Jalan Mengimani Ayat-ayat Lingkungan Melalui Pengolahan Sampah
Program Wisepesantrend dilakukan karena aktivitas dakwah selama ini terbilang jarang menyentuh lingkungan wabil khusus pemilahan sampah.
Penulis Tim Redaksi11 Agustus 2025
BandungBergerak.id - Ujung gamis dan kerudung dua perempuan itu menyentuh sampah-sampah yang sedang mereka pilah. Seperti kebanyakan orang, mereka sama resahnya dalam menghadapi sampah, “mengapa sampah yang tersistematis dihasilkan setiap hari, masalahnya tidak kunjung bisa terselesaikan?”.
Menolak sekedar bertanya, Janatin Khusni, 29 tahun, dan Milla Fauziah Fitriawati, 28 tahun, memulai aksi nyata mengelola sampah dari sebuah ruangan sederhana berdana Wisepesantend. Program pengelolaan sampah internal di kawasan Pesantrend yang didirikan Hanan Attaki di kawasan perbukitan Cilengkrang, Bandung Timur.
Atin dan Milla, demikian sehari-hari keduanya disapa, bergerak untuk menyelesaikan persoalan sampah di Pesantrend bermula dari kegeraman terhadap perilaku menangani sampah. Di mata Atin, sampah diproduksi oleh siapa pun dan di mana pun. Sebagian orang sudah terbiasa membuang sampah pada tempatnya, sementara beberapa lainnya menganggap semua tempat adalah tempat sampah. Lalu sampah dikumpulkan melalui Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan dianggap selesai. Pola ini dinilai sebagai ironi yang tidak menyelesaikan apa pun.
“Menurut saya ini (sampah) tuh sesuatu hal yang berpola, kan, tapi gak diseriusin gitu. Harusnya kan sesuatu yang berpola kebaca ya,” ungkap Atin, saat ditemui di Wisepesantrend, Minggu, 6 Juli 2025.
Menurut Atin, seharusnya terdapat sistem yang mengelola peredaran sampah di dalam kawasan untuk mengurangi dampak buruknya. Sampah tidak bisa ditangani oleh individu yang peduli, tapi harus ada pihak yang serius menanggapi persoalan ini.

Hal serupa juga dirasakan oleh Milla. Ia tak ingin hanya diam dan bergerak sendirian dari rumah. Perempuan bercadar itu bertugas menangani bagian pengelolaan sampah organik di Pesantrend. Ia mulai aktif sejak tahun 2020, setelah mulanya bergabung sebagai relawan di Pemuda Hijrah.
Kegelisahan terhadap sampah rumah tangga yang tak kunjung terkelola dengan baik menjadi pemicu awalnya. Ia mengaku tersentuh melihat dampak dari buruknya pengelolaan sampah terhadap lingkungan dan kehidupan hewan.
“Awalnya sih dari rumah, terus lihat video hewan mati karena makan sampah jadi pengin tahu lebih dalam. Terus qadarullah sekarang malah jadi bagian dari program ini,” ujarnya, Rabu, 16 Juli 2025.
Milla percaya, peran perempuan sangat penting dalam membentuk gaya hidup ramah lingkungan. Karena dari rumah perubahan bisa dimulai. Terbukti, kontribusi nyata mereka pada lingkungan berhasil menurunkan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan di Pesantrend, mengedukasi para siswa dan jamaah, serta bersuara di ruang digital melalui platform Instagram @wisepesantrend.
Berangkat dari Darurat Sampah
Upaya pengelolaan sampah yang dilakukan di Pesantrend merupakan keniscayaan di tengah gelombang permasalahan sampah yang bertubi-tubi mendera Kota Bandung sejak dua dekade lalu. Tahun 2005, TPA Leuwigajah meledak hingga mengakibatkan sejumlah orang meninggal. Yang terbaru, bencana kebakaran TPA Sarimukti di penghujung 2023 melumpuhkan sistem sampah di Bandung Raya.
Bencana darurat sampah tersebut menunjukkan bobroknya pengelolaan sampah di Bandung Raya. Tidak hanya lembaga pemerintah dan masyarakat, Pesantrend juga menyadari tanggung jawabnya untuk mengajak masyarakat peduli terhadap sampah melalui pendekatan dakwah.
Pesantrend adalah sebuah kompleks dakwah dan pendidikan yang terletak di kawasan perbukitan Bandung Timur. Kawasan ini dibangun oleh komunitas yang digagas Hanan Attaki, seorang pendakwah Millenial yang dikenal luas karena pendekatannya yang dinilai kreatif dan progresif untuk anak muda. Selain menyelenggarakan kajian-kajian keislaman, tempat ini juga berbagai program pemberdayaan, pendidikan alternatif, dan aktivitas lingkungan berbasis keislaman.

Kawasan Pesantrend terdiri dari Masjid Pemuda Raheela, Sekolah Rimba Indonesia (SRI), 20Mind School, Asrama Santri, dan Rumah Relawan. Komunitas-komunitas yang tumbuh di lingkungan ini berasal dari berbagai latar belakang jamaah, relawan, santri, hingga keluarga muda yang bersama-sama menghidupkan konsep dakwah berkelanjutan yang menyatu dengan alam.
Permasalahan sampah memang telah lama menjadi tantangan di kawasan Pesantrend. Sebagai komunitas yang aktif menyelenggarakan kegiatan dakwah, pendidikan, dan pelatihan, Pesantrend menghasilkan sejumlah timbulan sampah yang tak terhindarkan. Sejak tahun 2022 Pesantrend memulai membangun sistem pengelolaan sampah internal yang lebih terstruktur melalui subprogram Wisepesantrend.
Belum genap tiga tahun berjalan, angin segar datang membawa kabar baik. Dakwah ekologi yang digagas oleh Hanan Attaki mendapat dukungan dana dari program Corporate Social Responsibility sebuah BUMN. Dukungan ini menjadi titik awal lahirnya sistem pengelolaan sampah yang lebih terstruktur di kawasan Pesantrend.
Kepala Koordinator Wisepesantrend Galih Raditya, 36 tahun, mengaku hasil dari pengelolaan yang lebih memadai membuahkan hasil yang tidak main-main. Jumlah timbulan sampah yang sebelumnya mencapai sekitar enam ton per tahun 2023, kini berhasil ditekan separuhnya, menjadi tiga ton. Galih membeberkan, misi Wisepsantrend selaras dengan tujuan BUMN tersebut yang berfokus pada program keberlanjutan dalam rangka penanganan perubahan iklim.
“Awalnya kita hanya fokus ke pertanian dan sekolah, tapi lama-kelamaan sadar bahwa sampah juga jadi masalah besar. Akhirnya, kami membentuk tim kecil dan mulai membangun sistem,” ujarnya menceritakan awal mula munculnya inisiatif Wisepesantrend.
Tim kecil itu terdiri dari tiga orang utama, Galih sebagai koordinator sistem, Atin pengelola sampah anorganik, dan Milla pengelola sampah organik. Ketiganya menjadi perintis program, mulai dari pendataan, edukasi, hingga pengolahan. Dari upaya mereka dan dukungan CSR, lahirlah dua fasilitas pengolahan sampah utama yaitu Waste Station untuk pemilahan dan penampungan awal, serta Compos Station untuk pengolahan sampah organik.
Fasilitas pengelolaan sampah Wisepesantrend diklaim mampu mengolah hingga dua ton sampah per bulan. Hitungan kapasitas maksimal ini terutama terjadi jika ada lonjakan saat acara besar atau momen Ramadan, di mana banyak jamaah yang berdatangan untuk mengikuti rangkaian acara dakwah Ramadan Hanan Attaki.
Berdasarkan data pengelolaan bulan Mei 2025, Wisepesantrend mencatat total timbulan sampah sebanyak 217,29 kilogram yang terdiri dari sampah organik, anorganik, dan residu. Dari jumlah tersebut, 137,25 kilogram atau sekitar 63,16 persen berhasil diolah. Sampah organik sebanyak 40,4 kilogram dimanfaatkan sebagai pakan ayam, sementara 96,85 kilogram sampah anorganik dikirim ke tempat pengolahan. Rata-rata setiap pekan sekitar 27,64 kilogram sampah dapat dimanfaatkan kembali melalui sistem ini.
Galih pun membeberkan, fokus pengelolaan sampah dilakukan karena ada dorongan perbaikan pengelolaan sampah, kondisi Bandung Lautan Sampah, dan masalah overload di TPS Sarimukti. Selain itu, program ini dilakukan karena minimnya aktivitas dakwah yang berkaitan tentang lingkungan. Wisepesantrend menjalankan empat program utama, yaitu Sedekah Sampah, Pemilahan Mandiri, Kampanye Digital, dan Edukasi Santri.
“Sebagai pesantren, kami menyadari bahwa selama ini dakwah lebih banyak menyentuh aspek ubudiyah (ibadah) dan muamalah (hubungan manusia), tapi kurang membahas tentang adab terhadap alam,” katanya. “Sampah itu sebenarnya cerminan akhlak kita. Sebagai pusat pendidikan moral, pesantren memiliki tanggung jawab besar untuk membangun kesadaran lingkungan. Tidak cukup hanya dengan ceramah, tapi harus dengan aksi nyata seperti yang kami coba bangun di Wisepesantren ini.”

Telaten di Balik Wisepesantrend
Wisepesantrend membuat dakwah tidak sekadar menafsirkan ayat-ayat suci, tetapi juga menerapkannya dalam aksi nyata pengelolaan sampah. Diki Budiawan, Ketua DKM Masjid Pemuda Raheela, menegaskan pengelolaan sampah bagian dari dakwah. “Kita ini khalifah, pemakmur bumi itu misi besar kita sebagai makhluk Allah. Jangan sampai kajian ramai, tapi tidak menampilkan akhlak islami,” ungkap Diki Budiawan.
Persis itulah yang diyakini dan dijalani oleh Milla dan Atin, dua perempuan yang berperan di balik pengelolaan sampah di Wisepesantrend. Bagi mereka, menjaga lingkungan adalah bagian tak terpisahkan dari menjalankan kehidupan beragama. Bahkan mengelola sampah adalah bentuk penghormatan kepadan Tuhan dan makhluk-Nya.
Dua perempuan tersebut berperan sentral dalam gerakan nyata untuk mewujudkan lingkungan yang lebih lestari melalui aktivitas memilah sampah, menyusun strategi, dan mengedukasi santri maupun jamaah. Mereka menanamkan nilai-nilai kepedulian terhadap alam kepada setiap jiwa muda, menumbuhkan kesadaran yang menghantarkan tangan-tangan penyambung iman memilah sampah di ruangan sederhana, dan tentu menyuarakan dengan lantang bahwa masalah sampah adalah masalah dakwah.
Menurut Milla, ia merasa beruntung bisa bergabung dan melakukan aksi nyata untuk penyelesaian permasalahan sampah di Pesanterend. Hidayah dari Allah, dorongan dari sosok Hanan Attaki, dan kegeramannya pada proses pemilahan sampah yang sia-sia sudah menggerakan hatinya untuk lebih mengimani ayat-ayat lingkungan dalam Al Quran, khususnya aksi nyata menuntaskan masalah sampah.
“Ustadz Hanan memang fokusnya memberdayakan anak muda. Aku merasa, meski cuma lulusan SMK karena dulu sempat sakit, tapi merasa diselamatkan oleh Ustadz Hanan,” ujar perempuan bercadar ini.
Milla dan Atin mengaku tidak mudah membangun sistem pengelolaan sampah di kawasan. Terkadang mereka merasa ruang geraknya terbatasi. Tantangan terbesar justru datang dari diri sendiri.
“Aku tuh orangnya nggak enakan, jadi pas awal-awal semua aku kerjain sendiri, angkat-angkat sampah pun aku sendiri yang lakuin. Tapi sekarang mulai belajar minta tolong juga,” ungkap Milla.
Atin menambahkan, tantangan utama dalam mengelola sampah ada pada sistem dan koordinasi dari pemerintah setempat. “Yang sulit justru koordinasi dengan pihak lain dan kebijakan dari atas. Masyarakat tuh siap berubah asal sistemnya mendukung,” keluh Atin.
Meski demikian, mereka tak mau menyerah. Mereka terus menyuarakan dan bertahan di Pesantrend untuk memberikan kesadaran pentingnya memilah dan mengelola sampah. Dalam hal ini, perempuan memiliki kendali berharga terkait sampah.
Sebagai contoh, ibu rumah tangga bersinggungan langsung dengan sampah, konsumsi, dan limbah rumah tangga. Perempuan memegang kendali dalam pola hidup di rumah bersama suami dan anaknya.
“Jika satu ibu sudah mulai menggunakan produk ramah lingkungan, otomatis dapat membentuk keluarga yang lebih sadar lingkungan juga. Dari satu perempuan ke satu keluarga. Dari dua, tiga, ratusan, jutaan perempuan begitupun bagi keluarganya sampai pada ke seluruh khalifah di muka bumi,” paparnya.
Adapun Milla menitikberatkan pada pentingnya sistem pengelolaan dan edukasi sampah untuk masyarakat. “Menurut saya sih kalau sistemnya sudah bagus, masyarakat dipaksa untuk itu pun masih bisa aja kok, kayak orang-orang ke luar negeri, ke Jepang ngikutin tidak, kamu pasti ngikutin, karena sistemnya sudah ada. Sistem tuh menurut saya penting banget,” ujar Milla.
Baca Juga: Orang Muda Lintas Iman Bandung Menyuarakan Keadilan Iklim dengan Jurnalisme
Orang Muda Lintas Iman di Kota Bandung Menggali Akar Krisis Iklim dari Kehidupan Sehari-hari

Tanggung Jawab tidak Memandang Gender
Program Wisepesantrend dijalankan melalui dua skema. Pertama, melalui pendidikan dan pembiasaan pemilahan sampah bagi siswa Sekolah Rimba Indonesia dan 20mind Sociopreneur High School di Waste Station setiap Rabu dan Jumat. Kedua, pemilahan sampah yang dihasilkan jemaah pada setiap kegiatan Pesantrend.
Sampah dipilah oleh siswa, jemaah, dan tim Wisepesantrend. Sampah anorganik yang masih bisa dimanfaatkan oleh siswa akan disimpan di Waste Station. Sementara yang lainnya akan disalurkan ke pihak ketiga yaitu WaHu (Waste Hubs) dan Plastavfall. Adapun sampah organik digunakan untuk pakan ayam dan dimasukkan ke lubang biopori sebagai pupuk alami untuk kebun di Pesantrend.
Kepala Staff Pengajar Sekolah Rimba Indonesia Yusup Akbar, 34 tahun, tak menampik bahwa memang persoalan sampah adalah tanggung jawab seluruh pihak tanpa memandang gender. Namun di Pesantrend, Atin dan Mila adalah dua sosok yang peduli terhadap masalah lingkungan di Pesantrend.
Menurut Yusuf, kontribusi perempuan dalam isu lingkungan menjadi bukti bahwa iman bukan hanya milik laki-laki. Bahkan laki-laki seyogyanya merasa malu jika hanya perempuan yang aktif menyuarakan dan melakukan aksi nyata dalam menyelesaikan permasalahan sampah. Bagaimanapun isu lingkungan adalah dakwah yang harus digencarkan.
“Kita bukan yang terbaik dalam mengelola sampah. Tapi kalau yang sudah diterapkan bisa diaplikasikan di banyak sekolah, alhamdulillah. Walaupun itu mungkin masih jauh banget dari kata ideal. Tapi seenggaknya memudahkan para aktivis lingkungan untuk bisa memproses selanjutnya,” ungkap Yusuf.
Manfaat serupa atas konsistensi pengelolaan sampah yang dilakukan Atin dan Milla juga dirasakan oleh Diki Budiawan, Ketua DKM Masjid Pemuda Raheela. Ia menekankan bahwa masjid harus menjadi pusat dakwah bagi iman terhadap alam.
“Alhamdulillah, kita sudah bisa mengurangi sampah sangat signifikan. Baik itu ketika kita mengadakan event, atau ketika ada tamu dari luar. Kita sudah menerapkan regulasi untuk meminimalisir sampah,” ujarnya.
Melalui program yang ada di Wisepesantrend, atmosfer di Pesantrend dibangun dengan cara yang ramah lingkungan. Misalnya, acara makan di masjid tidak lagi menggunakan nasi box tetapi dengan cara prasmanan. Setelah makan, jamaah dan siswa dibiasakan mencuci sendiri, menggunakan tumbler, dan tidak menjual minuman kemasan.
“Campaign tersebut selalu kami suarakan. Di setiap event, di setiap aktivitas, kita selalu ngajak jamaah bawa tumbler, bawa alat makan sendiri, dan meminimalisir sampah. Bahkan kemarin Ramadan, meskipun traffic-nya tinggi, alhamdulillah kita bisa meminimalisir sampah. Meskipun belum bisa zero waste, tapi dibandingkan dengan tempat lain, produk sampah kita jauh lebih sedikit,” ujar Diki.
Milla memberikan pandangan bahwa perilaku ramah lingkungan ternyata menyenangkan. Menurutnya umat muslim dan masyarakat luas harus menyadari perannya sebagai khalifah. Keburukan yang timbul akibat dampak dari perbuatan manusia seharusnya menyadarkan bahwa hidup ramah lingkungan menjadi tanggung jawab bersama.
“Hidup ramah lingkungan itu tuh nggak sesulit itu, lho. Kadang orang mikirnya ribet, repot, harus serba ideal, padahal sebenarnya itu bikin hidup lebih tenang,” tandas Milla.
*Liputan yang dikerjakan Muhammad Aufa Alfaiz dan Sri Andini ini bagian dari program SMILE (Strengthening Youth Multifaith Leader Initiative on Climate Justice through Ecofeminism) yang diinisiasi Eco Bhinneka Muhammadiyah dan berkolaborasi dengan BandungBergerak