Terusir dari Gedung Milik Sendiri, Umat Katolik Santa Odilia Kini Beribadah di Gedung Laga Pencak Silat Arcamanik
Peribadatan umat Katolik di GSG Arcamanik terus menerus mendapat penolakan. Pemkot Bandung didorong menyediakan tempat ibadah permanen bagi jemaat PGAK Santa Odilia.
Penulis Salma Nur Fauziyah13 Agustus 2025
BandungBergerak.id - Mengalami tekanan dan tindak intoleransi yang berkepanjangan, umat Katolik PGAK Santa Odilia terusir dari Gedung Serba Guna (GSG) Arcamanik, bangunan milik sendiri yang selama puluhan tahun sudah mereka gunakan untuk beribadah misa mingguan. Mulai Sabtu, 5 Agustus 2025, umat terpaksa mengadakan misa di Gedung Laga Pencak Silat Sport Jabar Arcamanik di Jalan Pacuan Kuda No. 140 Kota Bandung.
Dyah Nur Sasanti, perwakilan PGAK Santa Odilia, menjelaskan bahwa perpindahan tempat ibadah ini sesuai hasil Kesepakatan Bersama yang ditandatangani pastor Gratianus Bobby Harimaipen dan Kusuma Hardi pada tanggal 5 Juni 2025 lalu. Ada lima poin kesepakatan, di antaranya pengembalian fungsi GSG secara bertahap lewat mediasi serta dorongan bagi pemerintah untuk menyediakan tempat ibadah sementara juga tempat ibadah permanen bagi jemaat PGAK Santa Odilia di Arcamanik.
Sepanjang proses penyediaan tempat ibadah sejak kesepakatan itu, umat Katolik masih bisa menggunakan GSG Arcamanik di Jalan Ski Air Nomor 19 untuk merayakan misa tiap pekan. Namun selama itu pula gangguan tidak pernah hilang.
“Mereka mengganggu ya, bukan demo. Mengganggunya dengan cara mereka line dance,” ujar Dyah dalam percakapan via Zoom, Senin, 11 Agustus 2025.
Surat Keterangan atau Izin Sementara Tempat Ibadah dari Kecamatan Arcamanik dengan nomor P/TU.01.02/372-Kec.Arc/VIII/2025 akhirnya terbit setelah usaha panjang melakukan koordinasi dan upaya survei berulang kali. Isinya, Pemerintah Kota Bandung lewat Kecamatan Arcamanik memberikan izin penggunaan Gedung Laga Pencak Silat Sport Jabar Arcamanik sebagai tempat ibadah sementara PGAK Santa Odilia selama dua bulan saja, dari 8 Agustus 2025 sampai 7 Oktober 2025. Surat ditandatangani oleh Camat Arcamanik Willi Yudhia Laksana.
Dyah menceritakan, perayaan misa pertama di Gedung Laga Pencak Silat Sport Jabar berlangsung relatif lancar. Namun tidak dimungkiri, beberapa fasilitasnya memang tidak mendukung kekhusyukan ibadah, seperti sistem suara dan pencahayaan.
Secara khusus Dyah menyoroti akses gedung yang harus melalui tangga. Jelas ini tidak ramah bagi jemaat yang rata-rata sudah lanjut usia. “Mobilisasi umat ya memang agak terganggu,” ungkapnya.
Diketahui, Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (Wamen HAM) Mugiyanto turun menemui jemaat PGAK Santa Odilia pada Sabtu sore lalu. Ia bersama Kepala Kantor Wilayah HAM Jawa Barat, Hasbullah Fudail, menegaskan bahwa pihaknya akan berusaha keras untuk mewujudkan tempat peribadatan permanen bagi jemaat.
“Jadi kalau ada persoalan-persoalan, kalau ada warga masyarakat, ada jemaat yang merasa hak beribadahnya dilanggar, itu yang salah kami, pemerintah. Pemerintah bisa dikatakan gagal melindungi mereka,” ujar Mugiyanto di GSG Arcamanik, dalam rekaman video yang diperoleh BandungBergerak.

Fasilitas Kurang Memadai
Kabar tentang misa perdana di lokasi baru diterima Aurelius Nathanael Gunawan, anggota Orang Muda Katolik (OMK), pada Jumat malam, 8 Agustus 2025. Ia tiba lebih awal untuk membantu persiapan, namun merasa kebingungan karena arah parkir yang tidak jelas.
Sabtu pagi, area parkir sudah padat. Banyak jemaat akhirnya harus berjalan kaki dari lokasi parkir yang lebih jauh untuk mencapai gedung. Selain kendala parkir, misa juga berlangsung dalam suasana yang berbeda.
“Baru pertama kali ngelihat bahwa kita bisa misa di tribun. Itu kan agak, maksudnya, hal yang enggak lazim,” ujar Aurelius dalam wawancara daring dengan BandungBergerak, Selasa, 12 Agustus 2025.
Posisi duduk jemaat yang menghadap ke samping dan bukan ke arah pastor menjadi salah satu hal yang terasa ganjil. Di saat bersamaan, suara latihan marching band dari luar gedung terdengar hingga ke dalam, mengganggu kekhusyukan misa.
Sound system yang disediakan juga dinilai tidak optimal. “Karena suara suaranya jadi agak putus-putus. Eh bukan putus-putus ya, kayak ada terus tiba-tiba mengecil terus ada, terus mengecil lagi,” terang Aurelius, yang kerap bergabung dalam kelompok paduan suara.
Baca Juga: Memahami Status Kepemilikan GSG Arcamanik yang Difungsikan untuk Peribadatan Umat Katolik dan Kegiatan Warga Sekitar
Di Tengah Perayaan Kamis Putih, Massa Berunjuk Rasa Menolak GSG Arcamanik Jadi Tempat Ibadah
Kasus Intoleransi yang Sudah Berlangsung Panjang
Masalah yang dialami jemaat PGAK Santa Odilia bermula pada perayaan Rabu Abu 5 Maret 2025. Saat itu, sekelompok warga yang menamakan diri Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka menyuarakan penolakan terhadap penggunaan GSG Arcamanik sebagai tempat ibadah.
Mereka mengklaim bahwa gedung tersebut seharusnya berfungsi sebagai fasilitas umum (fasum) atau fasilitas sosial (fasos), bukan tempat ibadah. Namun, pihak gereja menegaskan bahwa GSG Arcamanik sejak awal merupakan bagian dari aset gereja, bukan fasum/fasos warga. Hal ini dibuktikan dengan surat-surat resmi jual beli dan sertifikat tanah.
Gedung ini merupakan hasil transaksi sah antara Pastor Paroki Santa Odilia, Yosep Gandi, dan PT Bale Endah, pengembang Kompleks Arcamanik Endah. Kepemilikan lahan dan bangunan tersebut didukung dengan Akta Jual Beli Nomor 337/Kec.BB/1988, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tahun 1988, dan Sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama Yosep Gandi yang terbit pada Maret 1989.
Penolakan kembali memuncak menjelang perayaan Tri Hari Suci Paskah, khususnya pada Kamis Putih, 17 April 2025, dan Minggu Paskah, 18 April 2025. Massa yang berunjuk rasa melakukan orasi keras di sekitar lokasi misa yang membutuhkan ketenangan. Meskipun terganggu, misa tetap berlangsung dengan dukungan banyak pihak.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB