• Buku
  • RESENSI BUKU: Surga yang Tak Dirindukan 1, Potret Seorang Istri yang Dimadu

RESENSI BUKU: Surga yang Tak Dirindukan 1, Potret Seorang Istri yang Dimadu

Asma Nadia dalam novel Surga yang Tak Dirindukan 1 bercerita tentang dampak buruk dari poligami.

Sampul buku Surga yang Tak Dirindukan 1 karya Asma Nadia. (Sumber Foto: bukubuku.com)

Penulis Muhammad Ridwan Tri Wibowo6 Juli 2025


BandungBergerak.id – Sudah sejak sekolah, aku mendengar Asma Nadia. Orang bilang ia adalah novelis Islam terbaik di Indonesia.  Selain sangat produktif, buku-bukunya selalu menjadi best seller. Namun sayangnya, hal tersebut tak dapat memecut diriku untuk membaca novel-novelnya.

Desember tahun lalu, aku datang ke sebuah taman baca yang berada di bawah kaki Gunung Salak. Di sana, aku menemukan novel Asma yang berjudul Surga yang Tak Dirindukan 1. Lalu, aku membaca bagian pengantar dari Asma, seketika hatiku terpincut atas pengakuannya.

Setelah novel itu terbit, ternyata orang-orang mengecap ia anti-poligami. Nah, karena cap itulah yang memacu semangatku untuk ingin cepat-cepat menghabiskan novel tersebut.

Baca Juga: RESENSI BUKU: Gadis Pantai, Jejak Pergundikan dalam Feodalisme Jawa
RESENSI BUKU: Perjalanan Linda Christanty dalam Hikayat Kebo
RESENSI BUKU: Perjalanan Spiritual Sang Peziarah dalam Menemukan Jati Diri

Kisah Singkat

Secara garis besar, novel ini mengisahkan hubungan segitiga dalam berumah tangga antara Arini sebagai istri pertama Andika Prasetya (Pras) dan Mei Rose sebagai istri kedua Pras. Dalam novel ini pun Asma menceritakan bagaimana kondisi batin Arini yang dimadu Pras. Sangat sakit!

Cerita bermula ketika Arini akhirnya dinikahi oleh Pras. Pras adalah laki-laki baik dan tidak neko-neko. Sangat cinta kepada Arini. Sampai-sampai ketika ada perjalanan dinas menjadi keluar kota, ia tidak pernah terpincut oleh wanita-wanita lain seperti layaknya teman laki-lakinya.

Bahkan, ada satu peristiwa yang membuat aku jengah. Teman-teman Pras memaksa Pras untuk berpoligami karena menurut ajaran Islam, lelaki bisa mempunyai empat istri. Mereka menjadikan Surat An-Nisa (4); 3 sebagai alasannya. Namun, dengan hati tegar Pras menolak itu.

Di lain sisi, Arini yang sangat percaya dengan Pras, tidak mengkhawatirkan suaminya akan selingkuh dan berpikiran poligami dengan perempuan lain. Walaupun, di antara lingkaran pertemanannya, Arini mengetahui teman-teman ada yang diselingkuhi dan ada yang dimadu oleh suaminya.

Namun, semua berubah ketika Pras saat di jalan melihat sebuah mobil yang mengalami kecelakaan. Seketika itu, ia turun dari mobil dan langsung menolong sang korban yang bernama Mei Rose. Sebenarnya kecelakaan Mei Rose, bukanlah kecelakaan murni. Ia melakukan untuk percobaan bunuh diri.

Mei Rose sendiri mengalami hamil di luar nikah dan tidak ada lelaki yang mau menikahinya. Karena, itulah Mei Rose melakukan percobaan bunuh diri. Melihat itu, hati Pras buncah, dan berniat menikahi Mei Rose, apalagi setelah mengetahui Mei Rose bersedia masuk Islam.

Namun jahatnya, Pras menyembunyikan itu semua kepada Arini. Namun, namanya bangkai akhirnya tercium juga dan Arini mengetahui itu. Tanpa pikir panjang, Arini langsung mengemas pakaian dan balik ke rumah orang tuanya.

Di sana, ia bercerita sejujurnya kepada ibunya. Hingga akhirnya ibunya menceritakan bahwa Ibunya juga dipoligami oleh ayahnya. Namun, untuk menjaga hati Arini, ibunya menyembunyikan itu semua. Semua hanya dipendam. Akhirnya mereka berdua menangis bersama.

Setelah Arini memiliki keberanian, ia akhirnya melabrak Mei Rose, namun sayang cerita berakhir. Tidak ada kelanjutannya. Tidak ada aksi Arini meminta diceraikan oleh Pras. Arini tidak memiliki sikap untuk mengambil keputusan.

Ditutup dengan hal itu, jujur aku sangat kecewa. Tidak sesuai ekspektasi sebelumnya yang di mana Asma dicap anti-poligami. Mungkin, kelebihan dari novel ini adalah bagaimana akhirnya pembaca –khususnya laki-laki– diajak untuk mengetahui bagaimana rasa sakitnya perempuan jika dipoligami.

Dampak Buruk Poligami

Poligami bukanlah hal yang asing di telinga kita. Salah satu faktor yang sering dijadikan alasan dasar poligami adalah agama. Khususnya agama Islam, Surat An-Nisa (4): 3 sering kali menjadi pedoman bahwa poligami itu diperbolehkan, bahkan dianjurkan karena poligami adalah sunnah Nabi.

Kalau yang sering aku dengar-dengar, para pelaku poligami termotivasi melakukan poligami karena ingin mengangkat derajat wanita. Namun sayangnya, yang aku dengar sering kali tidak konsisten dengan yang aku lihat di sekelilingku.

Misalnya, aku tidak pernah melihat tetangga atau orang yang kukenal menikahi janda tua yang miskin. Kenyataan, mereka berpoligami dengan wanita yang lebih sehat, terus kelihatan bisa cara uang sendiri, dan usianya jauh lebih muda dari istri pertamanya.

Hal yang aku tulis di atas, sebenarnya juga dipertanyakan Asma Nadia dalam novel Surga yang Tak Dirindukan 1. Bahkan, lewat novel tersebut Asma beranggapan bahwa poligami cuma akal-akal laki-laki untuk menyalurkan nafsu birahinya, agar seakan-seakan ia bukanlah seorang pendosa.

Kemudian, dari kisah novel tersebut, aku melihat dampak buruk dari poligami. Di mana keluarga yang tadi harmonis dan bahagia, bisa jadi hancur berantakan karena hadirnya pihak ketiga. Di mana sakit seorang istri yang harus berusaha tegar dan baik-baik saja di depan anak-anaknya.

Selain itu, di kehidupan nyataku, aku melihat banyak teman-temanku sangat membenci ayahnya yang berpoligami, serta keluarga dari istri keduanya. Belum lagi, beban psikologis yang dialami teman-temanku yang ayahnya berpoligami–tidak bisa aku ceritakan di sini.

Merefleksikan Kembali Surat An-Nisa (4): 3

Ulama Muhammad Abduh (1849–1905), mengatakan poligami, kala itu, diperbolehkan karena keadaan yang memaksa. Pertama, waktu itu, jumlah pria sangatlah sedikit karena meninggal dalam peperangan. Maka, langkah pertama untuk memperbanyak keturunan Islam, laki-laki boleh menikahi perempuan lebih dari satu.

Kedua, pemeluk agama Islam kala itu masih sedikit sekali. Dengan berpoligami, maka perempuan yang dinikahi diharapkan masuk Islam dan mempengaruhi keluarga lainnya. Ketiga, poligami dijadikan untuk menjalin ikatan pernikahan antar suku, agar terbentuk tali persaudaraan untuk mencegah peperangan.

Kemudian, menurut Thaha Husayn menyatakan bahwa Al-Quran adalah cerminan budaya masyarakat Arab Jahiliyah (dibaca: pra-Islam). Perempuan di masa itu hidup dalam kondisi yang menyedihkan. Laki-laki di masa itu bahkan bisa menikahi hingga sepuluh perempuan.

Hal tersebut pun diungkapkan dalam penelitian Dr. Najman Yasin. Sebelum Islam masuk, masyarakat Arab mengenal praktik nikah al-jahili (dibaca: pernikahan tidak terhormat). Pertama, terdapat pernikahan sehari, pernikahan di mana istri disetubuhi lebih dahulu oleh lelaki lain, poliandri hingga sampai sepuluh lelaki, menikahi ibu kandung demi warisan, pernikahan saling tukar pasangan, hingga istri disuruh menikahi lelaki yang lebih kaya.

Oleh sebab itu, turunlah surat An-Nisa (4): 3 untuk menyetop hal tersebut, dan turut membatasi poligami hingga maksimal empat. Di masa itu, hal tersebut sangatlah revolusioner, tapi kalau di zaman sekarang, hal tersebut merugikan, dan harus ditinggalkan.

Mungkin lelaki bisa menafkahi finansial kepada dua, bahkan empat perempuan, tapi apakah mungkin dengan nafkah batin? Aku rasa tidak! Buya Hamka saja mengatakan pernikahan yang berbahagia adalah monogami. Bahkan, gurunya yang berpoligami menasihatinya agar tidak berpoligami.

Informasi Buku

Judul: Surga yang Tak Dirindukan 1

Penulis: Asma Nadia

Sampul: Soft Cover

ISBN: 623279110X

Terbit: September, 2021

Penerbit: Republika

 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//