Warga Terkepung Bau Busuk dan Belatung TPS Parongpong, Upaya Pengurangan Sampah Plastik Global pun Mandek
Permasalahan yang terjadi di TPS Parongpong secara tidak langsung dialami masyarakat global yang terancam pencemaran sampah plastik.
Penulis Rita Lestari23 Agustus 2025
BandungBergerak.id - Di TPS Parongpong, Kabupaten Bandung Barat warga sekitar kerap menghadapi masalah gunungan sampah. Sampah-sampah membusuk, mengeluarkan bau menyengat, hingga memunculkan belatung. Situasi ini tak hanya meresahkan, tapi juga menciptakan kondisi lingkungan yang tidak layak, terlebih TPS ini berhadapan langsung dengan permukiman warga, tak jauh dari jalan umum dan sekolah.
“Kalau keganggu ya pasti, soalnya ini kan bau. Kalau sampah banyak kaya gini, rumah jadi ikut keliatan berantakan. Apalagi kalau hujan, jadi makin bau, sampah sama belatung juga kadang jadi kebawa ke halaman,” ungkap Santi, warga yang rumahnya tepat berada di depan TPS, saat ditemui 17 Agustus 2025.
Menurut Santi, lahan di depan rumahnya itu awalnya bukan tempat pembuangan sampah. Sekitar empat tahun lalu, area tersebut dijadikan TPS, dan sejak saat itu, warga harus hidup berdampingan dengan bau tak sedap dan ancaman kesehatan. "Harusnya setiap Jumat diangkut seminggu sekali. Sekarang udah lama enggak diangkut, apalagi semenjak kebakaran di TPA Sarimukti. Pernah sampai dibawa pakai 16 mobil pun, sampahnya masih nggak keangkut," tambahnya.
Kasus Parongpong ini mencerminkan bagaimana buruknya sistem pengelolaan sampah di banyak daerah. Di sisi lain, situasi ini terasa ironis ketika upaya penanganan krisis plastik di tingkat global justru menemui jalan buntu.
Dari TPS Parongpong ke Jenewa, Perjanjian Plastik Global
Di Parongpong, tumpukan sampah plastik terus membusuk di tengah keluhan warga yang kian lelah. Sementara itu, di Jenewa, proses negosiasi yang seharusnya menghasilkan solusi global malah diwarnai oleh kepentingan industri dan lemahnya komitmen politik.
Di Parongpong, tumpukan sampah plastik terus membusuk di tengah keluhan warga yang kian lelah. Sementara itu, di Jenewa, proses negosiasi yang seharusnya menghasilkan solusi global malah diwarnai oleh kepentingan industri dan lemahnya komitmen politik. Negosiasi lanjutan (INC-5.2) untuk Perjanjian Plastik Global di Jenewa berakhir pada 15 Agustus 2025 dan gagal mencapai kesepakatan dalam mengurangi sampah plastik.
“Yang kami saksikan di Jenewa adalah proses negosiasi yang membusuk dari dalam. Perundungan dari negara-negara penghasil minyak dan plastik terhadap INC Chair sangat terlihat jelas sejak INC 1. Hal ini juga terlihat dalam dinamika di Contact Groups sampai di sidang Pleno,” papar Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati, dalam keterangan resmi di laman AZWI.
“Masalah plastik sebetulnya mudah dipahami oleh semua orang tetapi pembuat masalah tetap tidak mau berubah. Plastik adalah garis pertahanan profit terakhir dari industri fosil. Seharusnya mereka tidak ikut sejak awal seperti Perjanjian Tembakau agar proses negosiasi dapat berjalan,” lanjut Yuyun.
Menurut laporan Center for International Environmental Law (CIEL), proses negosiasi kali ini juga diwarnai meningkatnya jumlah pelobi industri fosil dan kimia, dari 143 pada INC-3 menjadi 234 di INC-5.2, yang mengindikasikan tekanan kuat dari sektor industri untuk melemahkan ambisi perjanjian. Kondisi ini mengurangi ruang partisipasi publik dan memperparah bias keputusan yang berpihak pada kepentingan bisnis.
Baca Juga: Pengelolaan Sampah Kota Bandung Membingungkan, dari Sistem Tidak Ramah Lingkungan RDF hingga Tersendatnya Kang Empos
TPA Sarimukti Dikhawatirkan tak Sanggup Menampung Sampah Bandung Raya Januari 2024
Co-Coordinator Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) Nindhita Proboretno menilai, negosiasi di INC 5.2 berakhir dengan kekecewaan mendalam. Proses panjang yang penuh kompromi ini gagal menghasilkan kesepakatan atau arahan yang jelas untuk mengakhiri pencemaran plastik. Delegasi menghabiskan waktu berharga dunia untuk debat yang berlarut-larut, sementara isu-isu mendasar seperti pembatasan produksi plastik dan penghapusan bahan kimia berbahaya nyaris tidak disentuh.
“Hasil ini menunjukkan lemahnya kemauan politik dan semakin menjauhkan kita dari solusi yang dibutuhkan,” jelas Nindhita.
AZWI menilai proses negosiasi perjanjian plastik tidak adil. Pelobi industri fosil dan petrokimia membanjiri ruangan, sebagian jadi anggota delegasi, sementara masyarakat sipil kerap dilarang masuk. Permintaan intervensi negara-negara ambisius, terutama dari Selatan, sering diabaikan dan tidak digubris.
Pertemuan INC 5.2 ini juga diwarnai perubahan jadwal yang drastis. Sidang pleno singkat akhirnya dimulai pukul setengah 2 pagi. Sidang pleno final baru diumumkan 40 menit sebelum dimulai pada pukul 5:30 pagi, hanya beberapa jam setelah draf terakhir dibagikan.
“INC 5.2 berakhir dengan kegagalan mencapai perjanjian plastik global, meskipun sudah banyak beberapa negara yang mendukung perjanjian yang ambisius, mendorong pengurangan produksi plastik tapi proses negosiasi gagal membawa kita untuk bebas dari polusi plastik. Kegagalan ini semakin membuat lingkungan dan kesehatan manusia semakin terancam dan hanya membiarkan industri bahan bakar fosil terus mendapatkan keuntungan untuk memperparah krisis iklim,” tegas Zero Waste Campaigner Greenpeace Indonesia, Ibar Akbar.
Kegagalan kesepakatan ini bukan sekadar kehilangan momentum, tetapi juga memperburuk kerusakan yang sudah terjadi pada lingkungan dan kesehatan manusia. INC harus segera memulihkan kepercayaan publik dengan memastikan jadwal, agenda, dan mekanisme perundingan berikutnya diumumkan secara terbuka, dapat diakses semua pihak, dan memberi ruang setara bagi suara komunitas yang paling terdampak.
Sementara kebuntuan masih menyelimuti perundingan di Jenewa, warga seperti Santi di Parongpong harus terus menahan napas di antara bau sampah dan belatung. Situasi ini mengingatkan bahwa krisis plastik bukan sekadar persoalan global abstrak, melainkan masalah nyata yang menyesakkan, menghantui lingkungan hidup warga dari kota besar hingga kampung kecil.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB