau kehidupan pejabat sehari-hari.
Pergeseran Ideologi dan Pengikut yang Hanya Berhak Mengamini
Jika terlintas di pikiran kita “mana mungkin perubahan sebesar ini tidak ada yang menyadari?” Perlu dipahami babi-babi haus kuasa ini tidak memimpin revolusi, mereka menyetir evolusi. Dikendarai nafsu korupsi dan eksploitasi. Perubahan tidak terjadi pada satu malam dengan cepat, mereka merangkak, perlahan-lahan hingga tidak ada binatang yang menyadari apa yang terjadi, dan kapan itu dimulai. Mungkin dimulai sejak porsi apel dan susu untuk binatang lain dikurangi, atau mungkin juga jauh sebelum itu.
Tapi bagaimana bisa para binatang ternak menyadari/mengenali mereka hidup di bawah kesengsaraan jika seumur hidup, yang mereka tahu, keadaannya selalu seperti itu untuk mereka. Mereka tidak pernah hidup lebih baik dari ini, meskipun kenyataannya mereka jatuh lagi pada sistem yang sebelumnya mereka lawan setengah mati. Ketika mereka kelaparan, untuk merasa lebih baik, setidaknya mereka tidak memberi makan tirani manusia. Mereka meyakinkan diri bahwa kerja keras mereka adalah untuk masa depan mereka, para binatang ternak.
Mereka tidak sadar mereka menukar satu bentuk perbudakan dengan bentuk perbudakan lain. Keluar kandang Peternakan Manor, masuk lagi ke kandang Peternakan Binatang. Contoh di negara kita? Keluar dari Orde Baru masuk ke era Reformasi.
Buku Animal Farm sepertinya sengaja menggambarkan bahwa kemerdekaan diberikan dengan mudah pada mereka dalam satu malam, dengan mengusir Pak Jones dan istrinya dari peternakan. Mereka melakukan serangan secara impulsif, tanpa dasar ideologi kuat yang sudah disepakati bersama. Atas dasar apa mereka harus melawan? Apa yang mereka perjuangkan bersama?
Ketika Snowball hingga Squealer dan Napoleon menyetir pergerakan dan memanipulasi sejarah, binatang ternak yang lain tahu ada yang salah, tapi tidak tahu apa, sehingga mau tidak mau menurut saja karena dari awal tidak ada pondasi pemahaman kolektif soal apa yang mereka perjuangkan dan ingin pertahankan. Tujuh Perintah Binatangisme baru dibuat setelah kemerdekaan mereka raih. Mungkin untuk kasus ini, negara kita tidak terlalu mirip dengan yang dikisahkan karena setidaknya ideologi dan dasar-dasar negara disepakati sebelum deklarasi kemerdekaan (meski pada akhirnya dinistakan juga).
Klimaks buku ini menurut saya cukup ikonik. Membawa kita kembali membaca dasar dari Tujuh Perintah Binatangisme dengan versi yang sudah dimanipulasi oleh pemimpin korup. Dari versi aslinya dengan bahasa Inggris, kutipannya berbunyi: “All animals are equal, but some are more equal than others.”
Sebelum membaca terjemahan bahasa Indonesianya, saya tidak menemukan kata yang tepat untuk membawa nuansa mirisnya. All are equal, but some are more equal than others. Semuanya adil, tapi ada yang lebih adil? Atau lebih mendapat keadilan? Rasanya kurang tepat, kurang miris, kurang sinis. Namun, terjemahan Indonesia oleh Prof. Bakdi Soemanto menerjemahkannya dengan baik: Semua binatang setara, tapi beberapa binatang lebih setara dari yang lainnya.
Informasi Buku
Judul buku: Animal Farm
Penulis: George Orwell
Penerjemah: Prof. Bakdi Soemanto
Penerbit: Bentang
Cetakan: Edisi II Cetakan kedelapan belas, Mei 2024
Jumlah halaman: 140.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB